ICW: Jaksa Fauzi Tak Bermain Sendiri

ICW: Jaksa Fauzi Tak Bermain Sendiri

JAKARTA- Indonesia Corruption Watch (ICW) angkat suara soal Ahmad Fauzi, jaksa di Kejati Jatim yang ditangkap karena menerima uang hasil memeras sebesar Rp1,5 miliar. ICW menyoroti pernyataan Jaksa Agung HM Prasetyo yang langsung buru-buru menyebut Fauzi pelaku tunggal. Peneliti ICW, Febri Hendri menyatakan terlalu dini jika Jaksa Agung Prasetyo mengatakan suap itu dilakukan sendiri oleh jaksa Fauzi. Jaksa Agung terkesan memagari dan berusaha melokalisir agar kasus itu tidak menyeret pejabat Kejati Jatim. Padahal, kata dia, tidak menutup kemungkinan atasan Fauzi terlibat dalam suap yang nilainya cukup besar itu. Baik itu pejabat yang langsung di atasnya atau pujuk pimpinan Kejati Jatim. Apalagi Fauzi hanya jaksa biasa yang tak mungkin bermain sendiri. Dia tidak mempunyai kewenangan untuk memutuskan kebijakan. Selain itu, penanganan perkara surat tanah itu juga ditangani tim, bukan Fauzi sendiri. “Jaksa Agung jangan terburu-buru menyatakan pelakunya tunggal. Didalami dulu untuk mencari keterlibatan pihak lain,\" papar dia. Apalagi, informasinya Fauzi sudah pernah menerima uang suap sebelumnya. Uang itu kabarnya sudah mengalir ke beberapa orang. Berarti ada indikasi banyak pejabat kejaksaan yang terlibat. Dia mengaperasiasi Jaksa Agung yang menangkap anak buahnya itu. Namun, penanganan kasus itu harus transparan. Jangan sampai ada pejabat yang dilindungi dan mengorbankan jaksa biasa. Semua yang terlibat, baik atasan Fauzi maupun pucuk pimpinan Kejati Jatim harus ditindak. Selama ini, jaksa Fauzi dikenal dekat dan menjadi kepercayaan petinggi Kejati Jatim. \"Nilai suapnya besar. Tak mungkin dia bermain sendiri,\" papar Febri, kemarin (25/11). Jika Jaksa Agung memang ingin membersihkan institusinya, maka semua anak buahnya yang terlibat harus ditindak. Diproses secara hukum. Selain itu penangkapan jaksa nakal tidak boleh berhenti di sini saja. Ketika ada jaksa yang bermain-main dan melakukan pemerasan terhadap pihak berperkara, maka mereka juga harus ditangkap dan dihukum. Dengan cara itu tidak ada lagi jaksa nakal. Emerson Yuntho, peneliti ICW yang lain menyatakan, tindakan suap yang dilakukan jaksa tidak sekali ini saja. Sudah beberapakali jaksa tertangkap menerima suap. “Artinya fungsi pengawasannya tidak berjalan,\" terang dia kemarin. Selain menindak jaksa yang melakukan pelanggaran, Jaksa Agung Prasetyo harus diganti. “Agar jaksa yang ditangkap tidak semakin banyak. Maka Jaksa Agung sudah saatnya diganti,\" papar dia. Presiden Joko Widodo tidak boleh segan-segan mencopot Prasetyo. Menurut dia, butuh reformasi total di tubuh kejaksaan. Jika Jaksa Agung tidak diganti, sulit rasanya berharap kejaksaan bisa bersih dari kepentingan politik. KOMPAK TUTUP MULUT Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) mulai menutup akses informasi terkait penangkapan Ahmad Fauzi. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) M. Rum, Jaksa Agung Pidana Umum (Jampidum) Noor Rachmad dan Kepala Subdirektorat Jampidsus Yulianto serempak tutup mulut. Mereka berdalih Ahmad Fauzi masih diperiksa. Sekitar pukul 13.00, sehabis salat jumat, Yulianto berjalan terburu-buru. Saat dihampiri untuk mengetahui perkembangan pemeriksaan jaksa nakal yang memeras pihak berperkara, Yulianto tidak seterbuka sebelumnya. “Wah, itu tanya ke pimpinan ya,” ujarnya langsung masuk ke mobilnya. Kapuspenkum M. Rum yang berwenang dalam memberikan informasi ke masyarakat malah tutup mulut terkait berbagai pertanyaan media. “Kan, kemarin sudah nanya banyak,” tuturnya saat ditanya soal mekanisme penetapan tersangka. M. Rum dengan terburu-buru masuk ke gedung kantor Jampidum. Sementara Direktur Eksekutif Setara Institute Hendardi sama sekali tidak kaget dengan ketertutupan dari Kejagung. Menurutnya, Kejaksaan itu selama ini tidak transparan dalam bekerja. “Ya, mereka ini gak pernah terbuka,” tuturnya. Menurutnya, persoalan adanya oknum yang terlibat kasus korupsi atau pemerasan itu biasanya ditutup-tutupi. Sebab, kejaksaan sudah sejak lama dikenal sangat melindungi korpsnya. “Dibandingkan dengan kepolisian, sangat jauh transparansinya dan progress dalam keterbukaan publiknya,” ungkapnya. (lum/JPG)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: