Untuk Jadi Tim Pemenang, Pesan Sir Alf Ramsey Masih Sakti?

Untuk Jadi Tim Pemenang, Pesan Sir Alf Ramsey Masih Sakti?

LONDON – Never change a winning team (tidak pernah mengubah tim pemenang). Itulah pesan utama Sir Alf Ramsey terkait dengan rahasianya membawa Timnas Inggris menjuarai Piala Dunia 1966. Bahkan, Claudio Ranieri yang dikenal sebagai pelatih doyan rotasi –makanya dijuluki Tinkerman– baru juara setelah meyakini pesan itu. Ya, ketika menjuarai Premier League musim lalu, nyaris sepanjang musim, asalkan tak ada pemain yang dibekap cedera atau terkena akumulasi kartu, Ranieri tak akan mengubah komposisi Leicester City. Hasilnya, Ranieri merasakan gelar liga, sesuatu yang belum pernah dirasakan selama karirnya yang panjang. Musim ini, beberapa tim yang paling konsisten di liga elite Eropa, umumnya, merupakan tim dengan gaya serupa. Tim yang jarang melakukan rotasi. Tidak laku lagi gaya rotasi seperti kebiasaan Rafael Benitez dan Louis van Gaal. Tentu bukan tanpa risiko. ”Saya bisa saja mengambil keputusan melakukan rotasi setiap laga. Namun, yang menjadi konsentrasi saya adalah menang dari laga satu ke laga lain,” tutur pelatih Chelsea, Antonio Conte kepada ESPN. Faktanya, musim ini, menurut laporan CIES Football Observatory, Chelsea yang memimpin klasemen sementara Premier League dan Bayern Muenchen selaku penguasa Bundesliga adalah tim yang miskin rotasi. Total, selama separo musim ini berjalan, pelatih tim-tim itu baru memakai 20 pemain. Lalu, Nice yang secara mengejutkan menggeser dominasi Paris Saint-Germain (PSG) di Ligue 1 juga jarang melakukan rotasi. Hanya 21 pemain yang dimainkan. Selain mereka, beberapa tim elite juga begitu. Antara lain, AS Roma (20 pemain) dan RB Leipzig (20 pemain). Keduanya berada di posisi kedua klasemen Serie A dan Bundesliga. Keputusan pelatih seperti Antonio Conte (Chelsea), Carlo Ancelotti (Bayern), Lucien Favre (Nice), Luciano Spalletti (AS Roma), dan Ralph Hasenhuttl (RB Leipzig) itu sejalan dengan penelitian Friederike Mengel dari University of Maastricht, Belanda, pada 2009. Ketika itu, berdasar penelitian pada Piala Dunia dan Olimpiade, dia menulis karya berjudul Never Change a Winning Team: The Effect of Substitutions on Success in Football Tournaments. Namun, itu berlaku di turnamen jangka pendek, sekitar sebulan. Tentu lebih berisiko kala memainkan kompetisi dalam setahun. Dalam kompetisi yang berlangsung semusim, apalagi kalau tim tersebut bermain di beberapa kompetisi yang berbeda seperti piala domestik atau kompetisi Eropa (Liga Champions maupun Europa League), tantangan lebih besar. Kalau terus memaksa pemain yang itu-itu saja, dampaknya adalah kelelahan. Penyebabnya, dalam sepekan mereka setidaknya bermain dalam dua laga. Belum lagi dihitung dengan jarak tempuh kalau bermain tandang. Hal tersebut tak menjadi masalah besar bagi tim seperti Chelsea dan RB Leipzig yang hanya berfokus ke kompetisi domestik. Namun, tim yang tidak bermain di Eropa itu punya problem lain. Masalah mereka, banyak pemain yang memiliki sedikit kesempatan tampil. Dampaknya, stabilitas ruang ganti bisa labil kalau ada beberapa bintang lapangan yang hanya menjadi penghangat bangku cadangan. Sejak menang atas Hull City (1/10), komposisi Chelsea nyaris selalu sama. Selain kiper Thibaut Courtois, skema tiga bek dihuni Gary Cahill, David Luiz, dan Cesar Azpilicueta. Lalu, posisi wingback diisi Victor Moses dan Marcos Alonso. Bagian tengah dihuni N\'Golo Kante dan Nemanja Matic. Selain itu, sisi depan diisi Pedro, Diego Costa, dan Eden Hazard. Kalaupun ada pergantian starter, sangat jarang terjadi. Itu pun biasanya dialami Pedro yang digantikan Willian dan Matic yang digantikan Cesc Fabregas. Pemain seperti Branislav Ivanovic (bek), Oscar (gelandang), dan John Obi Mikel (gelandang) terlupakan. Oscar pun hijrah ke Liga Tiongkok dengan membela Shanghai SIPG. Kondisi itu tak beda jauh dengan Bayern. Mulanya, der trainer Bayern Muenchen Carlo Ancelotti menginginkan lebih banyak rotasi pemain musim ini. Pada awal musim, Ancelotti, sebagaimana dikutip ESPN, menuturkan akan meneruskan tradisi arsitek sebelumnya, Pep Guardiola, soal pemerataan kesempatan bermain. ”Jelas konsep saya bersama Bayern adalah rotasi. Dengan banyaknya laga yang wajib dijalani Bayern, juga melimpahnya pemain, saya wajib rotasi,” tutur Ancelotti kepada Kicker awal musim lalu. Ternyata, musim ini di tangan Ancelotti, Bayern terhitung jarang melakukan rotasi. Dari hasil analisis Bayern Central, sejak Bundesliga bergulir 26 Agustus lalu, Ancelotti memakai formasi warisan Guardiola. Yakni, skema 4-3-3. Hasilnya, formasi peninggalan Guardiola itu memberikan tiga kekalahan bagi Bayern. Dua kekalahan di Liga Champions dan satu lainnya di Bundesliga. Pada formasi 4-3-3, Thomas Mueller dipasang sebagai winger kanan. Adapun Franck Ribery menempati posisi winger kiri. Mueller bergantian dengan Arjen Robben buat menyisir sisi kanan. Kemudian, Ribery bergantian dengan Kingsley Coman dan Douglas Costa. Rotasi posisi winger itu sering terjadi di Liga Champions. (dra/c11/ham)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: