Bisnis Makin Mudah, Ranking Indonesia Melonjak dari Posisi 106 Ke 91
JAKARTA- Kerja keras pemerintah Indonesia memperbaiki kemudahan berusaha atau ease of doing business (EODB) akhirnya membuahkan hasil. Merujuk hasil survei terbaru, Bank Dunia menempatkan Indonesia sebagai negara teratas dalam top reformer perbaikan kemudahan berusaha pada daftar EODB 2017. Peringkat Indonesia melonjak signifikan dari sebelumnya 106 menjadi 91. Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves mengatakan, hasil survei tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara teratas yang memperbaiki tujuh reformasi indikator secara sekaligus. Yaitu, starting a business, getting electricity, registering property, getting credit, paying taxes, trading across border, dan enforcing contracts. “Pemerintah Indonesia telah melakukan banyak hal untuk meningkatkan lingkungan usaha bagi sektor swasta, khususnya dalam tiga tahun terakhir,” ujar Rodrigo di Jakarta kemarin. Bank Dunia mengukur kemudahan berusaha tersebut di dua kota. Yakni, Jakarta dan Surabaya. Di dua kota besar tersebut, terbukti proses mendapatkan sambungan listrik untuk pergudangan menjadi lebih cepat setelah adanya penambahan pasokan dari penyedia layanan. Hal itu berakibat pada berkurangnya waktu yang diperlukan bagi kontraktor untuk melakukan pekerjaan luar. Di Surabaya penyedia layanan listrik juga menyederhanakan proses permintaan sambungan baru sehingga memudahkan pengusaha memperoleh suplai setrum. Saat ini di Indonesia rata-rata hanya diperlukan 58 hari bagi sebuah usaha untuk memperoleh sambungan listrik jika dibandingkan dengan tahun lalu 79 hari. Selain itu, beberapa reformasi dalam satu tahun terakhir ditujukan untuk menerapkan atau mendorong penggunaan sistem online. Misalnya, memulai usaha menjadi lebih mudah karena adanya berbagai sistem online yang fungsional. Saat ini seorang pebisnis hanya memerlukan 25 hari untuk memulai sebuah usaha daripada sebelumnya 48 hari. Proses pendaftaran properti juga dipermudah melalui digitalisasi pencatatan tanah dan pembuatan sistem informasi geografis. Selain itu, pembayaran pajak sekarang menjadi lebih mudah setelah adanya sistem online. Begitu pula pendaftaran dan pembayaran iuran kesehatan. Reformasi tersebut berhasil menurunkan jumlah pembayaran terkait pajak menjadi 43 per tahun daripada sebelumnya 54. Menkeu Sri Mulyani mengapresiasi kenaikan peringkat kemudahan berusaha oleh Bank Dunia tersebut. Pihaknya meyakini, kenaikan peringkat itu akan memberikan angin segar bagi pertumbuhan investasi di Indonesia. “Insya Allah, akan memberikan confidence dan menarik lebih banyak kepercayaan (investor),” ujarnya di gedung DPR kemarin. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong menyambut positif hasil yang dicapai dari berbagai deregulasi yang dilakukan pemerintah. “Kenaikan 15 peringkat dalam satu tahun adalah lonjakan cukup tinggi,” ujarnya kemarin. Thomas menilai, Presiden Joko Widodo selalu mengingatkan pentingnya pemerintah memperbaiki dan mengupayakan kemudahan berusaha yang termasuk dalam Paket Kebijakan Ekonomi XII. PERTUMBUHAN 5,1 PERSEN Sementara itu, setelah melalui pembahasan panjang, DPR akhirnya mengesahkan UU APBN 2017 dalam sidang paripurna di DPR kemarin (26/10). Dalam pengesahan tersebut, beberapa asumsi makro yang disepakati adalah pertumbuhan ekonomi 5,1 persen; inflasi 4 persen; dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rp 13.300 per USD. Menkeu Sri Mulyani Indrawati menguraikan, penetapan proyeksi indikator ekonomi makro tersebut mencerminkan kondisi ekonomi yang realistis. Hal itu disesuaikan dengan perkiraan tantangan ekonomi global dan kondisi nasional yang perlu dijaga pertumbuhannya pada 2017. Untuk mencapai sasaran indikator makro tersebut, pemerintah konsisten mendorong sumber pertumbuhan ekonomi nasional. “Dengan cara memperbaiki iklim investasi melalui berbagai paket kebijakan ekonomi, koordinasi kebijakan dengan BI untuk menjaga stabilitas dan pemberian insentif pada dunia usaha, serta pembangunan infrastruktur,” paparnya. Sri Mulyani menuturkan, pertumbuhan ekonomi tahun depan sebaiknya tidak sekadar mengandalkan APBN. Tetapi, juga melibatkan swasta, khususnya melalui investasi. Karena itu, kenaikan peringkat kemudahan berusaha memberikan dampak positif bagi keterlibatan swasta dalam pertumbuhan investasi domestik. ”Jadi, bisa seimbang antara fiskal dan nonfiskal kalau dari sisi pertumbuhannya,” ujarnya. Dalam APBN 2017, pemerintah menetapkan target penerimaan negara Rp1.750,3 triliun. Nilai tersebut naik Rp12,7 triliun dari usul semula. Dari target tersebut, penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) direncanakan Rp1.498,9 triliun dan Rp250 triliun. Target penerimaan perpajakan itu naik 13–15 persen dari realisasi penerimaan tahun ini. Menurut Ani –sapaan akrabnya–, target penerimaan tersebut sudah disesuaikan dengan kondisi ekonomi yang realistis, termasuk program pengampunan pajak. Untuk mencapai target penerimaan itu, pemerintah melanjutkan reformasi di bidang perpajakan dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Dari sisi belanja, pemerintah menaikkan anggaran Rp10 triliun dari usulan awal menjadi Rp2.080,5 triliun. Anggaran belanja tersebut terdiri atas kementerian dan lembaga (K/L) dan non K/L masing-masing Rp763,6 triliun dan Rp552 triliun. Kemudian, anggaran transfer daerah dan dana desa masing-masing Rp704,9 triliun dan Rp60 triliun. Berdasar target penerimaan dan belanja tersebut, pemerintah menetapkan defisit anggaran Rp330,2 triliun atau 2,41 persen terhadap PDB tahun depan. Sebelumnya, Ani sempat mengatakan bahwa defisit anggaran merupakan hal yang sulit dihindari. Sebab, hal itu diperlukan untuk menciptakan momentum pertumbuhan ekonomi sehingga beban dan tambahan utang tahun depan bisa menghasilkan kegiatan ekonomi yang produktif. “Belanja memang dibutuhkan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, penerimaan negara juga cukup ambisius dengan memacu pertumbuhan penerimaan perpajakan sekitar 13–15 persen. Maka, defisit tidak bisa dihindari,” tuturnya. (ken/c6/oki)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: