TKI Asal Satu Desa Kumpul Gelar Perpisahan

TKI Asal Satu Desa Kumpul Gelar Perpisahan

NAMANYA H Syamsuri. Masih muda, 34 tahun. Sudah 15 tahun ia merantau menjadi TKI di Arab Saudi. Pertama bekerja ia menjadi cleanning service di rumah keluarga terpandang, Bin Ladin. Kesetiaannya kepada sang majikan sejak awal bekerja, membuatnya dipercaya untuk mengatur segala kebutuhan rumah tangga pengusaha itu. Sekarang pekerjaannya sudah cukup ringan. Hanya mengawasi sebuah rumah mewah lengkap dengan lapangan futsal, kolam renang, dan terdapat sebelas mobil mewah, yang jarang ditempati majikannya. \"Majikan kebanyakan tinggal di Riyadh, ke sini (Jeddah, red) hanya tiga bulan sekali, dan saat Idulfitri dan Iduladha,\" katanya saat pertama bertemu sambil mengajak saya melihat-lihat fasilitas rumah mewah majikannya. Untuk tempatnya tinggal, majikannya sudah membuatkannya rumah yang cukup nyaman di belakang rumah majikan. Nyaman karena bersih, sofa yang empuk, AC, televisi berjaringan, hingga akses internet yang tidak terbatas. Di rumah itulah H Syamsuri tinggal bersama istri dan seorang anaknya berumur 3 tahun yang diboyongnya sejak setahun lalu. Untuk menjaga rumah kosong beserta isinya milik majikan itu, H Syamsuri dibantu oleh dua TKI asal Garut dan Cianjur. \"Dua orang itu juga dibuatkan kamar, di samping rumah saya,\" ujar H Syamsuri. Bagi TKI asal Desa Pangenan, H Syamsuri, sering menjadi tempat untuk mengadu dan berkeluh kesah, terutama saat tertimpa musibah. \"Saudara-saudara kita yang kabur dari majikan, sering juga ke sini. Menginap sementara, walaupun sebetulnya berbahaya bagi saya, karena dianggap ikut menyembunyikan tenaga kerja kaburan,\" katanya. Beberapa TKI asal Desa Pangenan memang ada yang menjadi TKI ilegal, yang sekarang kerja separuh waktu (part time) dan tinggalnya selalu berpindah-pindah rumah kontrakan. Tempat kerjanya juga berpindah-pindah majikan, yang hari itu membutuhkan tenaganya. Tenaga kerja ilegal ini bayarannya lebih mahal karena mereka harus membiayai hidupnya sendiri, tidak ditanggung oleh majikan. Saat datang ke Arab Saudi sebetulnya mereka, tenaga kerja yang legal, tetapi karena mereka pergi dari tempat kerjanya sebelum habis masa kontrak, mereka menjadi tenaga kerja ilegal. Disebut ilegal karena tidak lagi memiliki paspor dan izin tinggal. Saat saya datang, sudah ada 8 orang yang menunggu di sana. Wajah-wajahnya sudah tidak asing lagi. Mereka adalah tetangga-tetangga saya di kampung halaman. Beberapa TKI telepon ke tuan rumah pertemuan mengabarkan tidak bisa hadir karena pekerjaannya yang tidak bisa ditinggalkan. Pertemuan itu makin lengkap ketika yang perempuan membuat masakan seperti layaknya di Indonesia dulu. Ada rujak kangkung, bakwan, dan juga sate kambing yang irisannya besar-besar. \"Senang ya kalau saudara pada ngumpul, seperti Lebaran di kampung,\" kata Mamah Ully, salah satu TKW di Riyadh yang saat itu berada di Jeddah. Tak terasa sudah tiga jam kami berkumpul, bercerita dan makan-makan. Selepas salat Maghrib, saya pamitan untuk kembali ke Makkah. Kami saling bersalaman dan berpelukan haru. Beberapa dari mereka menyerahkan amplop entah apa isinya. Bukan untuk saya, tetapi titip untuk keluarganya di desa. (*)

LEPAS KANGEN. TKI asal Desa/Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, ngumpul bareng di Jeddah.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: