Rp1.600 T untuk Bangun Infrastruktur Transportasi
JAKARTA – Pembangunan infrastruktur transportasi membutuhkan sokongan dana besar. Mengacu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015–2019, sektor transportasi menyedot anggaran Rp1.600 triliun. Masalahnya, pemerintah hanya mampu menyediakan anggaran melalui APBN sebesar Rp450 triliun. “Berarti kurang sekitar Rp1.200 triliun. Tidak mungkin kita biaya sendiri,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Untuk itu, Kementerian Perhubungan membentuk tim pendanaan. Tugasnya merencanakan dan mempersiapkan proyek yang akan dibiayai melalui skema pendanaan alternatif, yakni menggandeng pihak swasta dan BUMN. Tim tersebut bertugas memperluas ruang gerak fiskal melalui peningkatan penerimaan pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) untuk kegiatan pembangunan infrastruktur, serta peningkatan peran APBD, BUMN, dan swasta. Keberadaan tim pendanaan itu diharapkan mempercepat dan mempermudah kelancaran pembangunan infrastruktur perhubungan. Juga memungkinkan adanya saving dana APBN untuk bisa dialihkan ke daerah-daerah terpencil. “Misalnya pembangunan pelabuhan, yang bisa menelan dana hingga Rp50 miliar. Dengan masuknya swasta, dana bisa digunakan untuk daerah terpencil,” kata Budi. Beberapa proyek yang diusulkan untuk dapat dibiayai skema pendanaan alternatif antara lain pengembangan Terminal Mengwi di Badung (Bali), Terminal Tirtonadi di Solo, kereta express line Bandara Internasional Soekarno-Hatta, dan program pembangunan kereta cepat (high speed train) Jakarta–Surabaya. Ada juga pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung, Bandara Karawang, dan Bandara Bali Baru. Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perhubungan Carmelita Hartoto menyambut baik rencana tersebut. Menurut dia, keberhasilan pembangunan sektor transportasi menjadi tugas bersama pemerintah, pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat. Kadin siap memberikan dukungan penuh. Namun, ada beberapa kebijakan yang dirasa memberatkan. Salah satunya terkait dengan regulasi PNBP di sektor perhubungan. Penambahan dan perubahan nilai PNBP memberatkan pelaku usaha. “Kami mengapresiasi maksud dan tujuan kenaikan PNBP. Salah satunya untuk meningkatkan pelayanan dan menghilangkan pungutan liar. Tapi, ini memberatkan,” katanya. Carmelita berharap pemerintah dapat membuat perizinan yang sederhana. Selain itu, pembayaran PNBP bisa dilakukan secara full online. Hal tersebut bertujuan menghilangkan praktik pungli. (mia/c9/ca)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: