Kapolri Beberkan Rekening Jumbo

Kapolri Beberkan Rekening Jumbo

JAKARTA - Desakan publik yang begitu besar agar penyelidikan rekening mencurigakan segera dibuka di respon Polri. Korps Bhayangkara berjanji lusa (Jumat 16/7) hasil klarifikasi itu diumumkan. Tak tanggung-tanggung, Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri sendiri yang akan mengumumkan. ”Nanti Bapak Kapolri akan didampingi PPATK untuk umumkan itu,” ujar Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Marwoto Soeto kemarin ( 13/07). Semua hasil analisis laporan PPATK akan dibeber disertai perkembangan kasusnya sampai dimana. Mantan Kapoltabes Samarinda Kaltim itu menambahkan, soal klarifikasi rekening sudah ada tim sendiri yang menangani. Tim itu yang akan membuat laporan kepada Kapolri dan hasilnya dibuka. “Saya sendiri tidak tahu hasilnya. Anda tunggu saja deh Jumat,” katanya. Rekening mencurigakan sejumlah perwira polisi pertama kali diungkap oleh Tama Satrya Langkun dari Indonesian Corruption Watch (ICW) pada Mei 2010. Saat itu Tama menyampaikan bahwa salah satu jenderal polisi punya rekening Rp95 M yang asal muasalnya tidak jelas. ICW lantas melaporkan secara resmi temuan mereka pada Satgas Pemberantasan Mafia Hukum pada 16 Juni 2010. Polemik soal rekening tambah panas ketika majalah Tempo menuliskan laporan utamanya dengan judul Rekening Gendut Perwira Polisi edisi 28 Juni - 4 Juli 2010. Mabes Polri sempat tersinggung dengan kover celengan babi dan berencana menempuh jalur hukum. Namun, polemik itu diselesaikan secara damai di Dewan Pers pada Senin 5 Juli. Sehari setelah perjanjian damai itu diteken, kantor Tempo di jalan Proklamasi Jakarta Pusat dilempar bom molotov. Pelakunya dua orang berjaket kulit hitam menunggang motor. Kamis 8 Juli dinihari, Tama Satrya Langkun diserang sejumlah orang usai menonton pertandingan bola Jerman lawan Spanyol di Kemang. Teman Tama, Khadafi tak terluka sama sekali dalam insiden itu. Pada sejumlah aktivis LSM yang menemuinya Senin (12/7) lalu, Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri berjanji akan segera mengungkap kasus penganiayaan Tama dan juga mengumumkan hasil klarifikasi rekening. Hari ini (Rabu), sejumlah aktivis akan kembali menemui Kapolri. “Kami akan membahas tentang maraknya kekerasan yang menimpa kalangan sipil. Termasuk juga penyerangan oleh kelompok-kelompok bersenjata yang semakin mengkhawatirkan,” kata Wakil 1 Koordinator Kontras Indria Fernida kemarin. Pertemuan itu akan dihelat di ruang tamu Kapolri jam 13 nanti. “Kita berharap media bisa ikut di dalam , tapi sebagai tamu ya kami terserah tuan rumahnya (polri),” ujarnya. Secara terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Boy Rafli Amar meminta pelaku penganiayaan Tama segera menyerah. “Kami sudah ketahui identitasnya,” katanya saat dihubungi kemarin. Selama pemeriksaan, sebanyak 13 saksi sudah memberi keterangan. “Jadi, kami imbau saja agar segera menuju polsek terdekat dan menyerahkan diri,” kata Boy. Kelompok mana yang menyerang Tama? Menurut Boy, tim gabungan Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Selatan sudah melakukan identifikasi. “Pada saatnya masyarakat akan tahu. Doakan saja segera tuntas,” kata mantan Kanit Negosiasi Subden Penindak Detasemen Khusus 88 Mabes Polri itu. Di bagian lain, pemulihan kondisi aktivis ICW korban penganiayaan orang tak dikenal, Tama Satrya Langkun, berlangsung relatif cepat. Kemarin (13/7), Tama telah keluar dari Rumah Sakit Asri, di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan. Begitu keluar dari rumah sakit, Tama didampingi rekan-rekannya di ICW mendatangi kantor LPSK untuk meminta perlindungan atas dirinya. Tama beserta Febri Diansyah, Emerson Yuntho dan Adnan Topan Husodo tiba di LPSK pukul 13.00. Emerson menuturkan, pihak Tama berhak mengajukan perlindungan. “Karena kasus ini juga berpotensi menimpa aktivis yang lain, jadi harus ada upaya yang sistematis untuk melindungi aktivis anti korupsi,”paparnya. Sementara itu, menurut Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai, pihaknya belum bisa memberikan perlindungan terhadap Tama. Sebab, ada sejumlah prosedur yang harus dipenuhi. “Proses pengumpulan data oleh tim analisis dari tim, kemudian risalah yang dibawa ke rapat paripurna yang menentukan yang bersangkutan dilindungi atau tidak,” paparnya. Meski begitu, lanjut dia, LPSK memiliki sistem perlindungan sementara hingga ada putusan dari rapat paripurna. Salah satu cara yang bisa diupayakan adalah dengan penyediaan safe house. “Tapi itu tergantung yang bersangkutan,” imbuhnya. Secara terpisah, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengaku bisa memahami keinginan para aktivis untuk mendapat perlakuan khusus. Terutama setelah terjadi pengeroyokan terhadap aktivis ICW, Tama Satrya Langkun. Namun, Taufik tak sepakat jika harus dibuat undang-undang khusus. “Saya bukannya ingin mengurangi semangat para aktivis. Tapi, sebuah undang-undang harus bersifat umum dan dipakai keseluruhan masyarakat,” kata Sekjen DPP PAN itu. Menurut Taufik, tanpa membuat aturan baru sekalipun, pemerintah melalui aparat penegak hukum berkewajiban untuk melindungi keamanan para warganya. Dalam konteks peran aktivis dalam mengungkap kasus korupsi, dia kembali mengingatkan keberadaan UU LPSK. “Mungkin efektivitas implementasinya yang masih perlu ditingkatkan oleh pemerintah,” ujarnya. Dia menambahkan langkah Presiden SBY untuk membesuk Tama merupakan bentuk dukungan moril yang sangat konkrit dari seorang kepala pemerintahan terhadap para aktivis. “Jadi, tanpa undang-undang apapun, ini sudah menjadi semacam konvensi yang harus ditindaklanjuti aparat hukum,” tegas Taufik. Sekjen DPP Partai Golkar Idrus Marham berpandangan sama. Menurut dia, tidak perlu ada UU khusus tersebut. “Tidak boleh ada anak emas,” katanya. Dia menyebut sudah ada LPSK yang diberi amanat undang-undang untuk melindungi saksi, maupun korban.(rdl/ken/pri)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: