Beli Jabatan, Staf Kecamatan Hingga Kepsek Diperiksa

Beli Jabatan, Staf Kecamatan Hingga Kepsek Diperiksa

JAKARTA- Kecenderungan perilaku koruptif dalam proses pengisian jabatan di daerah semakin menguat. Tidak hanya pejabat eselon II b atau sekelas kepala dinas, jalan pintas ilegal untuk mendapatkan jabatan yang diinginkan itu juga diduga mengakar sampai di kalangan PNS level staf kecamatan hingga kepala sekolah dasar (eselon III dan IV). Indikasi itu tengah diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di lingkungan Pemkab Klaten. Lembaga antirasuah tersebut kemarin (6/1) memeriksa 36 saksi terkait kasus dagang jabatan yang menjerat Bupati Klaten Sri Hartini dan seorang PNS pemkab setempat Suramlan. Puluhan saksi yang diperiksa di Polres Klaten itu terdiri dari unsur PNS berbagai level dan swasta. “Ada kepala SD dan staf kecamatan yang diperiksa,” tegas Juru Bicara KPK Febri Diansyah. Pasca menetapkan dua tersangka kasus suap pengisian jabatan di Klaten, KPK memang intensif memeriksa sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam perkara itu. Terutama yang berkaitan dengan aliran uang sebesar Rp3,2 miliar yang ditemukan di rumah dinas bupati saat penggeledahan pada Minggu (1/1). Temuan itu penting bagi penyidik untuk menjerat pihak-pihak lain yang berperan sebagai pemberi. Tidak terkecuali kepala SD dan staf kecamatan. Terkait peran para saksi yang diperiksa kemarin, Febri mengakui adanya rangkaian yang berkaitan dengan uang Rp2 miliar hasil operasi tangkap tangan (OTT) dan juga uang Rp3,2 miliar hasil penggeledahan. Namun, pihaknya belum mau memastikan apakah para PNS dan swasta itu berperan sebagai pemberi, penerima atau pihak yang dimintai suap oleh bupati. “Ini yang didalami lebih lanjut,” ujarnya. Para saksi juga dimintai klarifikasi soal informasi banyaknya PNS di Klaten yang kerap dimintai sejumlah uang bila ingin menduduki jabatan strategis yang diinginkan. Informasi itu nantinya akan dikaitkan dengan aliran uang suap yang disita KPK. “Peran saksi (yang diperiksa kemarin) ini semua diklarifikasi, apakah mereka pemberi, penerima atau dimintai (uang),” tuturnya. KPK juga mendalami peran sejumlah pihak yang diduga turut menerima aliran uang suap dagang jabatan. Bukan hanya Andi Purnomo, anak bupati Klaten Sri Hartini, peran para pejabat yang memiliki kewenangan dalam rotasi jabatan di lingkungan pemkab setempat juga didalami. “Memang benar, ada sejumlah pihak yang diduga penerima (suap), namun masih didalami lebih lanjut,” terangnya. Sampai saat ini, KPK baru menetapkan dua tersangka (Sri Hartini dan Suramlan) dan menyita uang Rp5,2 miliar serta USD 100 yang berkaitan dengan kasus itu. Uang miliaran itu masing-masing ditemukan saat OTT 30 Desember sebesar Rp2 miliar dan penggeledahan di rumah dinas bupati Rp3 miliar serta Rp200 juta. Selebihnya, para penyidik terus mendalami peran para saksi yang mayoritas merupakan PNS di pemkab itu. KPK juga berupaya mengungkap indikasi adanya tarif yang dipatok tersangka penerima suap untuk setiap jabatan. “Indikasinya tidak hanya satu dinas saja (yang terjadi praktik suap pengisian jabatan),” imbuh mantan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) ini. (tyo)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: