2016, Sudah 1.572 Kasus DBD Menyerang Warga

2016, Sudah 1.572 Kasus DBD Menyerang Warga

SUMBER - Wilayah Kabupaten Cirebon paling kompleks digandrungi berbagai penyakit dibandingkan kota/kabupaten tetangga. Pasalnya, karakter orang Cirebon memiliki etos kerja yang tinggi. Di samping itu, saat ini Cirebon sebagai daerah transit. Demikian disampaikan Kasi Pengawasan Penyakit pada Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit, Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon Dedi Supriyatnataris, saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (24/11). Menurut dia, ada penyakit atau virus yang berasal dari luar Jawa, sehingga masuk di data Dinas Kesehatan. Contoh kecilnya, banyak warga Cirebon yang merantau ke luar daerah, bahkan keluar pulau Jawa. Saat pulang kembali ke kampung halamannya, mereka dalam keadaan sakit. Maka, penyakit yang dialami warga Cirebon itu menjadi penanganan Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon. “Yang terpantau oleh kita, virus yang masuk dari luar Kota/Kabupaten Cirebon itu merupakan penyakit malaria. Berdasarkan data di triwulan ke tiga (September), kami menemukan 8 kasus malaria yang ada di Kabupaten  Cirebon,” ujar Dedi. Menurutnya, penyakit malaria berasal dari virus vasivarum, nyamuknya jenis Anopleles. Berbeda dengan virus Demam Berdarah Dengue (DBD) yang disebabkan jenis nyamuk aedes aegypti. Perbedaannya, untuk penyakit malaria tidak bisa menular, sedangkan DBD bisa menular. “Penyakit malaria yang disebabkan nyamuk Anopleles, di Cirebon tidak bisa berkembang biak, karena berbeda iklim. Biasanya, nyamuk itu berkembang di air payau, atau hutan bakau. Tapi, untuk DBD hampir di semua daerah dapat berkembang biak, di tempat yang cuacanya tidak menentu, seperti panas, kemudian hujan,” terangnya. Dia mengimbau agar warga berhati-hati dengan penyakit DBD. Sebab, nyamuk tersebut berkembang biak di tempat-tempat lembab. Bahkan, telur nyamuk aedes aegypti ini, meski dalam keadaan musim panas berkepanjangan, tidak terkena air sedikit pun, telur tersebut tetap hidup selama satu tahun. “Jadi, pada saat musim hujan tiba, telur tersebut bisa tumbuh dan berkembang lagi menjadi nyamuk yang berbahaya,” paparnya. Dia mengaku, pihaknya tidak bisa memberantas DBD di wilayah Kabupaten Cirebon. Sebab, berkembangbiaknya nyamuk tersebut tergantung dari perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di lingkungan sekitar. Kemudian, virus tersebut mudah menyerang orang yang memiliki daya tahan tubuh lemah. “Upaya fogging sudah kita lakukan. Tapi, pada prinsipnya fogging itu hanya untuk memutus mata rantai penularan. Tapi, tidak membunuh jentik-jentiknya. Kalau untuk membunuh jentiknya, maka harus menggunakan obat pembasmi jentik nyamuk,” tuturnya. Untuk menghindari berkembangbiaknya sarang nyamuk, kata Dedi, masyarakat pun harus melakukan upaya dengan cara menutup penampungan air, menguras kamar mandi dan mengubur barang bekas bisa menimbulkan genangan air. Dedi mengungkapkan, jenis penyakit paling kompleks di wilayah Kabupaten Cirebon sepanjang tahun 2016 ini ada empat, yakni, DBD, malaria, campak, dan difteri. Ke empat penyakit ini tersebar secara merata di wilayah Kabupaten Cirebon. Berdasarkan data terakhir sampai bulan September, ada 240 kasus campak yang tersebar di 14 desa, seperti Desa Kalisapu, Pasindangan, Mertapada Wetan, Cibogo, Balerante, Kalisari, Japurabakti, Megu, Slangit, Sitiwinangun, Bakung Lor, Bodesari dan Beber serta Desa Munjul. “Untuk data di bulan Oktober belum kami analisa. Meski demikian, semua laporan tentang penyakit yang ada di Kabupaten Cirebon setiap minggu dari 57 puskesmas masuk ke kita, terutama laporan Kejadian Luar Biasa (KLB),” imbuhnya. Sedangkan untuk penyakit difteri, Dinas Kesehatan menemukan 16 kasus dengan nol kematian. Malaria ada 8 kasus, filariasis (penyakit kaki gajah) 1 kasus, leptospirosis (infeksi bakteri hewan) ada 1 kasus dengan nol kematian. Terpisah, Kasi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Nanang Ruhyana mengatakan, jumlah kasus DBD di Kabupaten Cirebon tahun ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Sejak bulan Januari sampai September 2016, ada 1.572 kasus DBD. Dari jumlah tersebut, 16 orang meninggal akibat DBD. Sedangkan di tahun 2015 lalu, kasus DBD hanya 1.247 jiwa. Tapi, angka kematiannya cukup tinggi di angka 42. “Menurut kami, tingginya kasus DBD tahun 2016 ini merupakan puncak dari siklus lima tahunan,” katanya. Nanang menyampaikan, untuk menekan upaya angka kasus DBD di Kabupaten Cirebon, pihaknya melakukan kegiatan satu rumah satu jumantik (juru pemantau jentik) dengan membentuk duta pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Sebagai sample, pihaknya menaruh ratusan kader di Kecamatan Depok yang dianggap paling tinggi dalam kasus DBD-nya. “Dalam kegiatan ini, tentu kami melibatkan banyak kader posyandu yang ada di setiap kecamatan. Namun, yang sedang berjalan baru di Kecamatan Panguragan, Kapetakan dan Kecamatan Depok, Desa Waruroyom,” ucapnya. Dia menambahkan, di daerah manapun sulit untuk memberantas DBD. Paling tidak, dapat meminimalisasi dengan cara 3M, menutup, mengubur, menguras tempat penampungan air. “Jadi pada intinya, kita semua harus bisa mengubah pola hidup yang kurang baik dengan pola hidup bersih dan sehat (PHBS),” pungkasnya. (sam)    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: