Guru Non-PNS Aman, Daerah Bisa Ikut Sumbang Bayar Gaji
PERALIHAN kewenagan SMA/SMK dari kabupaten/kota ke provinsi, memunculkan kekhawatiran nasib guru non-PNS. Pemerintah menegaskan pengalihan kewenangan itu tak serta-merta membuat guru non-PNS diberhentikan. Sebab pengalihan kewengan juga terkait dengan pengelolaan guru. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud Hamid Muhammad mengatakan, semua guru SMA dan SMK diserahkan dari kabupaten/kota ke provinsi. “Baik itu guru PNS maupun non-PNS,” katanya di Jakarta kemarin. Hamid pernah mengatakan pemerintah provinsi dapat melakukan penghitungan ulang jumlah guru non-PNS di daerah masing-masing. Sehingga bisa ditentukan kebutuhan anggaran untuk pembayaran gaji. Juga untuk mengetahui daerah mana saja yang kekurangan guru. Guru SMA dan SMK non-PNS juga tidak perlu khawatir tentang tunjangan profesi guru (TPG). Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud Sumarna Surapranata mengatakan, para guru tidak perlu risau. Dia menjelaskan untuk guru PNS, gajinya sudah dialihkan dari dana alokasi umum (DAU) kabupaten/kota ke provinsi. Sementara itu untuk pembayaran TPG non-PNS, pejabat yang akrab disapa Pranata itu mengatakan sudah dialokasikan tahun ini. “Apalagi untuk TPG guru non-PNS uangnya ada di Kemendikbud,” katanya. Pranata menjelaskan untuk membayar TPG non-PNS guru SMA dan SMK tahun ini, dialokasikan Rp1,4 triliun untuk 61 ribuan orang. Sedangkan untuk gaji guru honorer SMA dan SMK sebaiknya dikoordinasikan lagi. Sebab selama ini kebanyakan guru honorer itu direkrut oleh pihak sekolah sendiri. Pemerintah provinsi selaku pengelola SMA dan SMK berhak untuk mengetahui rekam jejan rekrutmen guru di SMA dan SMK. Apakah benar-benar dilakukan karena sekolah mengalami kekurangan guru. Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar Moenek mengatakan, meski pengalihan urusan SMA dan SMK dilakukan untuk kelembagaan negara, namun bukan berarti nasib guru honorer non-PNS yang direkrut kabupaten/kota dibiarkan. Sebab diakuinya, jumlahnya tidak sedikit dan dibutuhkan sekolah. Oleh karenanya, status guru honorer juga bisa ikut dialihkan ke pemerintah provinsi. “Sepanjang dibutuhkan, dia dapat beralih,” ujarnya saat dihubungi tadi malam. Lantas, bagaimana jika provinsi tidak sanggup bayar? Doni mengatakan, pemerintah kabupaten/kota diperbolehkan memberi bantuan pembiayaan melalui anggaran program dan kegiatan. Hal itu, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Mendagri (Permendagri) 109 tahun 2016, sebagai pengganti Permendagri 31 tahun 2016 tentang Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2017. “Ditambah juga dengan perintah Mendagri melalui Radiogram tanggal 30 Desember 2016 ke pemerintah provinsi,” imbuhnya. Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengungkapkan proses pengalihan tidak akan berdampak pada keterlambatan gaji guru. Ia mengatakan, tidak ada alasan untuk terhambatnya pembayaran upah tenaga pengajar, karena anggarannya di daerah sudah klir. Hanya dia mengakui, Menteri Keuangan meminta kelonggaran waktu untuk menghitung kembali anggarannya. “Saat ini Ibu Menkeu sedang mengkaji dan menghitung kembali, nanti kan ada APBN Perubahan,” ungkap Tjahjo di sela-sela HUT PDIP, kemarin. Tjahjo juga menegaskan jika hal tersebut sudah dibahas dalam rapat Kabinet. “Menkeu minta daerah arif, jangan langsung seperti uang yang keluar dari kantong, kan tidak seperti itu,” ujar terangnya. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Boediarso Teguh Widodo mengungkapkan bahwa Kementerian Keuangan sejatinya telah menyalurkan dana alokasi umum (DAU) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 ke 542 daerah provinsi, kabupaten dan kota. “Kalau itu kan dana alokasi umum (DAU) sudah kita transfer akhir Desember 2016. Bahkan untuk DAU yang kita tunda 2016 itu juga sudah kita lunasi di Desember tahun kemarin,” ujarnya saat ditemui di Kementerian Keuangan, Selasa (10/1). Boediarso menjelaskan, persoalan DAU dari Kemenkeu telah tuntas seiring dengan pencairan ke sejumlah daerah tersebut. Adanya persoalan belum diterimanya gaji oleh guru-guru lebih pada proses di pemerintah daerah masing-masing dan Kementerian Dalam Negeri. “Dari Kemenkeu sudah klir, tidak ada masalah. Kira-kiranya kapan masalah itu bisa selesai saya juga tidak tahu pastinya. Sebab itu urusannya ada di Kemendagri dan masing-masing pemda,” urainya. Sebelumnya, dia sempat merinci, jumlah DAU yang sudah digelontorkan tersebut mencapai Rp32,8 triliun. Jumlah tersebut mencapai 7,99 persen dari total pagu DAU dalam APBN 2017 sebesar Rp410,8 triliun. Kebutuhan penyaluran DAU per bulan seharusnya mencapai Rp34,2 triliun dengan total pagu Rp410,8 triliun tersebut. Namun, karena total pagu DAU 2017 mencakup DAU yang sempat ditunda pada September dan Oktober 2016 sebesar Rp9,7 triliun, total pagu DAU sebenarnya hanya Rp401,1 triliun. Karena itu, DAU Januari yang seharusnya disalurkan adalah Rp33,4 triliun, yakni seperdua belas dari Rp401,1 triliun. Namun, pada Januari ini, Kemenkeu hanya menyalurkan DAU sebesar Rp32,8 triliun karena terdapat 57 daerah yang penyalurannya ditunda sebesar 15-20 persen atau setara Rp617 miliar. “Terutama karena mereka tidak menyampaikan data realisasi APBD, posisi kas, dan perkiraan kebutuhan belanja untuk data bulan November 2016,” katanya. Karena itu, total DAU yang disalurkan menjadi Rp32,8 triliun, yaitu total pagu DAU Januari sebesar Rp33,4 triliun dikurangi penundaan DAU sebesar Rp617 miliar. Adapun lima daerah penerima DAU terbesar pada 2017 menurutnya adalah Provinsi Jawa Timur dengan Rp3,54 triliun, Jawa Tengah Rp3,52 triliun, Jawa Barat Rp2,88 triliun, Papua Rp2,57 triliun, dan Sumatera Utara Rp2,49 triliun. Dalam APBN 2017, total pagu transfer ke daerah dan dana desa mencapai Rp764,9 triliun, terdiri atas transfer ke daerah Rp704,9 triliun dan dana desa Rp60 triliun. Dibanding APBN Perubahan 2016, pagu dana desa naik Rp13 triliun dan transfer ke daerah turun Rp24 triliun. (wan/far/dee)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: