Makam Belanda di Kawasan Pabrik Gula Gempol, Jejak Illuminati di Cirebon

Makam Belanda di Kawasan Pabrik Gula Gempol, Jejak Illuminati di Cirebon

LAMBANG, simbol dan prasasti sampai kepada kita dengan menempuh waktu berabad-abad yang panjang dan berkembang perlahan, dan bisa ditemukan pada koleksi lempengan lempung Sumeria kuno di Lir, Lagash, dan tempat-tempat peradaban urban sejati pertama lainnya. Ini terjadi sekitar 600 tahun sebelum Mesir menjadi negeri beradab. Demikian kata Henry C. Clausen dalam buku yang bertajuk Emergence of the Mystical. Ungkapan mantan Kepala Komisi Investigasi Serangan Pearl Harbor, era kepemimpinan Presiden Roosevelt ini, seakan menggenapi temuan Tim Radar Files RCTV (Radar Cirebon Group) di Kawasan Pabrik Gula Gempol, Palimanan, Kabupaten Cirebon. Berikut catatan Dian Arief Setiawan (Tim Radar Files) saat menelusuri kawasan itu. Suasana cukup terik dengan jarak tempuh sekisar 17 km dari pusat kota Cirebon menuju Palimanan. Pagi itu, Radar Files berangkat dengan sepeda motor, terpekur di jok yang gelap. Mungkin mengingat ujung diskusi perkara liputan makam-makam kuno peninggalan Belanda. Tepat di jalan Agus Salim, Palimanan Timur, tim Radar Files disambut gapura Selamat Datang di Kawasan Pabrik Gula Gempol. Sesaat kemudian, sesuai informasi yang diterima, di lokasi itu terdapat kuburan-kuburan Belanda. Tepatnya di belakang SD Negeri Gempol, tim Radar Files pun menghentikan sepeda motor. “Di sinilah kuburan-kuburan Belanda itu, mas,” kata Raka, seseorang yang menunjukkan tim Radar Files. Semula terkejut melihat barisan liar semak belukar dan gundukan ranting-ranting pohon yang menjalar di tanah. Tak ada satu petunjuk pun yang membuktikan bahwa tempat tersebut adalah kawasan pemakaman Belanda. “Hati-hati, Mas, tempat itu angker,” seloroh ibu May, penjual jajanan di samping SD Negeri Gempol. Namun, rasa ingin tahu, salah satu Tim Radar Files, bahwasannya tradisi makam-makam Belanda seringkali meninggalkan lambang, simbol dan prasasti. Tim pun menyisir perlahan memasuki gapura kompleks pemakaman Belanda tersebut. Dengan menggunakan parang, mencerai berai barisan liar belukar. Satu per satu, makam-makam Belanda mulai tampak di permukaan. Susunan nisan yang sudah rusak, beberapa bagian makam roboh, dan beberapa masih tertimbun tanah. “Dulu, makam ini, ada patung wanita seperti Bunda Maria,” ungkap Raka sambil membersihkan akar-akar liar yang menutupi makam, berbentuk tugu. Dia memastikan bahwa di atas tugu itu ada patung Bunda Maria. “Ada orang jahil, patung itu sudah hilang,” imbuhnya. Sejenak, mengamati perlahan kompleks tersebut, teringat Museum Prasasti, Jalan Tanah Abang I No. 1 Jakarta Pusat. Sebuah museum, yang lebih tepat jika dikatakan sebagai kawasan pemakaman para tokoh penting petinggi Belanda atau orang Eropa pada masa kolonial. Makam-makam kuno itu ditandai dengan koleksi prasasti nisan karya seni masa lampau sebanyak 1.372 makam yang terbuat dari batu alam, marmer, dan perunggu. Berangkat dari kesan itu tim Radar Files pun kembali mengayunkan parang untuk memotong rumput-rumput dan membersihkan lumut di badan makam. Hanya untuk untuk memastikan nama dan tanggal kapan mereka tinggal di Kawasan Pabrik Gula Gempol, Palimanan, Kabupaten Cirebon. Sampai jelang tengah hari, tim Radar Files menemukan kurang lebih empat makam. Namun, belum juga menemukan informasi berarti terkait keberadaan makam-makam tersebut. Selain nisan dari marmer ataupun batu alam, yang telah hilang diduga dicuri orang. Nyaris, tim Radar Files putus asa untuk mengungkap makam-makam Belanda tersebut. Tiba-tiba, perhatian tergoda pada sebuah makam yang tertimbun sampah dan pohon pisang yang roboh. Makam itu sedikit sulit dijangkau karena keberadaannya dikelilingi pohon-pohon yang tumbuh liar. Tapi tim Radar Files memutuskan ulang menuju makam tersebut. Degup jantung tak beraturan, dan selayang kami terdiam, menyaksikan makam itu yang bergaya illuminati. Saya pun mencoba membesut lumut-lumut yang menempel. Berbekal memori buku Codex Magica, Secret Signs, Mysterious, and Hidden Codex of the Illuminati karya Texe Marrs jejak itu mulai terungkap. “Mereka ada di mana-mana. Cerdik menyamar. Tayang di TV, terselip di berbagai majalah, dan bersembunyi di biro periklanan yang berpengaruh. Terkadang keberadaan mereka tidak kentara atau tanpa disadari,” kata Texe Marrs. Dugaan purnawirawan perwira karir USAF ini, bisa saja jadi benar. Tanpa disadari. Pada galibnya, Illuminati seringkali didefinisikan sebagai organisasi terselubung atau intrik. Mereka diyakini sebagai konspirator untuk mendalangi dan mengendalikan berbagai peristiwa di dunia melalui pemerintah atau korporasi demi mendirikan tatanan dunia baru. Kini, lambang, simbol dan prasasti tersebut meninggalkan jejaknya di Kawasan Pabrik Gula Gempol, tahun 1847. Jika dilihat kasat mata, makam berbentuk segitiga itu memiliki makna penting dalam semua ranah Illuminati. Baik dalam upacara ritual Rosicrucian dan kaum Mason. Segitiga selalu dipakai. Ordo Rosicrucian sangat bergantung pada segitiga sebagai media untuk menanamkan dan menyampaikan ajarannya kepada kandidat yang naik derajat. Mungkin saja. Jasad orang yang berada di makam tersebut, adalah orang yang dinaikkan derajatnya. Kultus Teosofi Helena Blavatsky yang terkenal di seluruh dunia dan turunannya, Lucis Trust, dipimpin selama bertahun-tahun oleh penulis okultisme produktif, Alice Bailey, juga mengadopsi segitiga sebagai simbol ajaran mereka. Tahun 1937, Lucis Trust mendirikan cabang kelompok bernama Triangles yang saat ini menganjurkan orang-orang di seluruh dunia untuk bergabung dalam jaringan mereka. Mereka membentuk kelompok segitiga lokal berisi tiga orang yang sering datang bersama-sama dan bermeditasi. Artinya, dilihat dari sejarahnya, temuan makam berbentuk illuminati ini, melengkapi pelawatan gerakan theosofi di Indonesia. Majalah Indisch Macconniek Tjidschrift, No 11, Agustus 1941 dan No 1 Oktober 1941, milik kelompok Freemasonry yang terbit di Semarang menulis keberadaan loge-loge Freemasonry di Hindia Belanda yang satu sama lain saling berhubungan. Majalah itu menulis aktivis Freemasonry yang disebut bro. Nama loge Chirebon, Bro G. van Owerkerk. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: