Kades di Kuningan Diminta Bisa Cegah KDRT

 Kades di Kuningan Diminta Bisa Cegah KDRT

KUNINGAN-Jumlah kasus kekerasan  terhadap perempuan dan anak di Kuningan terbilang tinggi. Ini bisa dibuktikan dari data pihak kepolisian yang jumlahnya mencapai 61 kasus. Jumlah itu terjadi antara 2015 hingga 2016. Hampir 50 persennya adalah kasus kekerasan seksual yang menimpa anak. Melihat fenomena itu, BKBPP (Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan) Kabupaten Kuningan tidak tinggal diam. Mereka melakukan berbagai cara salah satunya dengan menggelar kegiatan sosialisasi pencegahan KDRT dan trafiking bagi kepala desa yang ada di kota kuda. Kepala BKBPP Kabupaten Kuningan  Dra Hj Poppy N Puspitasari melalui Kabid Pemberdayaan Perempuaan Hj Iin Hartini SSos MSi menyebutkan, acara yang bakal digelar selama dua hari (19-20/12) ini diikuti 376 kepala desa (kades). Lalu, 32 camat serta berbagi unsur yang ada di desa. “Dengan melakukan sosialisasi kepada kades maka diharapkan jumlah kekerasan kepada wanita dan anak menurun. Sebab, pemdes merupakan wakil pemerintah dekat dengan warga sehingga mereka bisa mengawasi secara langsung,“ ucapnya Iin kepada Radar Kuningan, kemarin (19/12). Acara ini lanjut dia, menghadirkan narasumber dari pihak Polres Kuningan dan dari P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) DKI Jakarta. Pihaknya yakin dengan para kades dan camat hadir dalam acara ini maka mereka akan paham bagaimana penanggulangan agar tidak ada kekerasan yang terjadi di wilayahnya. Sementara itu, Staf Ahli Bupati Bidang Kemasyarakatan Sekretariat Daerah Ir H  Jajat Sudrajat MSi yang hadir mewakili bupati mengatakan, jumlah yang cukup banyak harus menjadi perhatian serius, sehingga harus melakukan berbagai langkah pencegahan. “Sosialisasi kepada para kades merupakan langkah positif. Mereka bisa melaporkan ketika ada tindakan kekerasan,“ katanya. Diterangkannya, KDRT adalah perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologi atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan pembuatan, pemaksaan atau perampasaan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. “KDRT bisa disebabkan banyak faktor baik eknomi, pendidikan dan faktor politik. Permasalahan ekonomi paling banyak memicu tindak kekerasan karena menyangkut kebutuhan hidup. Alasan kita harus melibat aparat desa karena mereka merupakan pemerintah terdekat bagi masyarakat. Oleh karena itu perlu adanya sinergitas antar aparat dan masyarakat untuk mewujudkan masyarakat yang sadar hukum, serta memiliki kewaspadaan terhadap berbagai tindakan kekerasan yang terjadi dilingkungnya,“ jelas Jajat. Ia berharap aparat desa melibatkan RT/RW membentuk forum jejaring  pencegahan  dan penanggulangan kekerasan terhdap perempuan dan anak. Hal ini karena RT dan RW merupakan tingkat partisipasi masyarakat terkecil dalam sistem respons dini. “Dengan respon sedini mungkin, kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat dicegah dan ditangani secara cepat. Saya berharap para kades mengikuti kegiatan ini dengan baik,“ pungkasnya. (mus)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: