UN Tetap Ada, Kualitas Guru yang Dibenahi
JAKARTA- Tahun ini bisa dibilang rekor persiapan ujian nasional (UN) paling buruk. Sebab kepastian pelaksanaan UN tahun depan diputuskan setengah bulan jelang pergantian tahun. Namun Kemendikbud meyakinkan masyarakat bahwa mereka siap menjalankan unas sebaik-baiknya. Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbud Daryanto mengakui bahwa yang muncul di permukaan adalah kementerian mengusulkan moratorium UN 2017. “Tapi moratorium itu kan salah satu opsi saja,” katanya kemarin. Sementara opsi lainnya adalah UN tetap berjalan. Jadi Daryanto menegaskan Kemendikbud tetap menjalankan persiapan UN dengan beragam antisipasi. Termasuk antisipasi apakah UN jadi dihentikan atau tetap dilanjutkan. Kemendikbud bahkan mengklaim persiapan UN di tingkat kementerian sudah mencapai 80 persen. Di antara persiapan yang menyita tenaga ekstra adalah percetakan naskah ujian. Sementara untuk butir soal ujian, Kemendikbud sudah memiliki gudang soal UN. Tinggal mengambil sebagian dari yang tersimpan di gudang soal ujian itu. Terkait dengan tender naskah ujian, Daryanto tidak mengetahui teknisnya. Dia mengatakan tender naskah UN menjadi kewenangan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud. Merujuk proses tender naskah UN 2016 saat ini kementerian masih punya waktu. Sebab dalam tender naskah UN 2016, prosesnya baru dimulai Februari. Pihak percetakan efektif mulai mengerjakan naskah sepanjang Maret. Kemudian April ujian dimulai serentak di seluruh Indonesia. Menteri Ristekdikti Muhammad Nasir mengatakan setelah UN dipastikan lanjut, mereka ikut membantu kualitas pembelajaran yang belum seragam. “Yang kita garap adalah meningkatkan kualitas guru lulusan LPTK (lembaga pendidik tenaga kependidikan, red),” kata nasir usai penyerahan beasiswa Rp1,5 miliar dari Lippo Group kemarin. Nasir mengakui selama ini ada guru jebolan LPTK yang kualitasnya belum bagus. Di antara cara meningkatkan mutu guru adalah dengan menyelenggarakan program pendidikan guru dengan baik. Nasir bahkan menginginkan pendidikan profesi guru dibuka untuk calon guru bukan lulusan FKIP. Sementara Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menjamin tidak akan ada kendala soal pendanaan. Lantaran, dana untuk kebutuhan unas tidak tak terlalu banyak. JK menuturkan bahwa meskipun dilakukan secara nasional tapi biaya untuk UN itu tidak terlalu besar. Dalam hitung-hitungan dia, biaya UN hanya sekitar satu persen dari total alokasi APBN untuk pendidikan. “Biaya UN itu kecil sekali. Hanya 1 persen dari pada seluruh anggaran. Dan itupun tanpa UN pun pasti ada ujian, pasti ada biayanya,” ujar dia usai menghadiri penghargaan keterbukaan informasi publik di Istana Wakil Presiden, kemarin (20/12). Dia mengungkapkan, persoalan sarana prasarana pendidikan yang berbeda pun sudah ada solusinya. Alokasi dana pendidikan yang mencapai 20 persen atau Rp400 triliun pertahun semestinya bisa dipergunakan untuk perbaikan infrastruktur pendidikan. “Akan diperbaiki terus menerus,” imbuh JK. Selain soal pendanaan, JK mengungkapkan bahwa UN tahun ini juga tetap mengakomodir mata pelajaran lain di luar UN. Ujian sekolah berbasis nasional (USBN) itu akan menggunakan kisi-kisi yang sama secara nasional. Jadi, siswa akan menghadapi dua macam ujian. “UN untuk empat mata pelajaran, ujian dari pusat. kalau selain itu ujiannya bersifat sekolah tapi harus ada batasan kisi-kisi nasional,” kata dia. Kemendikbud merencanakan tahun depan sekolah pelaksana UN berbasis komputer bakal ditingkatkan. Pengamat telematika Abimanyu Wachjoewidajat mengingatkan, bila pemerintah ingin memperbanyak UN berbasis komputer, persiapannya harus matang. Sebab, memindahkan ujian dari yang berbasis kertas menjadi berbasis digital bukan perkara mudah. Ada hal-hal yang perlu disiapkan terlebih dahulu. Pertama, sarana dan prasarana harus benar-benar memadai. Tidak hanya piranti komputer, namun juga koneksi internet yang kuat dan stabil. “Pada kenyataannya, internet yang berkualitas belum merata di semua daerah,” ujarnya kemarin. Ada daerah yang koneksi internetnya memang baik, namun tidak demikian di daerah lain. Kemudian, piranti komputernya juga tidak boleh sekadar baik. Sekolah harus pula memiliki SDM yang mumpuni untuk menangani operasional perangkat-perangkat itu. Termasuk merawatnya ketika sedang tidak digunakan. “Bagi pusat, sepertinya memang lebih murah. namun bagi daerah bisa mahal karena harus menyiapkan perangkat dan sebagainya,” lanjutnya. Di luar persiapan sarana, siswa juga harus dipersiapkan. Harus dipastikan siswa sudah memahami penggunaan komputer dan internet. “Dan siswa juga harus ada trial untuk membiasakan siswa mengerjakan ujian berbasis digital,” tambahnya. Hal-hal semacam itu untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan selama ujian, yang bisa berpengaruh pada kondisi psikologis siswa. Misalnya di tengah ujian tiba-tiba listrik mati atau komputer hang, tentu akan membuat siswa panik. Sebab, waktu ujian tidak bisa dijeda. (wan/jun/byu)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: