5th Anniversary Pelita; Meriahnya Tari Puspanjali Disambung Qasidah Perdamaian

5th Anniversary Pelita; Meriahnya Tari Puspanjali Disambung Qasidah Perdamaian

Perbedaan latar belakang budaya dan keyakinan begitu terlihat. Tapi, sisi kontras itu seolah lebur dalam balutan kebhinekaan. Laporan: MIKE DWI SETIAWATI, Kesambi TARI Puspanjali yang biasa digelar pada seremonial adat di Bali ditampilkan oleh anak-anak Pure Agung Jati Pramana. Kemudian, ada drama kolosal \"Asoka\" dari Pemuda Therravda Indonesia (Patria). Selang berapa menit, syair dan nasihat yang disuguhkan putri-putri dari komunitas jemaat. Disusul qasidah perdamaian. Sebuah suguhan yang menampilkan pesan-pesan perdamaian dalam 5th Anniversary Pemuda Lintas Iman (Pelita) Cirebon. Pemuda-pemudi dengan latar belakang keyakinan yang berbeda hadir dengan wajah ceria berkumpul dalam suasana yang hangat. Sebuah malam yang mengesankan di Gedung Kesenian Rarasantang. Kehadiran yang didorong dengan ketulusan nurani dan semangat yang sama untuk membangun sinergi serta kebersamaan. Perwujudan sebuah persaudaraan dan cita kemanusiaan semesta di tengah fenomena dan praktik-praktik kekerasan atas nama agama. Ketika ancaman kebhinekaan Indonesia dilanda hantaman dengan beragam pengukuhan kebenaran yang dilandaskan berdasarkan atas nama agama terus disuarakan meluluhlantahkan kebersamaan, Pelita hadir mengukuhkan Kebhinnekaan. Pelita hadir memberikan cahaya kebersamaan, dalam momentum tersebut. Seperti orasi kebudayaan yang disampaikan oleh KH Husain Muhammad selaku pelindung Pelita. Dengan tema \"Kebhinekaan adalah Indonesia\", Husain menegaskan semangat perdamaian. Menurutnya, Indonesia adalah negara dengan sejuta keberagaman yang menyebar di lebih dari 17 ribu pulau. Di dalamnya ada lebih dari 1.100 suku bangsa yang berkomunikasi dengan ratusan bahasa dan dialek, ada puluhan agama, ratusan keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan sebutan yang berbeda-beda. \"Mereka beribadah kepada-Nya dengan tata cara yang berbeda-beda. Ada ribuan adat istiadat dan tradisi yang beranekaragam. Ini adalah warisan kebudayaan yang berasal dari abad silam,\" ujarnya. Keberagaman realitas masyarakat dan cita-cita untuk membangun negara bangsa Indonesia dirumuskan dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika. Berbeda-beda tapi satu. Keragaman itu tak mungkin dinafikan oleh siapapun dan dengan cara apapun. \"Maka Indonesia adalah Bhineka, dan Kebhinekaan adalah Indonesia,\" tegasnya. Husain meneruskan orasinya. Ia menilai, agama hadir untuk menjadi lilin. Cahaya yang menerangi kegelapan hati dan mencerahkan pikiran, bukan untuk membikin hati menjadi gelap dan pikiran menjadi beku. Agama dan etika kemanusiaan, tak pernah membenarkan diskriminasi, kekerasan, teror dan segala bentuk penindasan terhadap siapapun. Ada lima kalimat sakti mandraguna yang disampaikan Husain dalam orasinya. Pertama; cintai semua orang niscaya kau selalu berada di antara bunga mawar dan taman-taman surgawi, Kedua; perlakukan orang lain sebagaimana engkau ingin diperlakukan, jangan perlakukan orang lain dengan cara yang tidak engkau inginkan kepada dirimu. Ketiga; selama engkau tidak belajar bagaimana mencintai makhluk Tuhan, maka kita tidak mencintai siapapun dan tidak mengenal Tuhan dengan sebenar-benarnya, keempat; bila lilin telah kau nyalakan, janganlah memandanginya saja, bawalah ia ke tempat lain yang membutuhkan cahayanya, kelima; bila engkau merasa lelah akibat kerja-kerja baikmu, maka kebaikan itu akan langgeng dan lelah itu akan dikenang panjang, jika engkau merasa nikmat dengan kerja-kerja berdosamu, maka kenikmatan itu akan hilang dan dosa-dosa itu tetap langgeng. \"Ketika kakimu melangkah ke jalan buntu, jangan berhenti. Cari jalan-jalan lain. Perjalanan menuju puncak harapan selalu terbentang. Kita harus tetap hidup,\" pesannya. (*)    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: