Harga Garam Dikendalikan Mafia, padahal Potensial jika Dikelola BUMD

Harga Garam Dikendalikan Mafia, padahal Potensial jika Dikelola BUMD

CIREBON - Penerapan standarisasi harga garam sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 125 Tahun 2015 tentang Garam. Namun dalam praktiknya, harga garam masih dikuasai mafia dan para tengkulak. Kabid Usaha Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, Wisono mengatakan, saat ini harga garam memang sudah semakin tinggi. Di tingkat petani, harga garam sudah Rp 850/kilo dan sampai ke penjualan partai besar mencapai Rp 1.200/kg. Tingginya harga garam, memang juga disebabkan adanya kemarau basah yang membuat para petani kesulitan dalam memproduksi garam. Namun, Wisono mengatakan, saat ini harga garam masih dikuasai para mafia dan tengkulak. Dia berpendapat, potensi komiditas garam ini sangat strategis apabila dikelola Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). \"Kalau mau diseriusi, sebetulnya garam ini sangat stategis, apabila dikelola dengan benar,\" tukas Wisono. Hal ini jika melihat kebutuhan garam nasional yang mencapai Rp 3 juta ton per tahun. Sementara petani garam nasional hanya mampu memproduksi Rp 1,4 juta. Sehingga dengan adanya kekurangan ini, munculah garam impor, yang kemudian dimainkan para mafia. Saat ini, kata Wisono, ada 3.400 ha lahan garam di Kabupaten Cirebon. Apalagi, Kabupaten Cirebon masuk menjadi salah satu daerah penghasil garam terbanyak pada tahun 2015. Dengan demikian, jika Pemerintah Kabupaten Cirebon melihat potensi ini, maka komoditas garam ini sangat strategis apabila dikelola dengan baik. Sebab kebutuhan garam sangat vital, terutama untuk industri maupun konsumsi masyarakat sehari-hari. Sejauh ini, pihaknya sudah mulai membangun koperasi garam yang memiliki gudang garam berstandar nasional berkapasitas 3.000 ton. Sebanyak lima titik koperasi yang sudah dibentuk. \"Antara lain di Bungko, Bendungan, Losari dan Waruduwur. Dan yang sudah memiliki gudang garam berstandar nasional ada di Bungko. Itu upaya kami dalam memajukan industri garam di Kabupaten Cirebon,\" jelasnya. Menurutnya, pengelolaan garam di tingkat nasional juga masih belum maksimal. Keberadaan, PT Garam yang kantornya ada di Kecamatan Pangenan juga tidak optimal. Di lain sisi, saat ini, produksi garam masih tetap banyak dipengaruhi faktor alam. Hingga kini, belum ada teknologi yang mampu membuat produksi garam saat musim hujan. Artinya, sinar matahari masih belum bisa tergantikan dalam proses kristalisasi garam. Sebagaimana diketahui, harga garam di pasaran, membuat para tengkulak garam untung. Saat musim hujan seperti ini, produksi garam terhenti. Akibatnya, stok garam pun menipis. Sementara permintaan pasar terus-menerus. \"Kalau garam kan ibaratnya sudah menjadi kebutuhan pokok setiap hari. Apapun pakai garam, jadi permintaannya ya terus-menerus,\" ungkap Kasim, salah seorang tengkulak di Desa Pangarengan, Kecamatan Pangenan. Dia mengatakan, saat musim hujan seperti sekarang ini, harga garam mencapai Rp 900/kg. Padahal saat musim kemarau, harga garam hanya Rp 200-350/kg. Berkaca pada tahun 2010, harga jual tertinggi garam bisa mencapai Rp 1.500/kilo. Adanya lonjakan harga ini, membuat para petani dan tengkulak ikut diuntungkan. Terlebih saat ini, garam yang beredar merupakan garam simpanan dari hasil panen sebelumnya. \"Garam kan bisa tahan disimpan dua tahun,\" tukasnya. Harga garam naik, kata Kasim, sejak bulan September. Diperkirakan, harga garam akan terus naik hingga musim tanam garam dimulai saat kemarau, antara bulan April dan Mei. \"Ya naik kan karena lagi musim hujan. Produksi garam tidak ada, sementara permintaan terus-menerus. Jadi harganya naik,\" tukasnya. Namun kenaikan harga garam ini, bisa saja turun apabila garam impor beredar di pasaran. (jml)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: