Soal Tunjangan Nonsertifikasi, Disdik-BKD Belum Temukan Solusi

Soal Tunjangan Nonsertifikasi, Disdik-BKD Belum Temukan Solusi

KESAMBI – Guru penerima tunjangan nonsertifikasi mesti bersabar. Setahun menunggu pencairan tunjangan itu, ternyata usulannya mangkrak. Dinas Pendidikan (Disdik) dan  Badan Keuangan Daerah (BKD) belum punya solusi untuk persoalan ini. Dua satuan kerja perangkat daerah (SKPD) ini belum ada titik temu. Disdik mengklaim, pengajuan sudah disampaikan pada Juni 2016. Tetapi Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) tidak mengakui adanya pengajuan itu. Pengajuan yang diterima oleh DPPKAD justru baru November 2016. Pengajuan ini tidak bisa direalisasikan dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menganggap usulan ini kedaluarsa. “Memang waktu pengajuan sekitar Juni 2016 itu saya belum masuk ke disdik. Tapi saya dapat informasi pengajuan itu memang betul ada,” ujar Sekretaris Disdik, Herlien Kristiani SH MSi, kepada Radar, Rabu (11/1). Soal pengajuan yang dilakukan November 2016, Herlin membenarkan. Sebab, pada waktu itu dirinya sudah menjabat di disdik dan ikut membahas. “Ada bukti pengajuannya,” ucap dia. Herlien tak mau memperuncing perbedaan penerimaan pengajuan ini. Dirinya hanya berharap ada solusi untuk membahas tunjangan non sertifikasi dan segera dibayarkan kepada para guru. “Kalaupun harus ke Kementerian Keuangan langsung ya nggak apa-apa. Yang penting ada tukar informasi, supaya kita jalan sesuai aturan,” katanya. Herlin berpendapat, perlu ada tim untuk merumuskan kebijakan tunjangan guru non sertifikasi dan sejenisnya. Tim tersebut dibentuk berdasarkan Surat Keputusan (SK) Walikota dan memuat dasar-dasar ajuan kebijakan dalam Peraturan Walikota (Perwali). “Mudah-mudahan kalau kita duduk bersama, bisa ada solusi,” tuturnya. Soal besarnya tunjangan yang harus dibayarkan kepada guru non sertifikasi, nilainya mencapai Rp700 juta untuk 2016. Penerimanya sudah terdata dan sudah seharusnya dibayarkan. Informasi yang dihimpun Radar,  tidak hanya tunjangan guru non sertifikasi yang belum cair. Ada persoalan lain seperti gaji dan tunjangan guru di Sekolah Luar Biasa (SLB). Guru di SLB sekarang berada di bawah kewenangan provinsi. Ternyata, perubahan ini juga memiliki efek samping. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat rupanya belum siap. Akhirnya, guru SLB menuntut kepada Pemkot Cirebon untuk membayarkan tunjangan mereka. Begitupula persoalan lainnya. Kepala Tata Usaha di SMP negeri yang selama ini menjadi pejabat eselon V dan mendapatkan tunjangan, dengan perubahan SOTK baru tidak lagi jelas status eselonnya. Karena dalam SOTK baru tidak ada pejabat eselon V seperti kepala tata usaha sekolah. Di tempat terpisah, Kepala Bidang Penganggaran BKD Andi Azis SIP MSi mengungkapkan, tidak pernah ada pengajuan dari dinas pendidikan pada periode Juni 2016. Kalaupun ada, pengajuan itu baru dibuat pada November 2016 dan itu sudah terlambat. “Tapi ini memang perlu ada solusi, disdik dan BKD harus duduk bersama,” tandasnya. Terkait tunjangan guru SLB, Andi tak berkomentar banyak. Menurutnya, permasalah peralihan urusan pendidikan dari kabupaten/kota ke pemerintah provinsi sudah diatur. Untuk guru SLB kewenangannya kini di pemerintah provinsi. “Jangan sampai kita menganggarkan yang bukan kewenangan kita,” katanya. (ysf)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: