Dahlan: Saya Akan Jalani Proses Peradilan dengan Tabah
JAKARTA - Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan menunjukkan sikap kenegarawanannya. Dia menerima putusan hakim yang menolak praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka kasus korupsi di PT Panca Wira Usaha (PWU) Jatim. Padahal, putusan itu terkesan janggal. “Saya siap menjalani proses peradilan sebagaimana mestinya dengan tabah,” kata Dahlan, Kamis (24/11). Sikap itu juga disampaikan mantan Dirut PLN tersebut melalui akun Twitter-nya: @iskan_dahlan. Pernyataan Dahlan tersebut langsung disambut positif para netizen. Mereka bersimpati atas sikap Dahlan. Misalnya, akun @haryanto_tungu yang menulis, “Semangat Pak, saya warga Cirebon berdoa untuk Bapak”. Pemilik akun @enggarchiptz juga menyampaikan dukungannya. “Tetap semangat dan sehat ya Pak, Allah tidak pernah meninggalkan hambanya.#rakyatpercaya,” ucap Enggar. Sebagaimana diketahui, hakim tunggal Pengadilan Negeri Surabaya Ferdinandus menolak gugatan praperadilan yang diajukan Dahlan Iskan kemarin. “Berdasar pertimbangan-pertimbangan di atas, permohonan pemohon tidak cukup beralasan sehingga dinyatakan ditolak,” ucap Ferdinandus. Dalam salah satu pertimbangannya, hakim menganggap jaksa telah melakukan serangkaian proses penyidikan setelah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) tanggal 30 Juni 2016. Pertimbangan itu aneh. Sebab, penetapan Dahlan sebagai tersangka didasarkan pada sprindik tanggal 27 Oktober 2016. Penetapan Dahlan sebagai tersangka atas dasar sprindik 27 Oktober 2016 dianggap tidak sah karena tidak didahului pemeriksaan saksi. Tidak sahnya sprindik 27 Oktober itu juga diakui para ahli. Baik yang dihadirkan pemohon (Dahlan) maupun termohon (Kejati Jatim). Saksi yang dihadirkan Kejati Jatim Adnan Paslyadja, misalnya. Dia menyatakan, salah satu pelanggaran fatal penyidik adalah tidak diberikannya hak tersangka untuk menghadirkan saksi meringankan. Penetapan Dahlan sebagai tersangka memang terkesan dipaksakan. Pada 27 Oktober lalu, dia menjalani pemeriksaan secara maraton, baik sebagai saksi maupun tersangka. Saat itu pula Dahlan langsung ditahan. Ketika Dahlan hendak menguji penetapan tersangkanya, penyidik justru bertindak culas. Mereka dengan berbagai cara yang tak lumrah melimpahkan berkas Dahlan ke jaksa penuntut umum. Padahal, pengajuan saksi a decharge (meringankan) yang disampaikan Dahlan belum dikabulkan. Sejumlah proses pelimpahan pun dilakukan secara tidak wajar. Misalnya, memaksa melimpahkan perkara dan tersangka malam-malam. Bahkan, dalam kondisi sakit di rumah sakit, Dahlan tetap dipaksa menandatangani berkas. Kejati Jatim selaku termohon tentu saja senang atas putusan tersebut. Mereka mendapat pembenaran atas begitu banyak kesewenang-wenangan yang telah dilakukan. “Tahap dan prosedur yang kami lakukan sudah benar. Karena itulah tim sependapat dengan hakim,” kata jaksa Rhein E. Singal. Meski menyatakan menghormati putusan tersebut, tim kuasa hukum Dahlan sangat kecewa. Mereka menilai putusan itu sangat janggal. Terutama terkait dengan penetapan tersangka yang didasarkan pada sprindik 30 Juni 2016. Kuasa hukum Dahlan, Pieter Talaway, menyatakan, objek praperadilan yang diajukan terkait dengan tidak sahnya penerbitan sprindik 27 Oktober 2016. Sprindik itulah yang menjadi dasar penetapan Dahlan sebagai tersangka. “Jadi, yang kami ajukan bukan sprindik lain. Namun, yang dijadikan pertimbangan hakim justru sprindik 30 Juni 2016,” ujar Pieter. Sprindik 27 Oktober 2016 itu sebenarnya sudah diajukan sebagai barang bukti. Tetapi, bukti tersebut tidak digunakan sama sekali dalam pertimbangan hakim. Sikap kejaksaan yang tidak memberi Dahlan kesempatan mengajukan saksi a decharge pun tidak dijadikan pertimbangan hakim Ferdinandus. Padahal, itu jelas-jelas pelanggaran terhadap hak seseorang yang dijadikan tersangka. (atm/c5/ang)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: