Ini Kronologis Duel Polisi-Teroris di Rumah Apung Jatiluhur
JAKARTA- Kewaspadaan polisi dalam mengamankan Natal dan tahun baru, dengan status siaga satu, bukan tanpa alasan. Sebab, ancaman teror memang masih membayangi. Kemarin (25/12) Densus 88/Antiteror membekuk empat terduga teroris yang diidentifikasi merupakan jaringan Jamaah Anshar Daulah, Tasikmalaya, Jabar. Dua orang ditangkap dan dua lainnya tewas karena nekat melakukan perlawanan menggunakan senjata tajam. Mereka diduga hendak melakukan teror saat Natal dan pergantian tahun pekan depan. Kemarin pukul 09.00 Densus 88/Antiteror membekuk Ivan Rahmat Syarif (28) dan Rijal alias Abu Arham (29) di Jalan Ubrug, Cibinong, Jatiluhur, Purwakarta, Jabar. Dua orang tersebut berasal dari daerah yang sama, yakni Kecamatan Ngamprah, Bandung Barat. Sebelum ditangkap, keduanya sempat melakukan perlawanan dengan pisau. Namun, tak lama, mereka menyerah. Dari keterangan keduanya, ternyata masih ada anggota komplotan lain yang bersembunyi di rumah apung di tengah-tengah Waduk Jatiluhur. Jumlahnya juga dua orang. Tim Densus 88 mendatangi tempat tersebut. Karena sasaran berada di tengah waduk, dilibatkan pula polisi dari Polair Polda Jabar. Maka, bergeraklah tim gabungan tersebut dengan kapal polair. Sampai di sasaran, polisi disambut perlawanan dua orang yang akan disergap tersebut. Mereka keluar dari rumah apung dengan golok teracung. Maka, terjadilah duel antara polisi dan dua terduga teroris di rumah apung itu. Karena perlawanan keduanya membahayakan nyawa, polisi menghujani mereka dengan tembakan. Tak butuh waktu lama, keduanya roboh dan tewas. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divhumas Mabes Polri Brigjen Rikwanto mengungkapkan, saat polisi akan menangkap, ternyata keduanya membawa golok. Mereka melawan dan berusaha melukai petugas. “Nama kedua pelaku yang tewas adalah Abu Sofi dan Abu Fais,” jelasnya. Abu Sofi juga dikenal dengan nama Abu Azis alias Mas Brow, warga Jalan Tipar, Kecamatan Kotawaringin, Kabupaten Bandung. Sedangkan Abu Fais merupakan warga Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Dalam penangkapan tersebut, diamankan sejumlah barang bukti. Di antaranya, senjata tajam dan sejumlah dokumen. Saat ini pemeriksaan masih berlangsung terhadap pelaku teror dan analisis dilakukan pada berbagai barang bukti tersebut. “Kami masih dalami,” ujar Rikwanto. Sementara itu, seorang sumber yang mengetahui rangkaian penangkapan di Jatiluhur menyebutkan, empat terduga teroris itu terhubung dengan kelompok Jamaah Anshar Daulah (JAD) Tasikmalaya. Anggota lain jaringan JAD Tasikmalaya itu beberapa waktu lalu sudah ditangkap di Kampung Curug, RT 2, RW 1, Babakan, Setu, Tangerang Selatan. Jumlahnya juga empat orang. Yang ditangkap hidup-hidup bernama Adam, sedangkan tiga lainnya tewas setelah melawan dengan melemparkan bom. “Ini rangkaian penangkapan dengan jaringan yang dibekuk di Tangsel,” tutur sumber tersebut. Soal perlawanan menggunakan pisau, dia mengatakan bahwa penggunaan pisau itu mirip dengan kasus teroris di Pos Polisi Cikokol, Jakarta, beberapa waktu lalu. “Mereka berusaha melukai petugas,” jelasnya. Dalam penangkapan tersebut, ternyata petugas juga menemukan sebuah surat wasiat, sekaligus ancaman. Surat itu berisi tulisan; Wahai kalian bala tentara thogut, sesungguhnya hari ini dan seterusnya akan menjadi hari-hari yang dipenuhi ketakutan bagi kalian. Kami akan mendatangi pos-pos kalian. Sisa umur kalian berada di ujung pisau-pisau kami. Tunggulah, kami sesungguhnya juga menunggu,”. Dalam surat itu juga tertulis pesan dari Junud Khilafah Islamiyah Nusantara,’’ paparnya. Kapolda Jabar Irjen Pol Anton Chaliyan mengaku heran mengapa para teroris tersebut bersembunyi di rumah apung Waduk Jatiluhur. “Kami bisa pastikan bahwa mereka teroris karena ditemukan surat pernyataan yang isinya siap menjadi pengantin. Juga pernyataan pamit akan melakukan jihad. Lokasi dan targetnya siapa, kami belum tahu, masih dalam penyidikan,’’ papar Anton. Pengamat terorisme Indonesia Al Chaidar mengatakan, jaringan JAD sebenarnya sudah melebur dengan Mujahidin Indonesia Barat (MIB) dengan aksi berbaiat kepada ISIS sejak 2014. JAD sendiri sebenarnya pecahan dari orang-orang dari jaringan Jamaah Islamiyah (JI) yang dulu berkaitan dengan organisasi teroris asal Afghanistan Al Qaedah. “Namun, seiring waktu, pentolan JI sudah berguguran dan ISIS muncul ke permukaan. Akhirnya, JAD menyatakan berbaiat kepada ISIS pada 2014,’’ jelasnya. Jaringan JAD yang terungkap akhir-akhir ini diawali dari penggerebekan laboratorium bahan peledak di Majalengka pada 23 November 2016. Dari tempat tersebut, ditangkap seorang pria bernama Rio. Dari Rio itulah polisi merunut jaringan mereka. Mulai yang di Tangsel hingga yang Purwakarta kemarin. Purwakarta, lanjut Chaidar, memang menjadi asal mula komplotan JAD. Menurut dia, jaringan ini diciptakan Abu Roban pada 2006 setelah Noordin M. Top mulai bersembunyi pada tahun yang sama. Namun, saat Abu Roban tertangkap, jaringan itu mulai bergeser ke ISIS dan ditangani langsung oleh Bahrun Naim. “Memang, persebaran jaringan satu ini hampir sama seperti MIB, tetapi juga secara rahasia. Jadi, belum tentu jaringan di Majalengka tahu banyak soal yang di Purwakarta,” jelasnya. Karena itu, Chaidar mengapresiasi upaya kepolisian yang bisa mengusut jaringan dari temuan di Majalengka. Menurut dia, polisi memang perlu upaya keras untuk mengungkap jaringan MIB yang masih kukuh. “Kalau MIT (Mujahidin Indonesia Timur) kan sudah melemah sejak Santoso gugur,” ucapnya. (idr/bil/gan/JPG/c17/nw)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: