Pengguna dan Pengedar Tembakau Gorila Bisa Dipidana

Pengguna dan Pengedar Tembakau Gorila Bisa Dipidana

JAKARTA- Tembakau gorila kini resmi menjadi produk yang tergolong narkotika. Kementerian Kesehatan menetapkan zat yang terkandung dalam tembakau gorila sebagai narkotika golongan I. Dengan begitu, penegak hukum bisa mengganjar pengguna tembakau gorila hingga 4 tahun penjara dan pengedar hingga 15 tahun penjara. Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek secara tegas mengatakan bahwa zat yang terkandung dalam tembakau gorila sudah dimasukkan ke dalam daftar narkotika. Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 2/2017. Dalam regulasi tersebut, zat sintetis adiktif dalam tembakau gorila masuk daftar baru zat narkotika. “Itu masuk golongan I sesuai undang-undang narkotika,” ujarnya usai acara Public Expose Nusantara Sehat di Jakarta kemarin (12/1). Sebelumnya, kasus tembakau gorila terungkap setelah ada insiden pilot Citilink Tekad Purna. “Kami terus evaluasi zat-zat adiktif baru yang beredar di Indonesia, karena teknologi pembuatan bahan-bahan tersebut terus berkembang,” tambah Sekretaris Jenderal Untung Suseno Sutarjo dalam kesempatan terpisah. Permenkes No 2/2017 sendiri sudah diundangkan pada 9 Januari 2017. “Untuk daftar narkotika kan sebenarnya sudah diatur dalam UU No 35/2009 tentang Narkotika. Tapi karena ada tambahan, kami terbitkan permenkes ini,” jelasnya. Disebutkan dalam permenkes baru, ganja sintetis merupakan zat kimia yang memiliki efek buruk bagi kesehatan, termasuk tembakau gorila. Selain tembakau gorila, ada 27 zat baru lainnya yang dimasukkan daftar golongan psikotropika. Kepala Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) Kombespol Slamet Pribadi menjelaskan bahwa tembakau tersebut namanya tampak keren, tapi sebenarnya dampaknya begitu mengerikan. Tembakau itu mengandung Ab-Chminaca yang masuk klasifikasi new psychoactive substances. “Dia masuk dalam narkotika golongan satu,” jelasnya. Untuk jenisnya masuk dalam synthetic cannabinoid (SC). Berdasarkan World Drugs Report 2014, sekitar 50 persen narkotika baru yang ditemukan merupakan jenis SC. ”Ada beberapa zat yang masuk SC ini, ada Ab-Fubinaca, Cb-13, dan 5-Fluoro AKB 48,” ujarnya. SC sebagian besar digunakan dengan cara dirokok. Saat SC diabsorbsi paru-paru, zat itu dikirimkan ke organ termasuk otak. Efeknya pada otak akan membuat seperti ndomblong atau melamun. ”Bahkan, dia akan berhalusinasi dan mengikuti halusinasinya atau yang dirasakan. Bisa juga sampai punya ide bunuh diri,” paparnya. Ada sejumlah dampak kesehatan akibat SC, yakni gagal ginjal, nyeri dada, hipertensi, dan stroke. Hal tersebut akibat efek samping dari narkoba tersebut. “Kalau secara tampilan, pengguna akan merasa cemas, agresif, dan ketergantungan,” ungkapnya. (bil/idr/oki)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: