Pasca Kisruh Lahan BIJB (1); Aktivitas Warga Sukamulya Berangsur Normal

Pasca Kisruh Lahan BIJB (1); Aktivitas Warga Sukamulya Berangsur Normal

MAJALENGKA - Pasca kisruh warga dengan aparat keamanan, situasi Desa Sukamulya, Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka, mulai tenang. Aktivitas warga saat ini mulai berangsur normal. Aparat gabungan dari TNI dan Polri yang sempat menduduki Desa Sukamulya sudah ditarik mundur, Sabtu (19/11). Namun, warga masih tampak menyimpan rasa waswas. Kisruh berlangsung saat pengukuran lahan untuk pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BJB), Kamis (17/11) lalu. Bentrokan pecah karena proses negosiasi tidak menemukan titik solusi. Selain mengalami luka-luka di kedua belah pihak, 6 warga Sukamulya ditangkap dan gelandang ke Mapolda Jabar. Enam warga itu Tarjo (50), Jaenudin (27) dan Atam Dastam (36). Kemudian Darni (66) Sunardi (45) dan Carsiman (44). Saat ini, tiga nama pertama sudah dibebaskan. Sementara tiga nama terakhir masih ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka Kepolisai Daerah Jawa Barat (Polda Jabar). Saat radarcirebon.com menyambangi Balai Desa Sukamluya, Minggu (20/11) sore, sejumlah warga masih tampak bergerombol. Tapi, kondisi itu terbilang lengang. Karena menurut warga, tiga hari sebelumnya situasi Desa Sukamulya mencekam. Aparat gabungan pasca bentrokan, Kamis (17/11) hingga Sabtu (19/11), sempat membuat tenda-tenda di sekitar rumah warga Desa Sukamulya. Karena itu Warga memilih tidur di balai desa. Warga trauma melihat Darni ditangkap aparat di rumahnya saat hendak menunaikan salat Asar. Selain tidur di balai desa, warga membuat dapur umum untuk makan bersama. Praktis, selama tiga hari sejak Kamis sampai Sabtu (17-19/11), aktivitas sehari-hari warga, terutama ekonomi, terhenti. Aktivitas anak-anak yang biasanya pagi sekolah, sore mengaji juga terhenti. Warga Desa Sukamulya menyayangkan tindakan polisi menangkap enam rekannya yang dianggap melawan aparat kemanan. Ketepel mejadi bukti rekannya ditangkap juga tidak mendasar. \"Kalau warga sini (Sukamulya, red), sudah jadi kebiasaan sehari-hari. Ketepel itu sama dengan bawa golok atau cangkul. Karena pekerjaan warga mayoritas bertani dan berkebun. Terus lingkungan kita dekat dengan hutan,\" kata Heri (66) warga Desa Sukamulya. Terkait bentrokan, menurut Heri, warga hanya mempertahankan lahannya dari upaya pengukuran petugas. Karena sejauh ini, pihak BIJB belum membuat kesepakatan dengan warga Desa Sukamulya. Bahkan menurutnya, yang memicu bentrokan itu aparat keamanan dengan menembakkan gas air mata kepada warga. Banyak warga yang mengalami luka bakar akibat tembakan gas air mata. \"Kami duduk di lahan kami membaca salawatan. Bahkan ada ibu-ibu yang telanjang agar tidak terjadi bentrokan. Tapi situasi tidak terkendali. Jadi, kami hanya mempertahankan lahan,\" tegas Heri. \"Sebenarnya kami tidak menolak pembangunan. Tapi tolong dengan cara-cara manusiawi. Sosialisasi dulu. Nanti kan ada solusi. Ini sih gak ada sama sekali sosialisasi,\" ujarnya lagi. Terkait warga yang sudah menjual tanahnya sekitar 12 hektare bahkan saat pengukuran mencapai 33 hektare, menurut Heri, merupakan tindakan sepihak. Artinya, tanpa melalui pemerintah desa. Terlebih menurutnya, luas wilayah Desa Sukamulya mencapai 730.743 hektare. Khusus wilayah persawahan mencapai 618.261 hektare. \"Jadi mereka yang menjual itu sebagian kecil saja. Sementara mayoritas warga menghendaki relokasi,\" tegas Heri. Hal itu dibenarkan Kuwu Desa Sukamulya, Bone. Menurutnya, warganya yang menjual tanah kepada pihak BJB tanpa koordinasi dengan pemerintah desa. \"Itu hak mereka. Tapi hargai juga hak warga lain,\" kata Bone. (hsn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: