Warga Kanci Masih Tuntut Pembayaran Tanah PLTU

Warga Kanci Masih Tuntut Pembayaran Tanah PLTU

ASTANAJAPURA - Manajemen Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) memberikan janji manis kepada warga yang melakukan aksi tuntutan pembayaran lahan PLTU II. \"Sudah ada pertemuan, katanya tiga hari sejak Sabtu, tuntutan pembayaran lahan mau dipenuhi, tapi sampai sekarang belum, mundur lagi,\" tukas perwakilan warga, Rasima, yang tinggal di Blok Kandawaru, Desa Kanci, Kecamatan Astanajapura, Senin (31/10). Warga pun memblokir pintu proyek pembangunan PLTU II kembali, dengan menggembok dan mendirikan tenda di sana. Menurutnya, aksi aparat kepolisian dalam mengamankan demonstrasi terlalu berlebihan, dengan mengerahkan ratusan aparat. Padahal tidak ada niat warga untuk membobol PLTU. Sebaliknya, masyarakat sendiri yang kehilangan lahannya. Sehingga membuat warga berbenturan dengan aparat kepolisian. Menurutnya, warga tetap menginginkan pembayaran yang layak. Hingga kini pihaknya belum mendapatkan pembayaran lahan tersebut. Pembayaran yang dilakukan PLTU sebesar Rp2.000/meter, dinilai tidak layak dan salah sasaran. Pembayaran lahan itu pun bukan diterima oleh pemilik lahan. Akan tetapi diterima para penggarap. Pemilik lahan, lanjut dia, menginginkan pembayaran lahan Rp30 ribu/meter. \"Kalau tidak dipenuhi, kita akan bertempur sampai mati, dan membawa aspirasi ke pak Jokowi,\" ujarnya. Menanggapi tuntutan ini, Manajemen PLTU Cirebon menyatakan hingga saat ini tidak ada persoalan lahan dalam area proyek, atau Power Block PLTU II. “Kalau dari kami clear soal lahan. PLTU II ini kan dibangun di lahan milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang kami sewa. Namun menerima banyaknya aspirasi warga soal lahan ini, kami pun sudah melakukan pemeriksaan ulang terkait lahan-lahan yang dimaksud. Dan hasilnya, kami bisa nyatakan bahwa tidak ada persoalan lahan di area PLTU 2,” jelas Vice Presiden Direktur PLTU Cirebon, Heru Dewanto. Di lain sisi, Heru menambahkan apabila memang ada bidang-bidang lahan yang belum selesai, maka PLTU II mempersilakan pihak-pihak terkait untuk melaporkan dengan membawa bukti-bukti. “Apabila memang tanah itu kami gunakan, dan tanah itu belum pernah dibebaskan sebelumnya, dan pemilik bisa menunjukkan bukti-bukti yang sah, juga termasuk lokasi persis dari tanah yang dimaksud, kami beli,” tandas Heru. Dia menegaskan, tanah yang digunakan dalam area PLTU 2 masuk dalam daftar Barang Milik Negara (BMN) seperti tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan No 06/MK.6/WKN.07/KNL.02/2013. PLTU Cirebon menyewa sesuai aturan yang berlaku dalam Peraturan Menteri Keuangan No 78/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan BMN. Aksi unjuk rasa Jumat, 29 Oktober 2016 menyisakan sejumlah kerusakan. Pagar pembatas PLTU 2 rusak sepanjang 110 meter. Direktur PLTU Cirebon Teguh Haryono mengatakan, pihaknya sangat menghormati hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat. Pihaknya dengan senang hati menerima masukan-masukan tersebut. \"Akan kami tindak lanjuti dengan serius. Namun kami menyayangkan aksi perusakan yang dilakukan, terutama di saat dialog-dialog dengan berbagai pihak sedang berlangsung. Terkait perusakan ini, kami sedang mempertimbangkan untuk mengambil langkah hukum,” lanjut Teguh. PLTU Cirebon terus memegang teguh komitmen untuk menjadi tetangga yang baik dan menjadi bagian dari masyarakat yang memberikan kontribusi positif untuk lingkungan sekitar. “Kalau ada yang belum maksimal, mohon kami diingatkan juga. Tentu dengan tetap memperhatikan ketertiban dan kebaikan bersama,” kata Teguh. (jml)      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: