Terdakwa APBD Gate di Atas Angin

Terdakwa APBD Gate di Atas Angin

KEJAKSAN – Pada persidangan kemarin, terdakwa APBD Gate 2004 benar-benar mendapat angin. Dari awal hingga berakhir jalannya persidangan APBD Gate 2004, keterangan ahli Departemen Dalam Negeri itu mematahkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) selama ini. Bahwa yang dilakukan terdakwa bukanlah tindakan korupsi. “Bukan. Bukan korupsi itu. Saya sudah ingatkan sejak awal saat saya di-BAP,” tandas Direktur Administrasi Pendapatan dan Investasi Daerah Depdagri, Drs Reydonnyzar Moenek M Devt N, kepada wartawan usai persidangan, Senin (23/8). Menurutnya, dalam Biaya Penunjang Operasional (BPO) sejauh digunakan untuk mendukung kegiatan dewan dan mendapat kesepakatan, maka tidak ada larangan penganggaran dalam BPO. Dan pertanggungjawaban penggunaan anggaran tersebut melalui proses verifikasi. Yakni cukup berupa tanda terima kuitansi. “Jadi benar apabila ada verifikator (dalam persidangan sebelumnya) yang mengatakan pertanggunjawabannya cukup dengan tanda terima kuitansi saja,” terangnya saat persidangan. Adapun, kata dia, jika dikaitkan kinerja dewan, maka pasti harus disertai dengan produk-produk kinerjanya. Seperti peraturan daerah, laporan hasil pansus, laporan hasil reses. Sehingga pertanggungjawabannya dalam menggunakan BPO adalah kuitansi penerimaan dan dokumen kinerja. Selama BPO itu menjadi beban tetap anggaran, maka tidak perlu dipersoalkan. “Kalau itu (produk kinerja dan tanda terima) tidak ada ya mohon maaf, pidana” ucap ahli. Pria yang mengaku kerap dimintai pendapatnya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi ini mengatakan, tentang adanya penggeseran anggaran selama ditampung di anggaran perubahan, maka tidak menjadi soal. Bahkan sejauh dalam proses memperbaiki administrasi, ruang perbaikan itu masih diberikan. Hanya harus ada penjelasan dari kepala daerah dalam bentuk klarifikasi. “Kalau yang terjadi ketekoran kas, atau penganggaran melampaui batas klarifikasi PAD baru tangkap. Itu mengacu pada PP 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah,” urainya dalam persidangan terdakwa Haris Sutamin, Setiawan, Wawan Wanija, Citoni, Iing Sodikin, Ade Anwar Sham, Toha B Ana, dan Dahrin Syahrir. Soal SE Mendagri 161, lanjut dia, hanyalah bersifat pedoman. Diterbitkan untuk mengisi kekosongan hukum pada saat itu. Lagi pula jika melihat kasusnya Perda nomor 3 tahun 2004 masih mengacu pada UU No 22 tahun 1999 dan PP 105 tahun 2000. Karenanya tidak mungkin Perda APBD itu mengacu pada SE 161. Ini baru menjadi konsideran pada penyusunan APBD berikutnya. Itu pun masih menjadi perdebatan, karena efektifnya baru bisa diberlakukan pada APBD 2005. “SE itu pedoman saja, arahan. Nah kalau SE dibenturkan dengan Perda, tidaklah mungkin. Dan tatib dalam kasus ini tidak berlaku surut,” ucapnya. Reydonnyzar juga menyinggung tentang dana bantuan hukum, baginya itu tidak harus dipersoalkan, adalah sebagai sesuatu yang jelas. “Clear itu. Yang penting ada bukti pemberian,” terang jebolan master Perancis ini. Ahli yang baru datang pada panggilan ketiga ini kembali menegaskan bahwa pada legislatif di daerah, pengguna anggarannya adalah Sekwan, bukan anggota DPRD. Dan sesuai dengan SE Mendagri huruf E angka IV bahwa bentuk pertanggungjawaban anggaran yang masuk dalam beban tetap cukup dengan tanda terima kuitansi. Ini juga sesuai dengan Kepmendagri No 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata cara Penyusunan APBD. “Dia (BPO) itu masuk pada pengelompokan anggaran jenis. Dan dia jadi beban tetap, maka hanya seperti itu peng-SPJ-annya. BPO itu tidak pernah didefinisikan, mau dia beli bensin atau apa lain soal,” ungkap pria yang menyebut dirinya ahli pemerintahan dan keuangan daerah ini. Selama jalannya persidangan, ahli pun sempat meminta infocus kepada majelis hakim agar penjelasan yang disampaikannya dapat lebih gamblang. Namun majelis hakim yang diketuai Samir Erdy SH M Hum ini menjawabnya dengan mengatakan di pengadilan tidak ada infocus. “Di pengadilan itu miskin, tidak seperti Depdagri kaya,” sembari mengacungkan jempol ke atas saat menyebut Depdagri, dan membalikkan acungan jempol ke bawah saat menyebut pengadilan. Karena merasa tidak diakomodir hakim, penasehat bahkan menawarkan diri siap menyediakan infocus yang diminta ahli jika diizinkan majelis. Namun akhirnya tidak disetujui majelis. Mendengar penjelasan ahli, Penasehat Hukum Wa Ode Nur Zainab SH menilai itu merupakan pencerahan yang berhubungan dengan pertanggungjawaban keuangan. Sebab, kliennya didakwa oleh JPU melakukan korupsi biaya penunjang operasional dalam berbagai item, sehingga merugikan keuangan negara mencapai Rp4,9 miliar. “Penjelasan ahli sangat mencerahkan,” katanya. Penjelasan ahli sangat penting, kata dia, karena tidak ada yang bisa menjelaskan sebaik dari pihak yang mengeluarkan aturannya sendiri. Sementara seluruh dakwaan yang dikenakan JPU kepada terdakwa didasari pada aturan-aturan dari Depdagri. “Jadi ya sangat penting. Karena itu kami memiliki kepentingan ahli ini untuk hadir di persidangan,” terangnya. Lalu apa kata hakim? Samir usai persidangan hanya meminta masyarakat untuk menunggu hasil akhir dari persidangan ini. “Tunggu nanti akhirnya ya,” ucap hakim yang telah mengikuti pelatihan hakim tindak pidana korupsi itu. Usai memberikan keterangan dalam berkas perkara 32 APBD Gate 2004, Reydonnyzar juga memberikan keterangan pada persidangan berkas perkara 31 APBD GAte 2001. Dengan terdakwa Achmad Djunaedi, Suyatno H Saman, Safari Wartoyo dan Jarot Adi Sutarto. Dalam catatan koran ini, keterangan ahli kali ini berbeda 360 derajat dengan keterangan ahli hukum keuangan negara Drs Siswo Sujanto DEA dalam keterangannya di persidangan APBD Gate pada Selasa 20 Juli lalu. Dia mengatakan, dalam berbagai kasus tindak pidana korupsi pihak yang bisa menentukan kerugian negara adalah majelis hakim di pengadilan. Karena itu tidak jarang hasil akhirnya kerugian negara yang dihitung oleh hakim berbeda dengan yang tertera dalam dakwaan JPU. ”Di majelis inilah akan dibuktikan. Berapa sebenarnya kerugian negara yang telah terjadi? Apa betul ada kerugian atau tidak? Didukung dengan data-data yang ada,” papar pria yang juga jebolan master Perancis ini. Sedangkan soal pertanggungjawaban keuangan lembaga, kata mantan anggota tim pengarah tim koordinasi sistem informasi hukum dan peraturan perundang-undangan bidang keuangan negara di Lingkungan Departemen Keuangan ini, menyampaikan harus disusun atas pertanggungjawaban pribadi. ”Kalau yang tanggungjawab lain, enak dong penggunanya,” ungkapnya. (hen)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: