Rapor Merah untuk Bupati
SPI Anggap Kebijakan Pemkab Tak Memihak Petani SUMBER– Puluhan massa yang tergabung dalam Serikat Petani Indonesia (SPI) Kabupaten Cirebon menduduki kantor Bupati Cirebon di Sumber, kemarin. Kedatangan mereka dimaksudkan untuk menagih janji Bupati Cirebon Drs H Dedi Supardi MM kepada para petani, sekaligus membeberkan kesalahan Pemkab Cirebon yang tak memimak kepada petani. Menurut Ketua SPI Kabupaten Cirebon, Mae Azhar SH, selama 8 tahun masa kepemimpinan Bupati Dedi, Pemkab Cirebon memiliki tiga dosa besar kepada para petani. Tiga dosa besar itu adalah membiarkan peningkatan alih fungsi lahan produktif pertanian menjadi kawasan pemukiman mewah, kekeringan yang terus terjadi setiap tahunnya tanpa ada upaya dari Pemkab Cirebon untuk menanggulanginya dan bantuan program pertanian yang banyak diselewengkan dan tidak tepat sasaran. “Rapor merah untuk bupati dalam bidang pertanian,” tutur Mae Azhar. Pihaknya menjelaskan, peningkatan alih fungsi lahan secara besar-besaran menunjukkan lemahnya pemerintah di depan para pengusaha. Dengan dalih percepatan investasi dearah mereka dengan seenaknya merelakan tanah-tahah produktif dijadikan pemukiman yang notabene bukan untuk kalangan petani. “Ini ironis, Kabupaten Cirebon yang terkenal sebagai wilayah agraris karena penghasil lumbung padi. Tapi, kebijakannya tidak memihak kepada para petani,” jelasnya. Kemudian, persoalan kekeringan juga hingga kini tak ada solusinya. “Saat para petani berteriak kekurangan air, pemerintah dengan entengnya menjawab dipasrahkan saja kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ini sebuah jawaban yang naïf, kita boleh berpasrah diri, kalau sudah segala usaha sudah dilakukan. Usaha juga belum, disuruh pasrah,” terangnya. Penyelewengan sejumlah program untuk petani yang dilakukan oleh para oknum entah itu dari internal pemerintah maupun eksternal juga menjadi masalah yang sangat serius. Pasalnya, program tersebut adalah hak para petani guna meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi pertaniannya demi kesejahteraan mereka. Tapi, oleh oknum yang tak bertanggung jawab diselewengkan atau disalurkan kepada pihak yang bukan haknya. Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu di Kecamatan Klangenan telah terjadi pungutan oleh oknum tidak bertanggungjawab terhadap petani. “Anggaran setiap tahun keluar, tapi petani tidak mendapatkan apa-apa,” bebernya. Ketika dihadapkan pada ketiga persoalan krusial ini, Pemkab Cirebon tidak bisa berbuat apa-apa. Padahal, pemerintah adalah tumpuan pertama dan utama para petani untuk meminta nasihatnya. Berkat petani juga nama Kabupaten Cirebon melambung tinggi di tingkat nasional karena salah satu daerah lumbung padi di Indonesia dan Jawa Barat. “Kalau pemkab tidak berpihak kepada petani, bagaimana petani bisa berpihak kepada pemkab,” tegasnya. Sementaraa Kadistanbunakhut Kabupaten Cirebon DR Ir H Ali Effendi MM yang menemui masa SPI menjelaskan bahwa persoalan pertanian ke depan makin kompleks. Alasannya karena setiap tahun laju pertumbuhan penduduk selalu meningkat. Berdasarkan data yang dirilis oleh BPS beberapa waktu lalu, kata Ali, menyebutkan setiap tahun Kabupaten Cirebon menyumbang pertambahan penduduk sekitar 143 ribu jiwa. Tentunya dengan pertambahan jumlah penduduk makanan yang dibutuhkan juga semakin banyak, begitu juga dengan kebutuhan pemukiman bertambah. Oleh sebab itu, sebenarnya Bappeda sudah membuat tata ruang untuk penggunaan lahan, terutama penggunaan lahan abadi seluas 40 ribu hektare. \"Kita sudah buat warning ke pengembang perumahan agar tidak membuat rumah di lahan yang produktif, kita sudah sepakat dengan Bappeda agar setiap pembangunan diatur per persil,\" jelasnya di hadapan massa. Begitu juga dengan masalah program pertanian. Ali menegaskan setiap bantuan pertanian yang diajukan melalui musrenbang pasti akan tepat sasaran karena sesuai dengan Pagu Indikator Kewilayahan (PIK). Oleh sebab itu, pihaknya menyarankan agar anggota SPI ikut terlibat dalam setiap musrenbang dengan menjadi anggota Gapoktan di wilayahnya masing-masing. \"Bantuan yang sering tidak tepat sasaran adalah bantuan dari pusat yang tidak melalui Distanbunakhut,\" ungkap Ali serius. Untuk persoalan kekeringan, Ali mengatakan pemerintah tidak berdiam diri. Berbagai upaya dilakukan untuk menanggulangi kekeringan. Salah satu upaya prefentif yang sudah dilakukan adalah melakukan sosialisasi kepada para petani untuk mengubah pola tanam dengan mengikuti musim yang ada. Misalnya, jangan memulai musim tanam kedua pada bulan Maret atau April, karena di pertengahan sisa air musim hujan akan hilang. Upaya jangka panjangnya adalah mendesak Pemprov Jabar agar mempercepat pembangunan Waduk Jatigede sehingga kebutuhan air untuk pertanian khususnya di wilayah barat bisa segera dipenuhi tahun depan. \"Begitu juga wilayah lainnya, kita selalu mengajukan normalisasi sungai dan waduk yang ada,\" bebernya. Terpisah, Serikat Nelayan Indonesia (SNI) mendukung langkah SPI. Mereka berencana mengerahkan anggota nelayan 1500 dari Jawa Barat dan Banten untuk bergabung ke Jakarta. Menurut Sekretaris Jenderal Pengurus Nasional Serikat Nelayan Indonesia, Budi Laksana, Reforma Agraria Sejati sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No 5 Tahun 1960 mengatur ruang lingkup agraria meliputi bumi air dan udara. Dalam Bab I pasal 1 berbunyi pengertian bumi yakni selain permukaan bumi (tanah) termasuk juga tubuh bumi dibawahnya. Pengertian air tersebut melingkupi laut wilayah perairan Indonesia dan termasuk perairan dalam. Dan yang dimaksud ruang angkasa ruang di atas bumi dan air tersebut. “Dengan demikian reforma agraria sesuai UUPA dan TAP MPR No. IX Tahun 2001 lebih bersifat komprehensif dan tidak sebatas tanah dan daratan saja,” tuturnya. Ditegaskan, Reforma Agraria adalah ide besar para pendiri bangsa untuk menata ulang struktur kepemilikan lahan agar terciptanya keadilan sosial rakyat Indonesia. Apa yang sebelumnya Soekarno sampaikan dari ide dasar prinsip pokok pelaksananan Reforma Agraria, yakni hak rakyat untuk berkembang dan menentukan perkembangannya, hukum agraria bersifat kerakyatan dan memihak kaum marginal dan hukum agraria menganut asas kebangsaan dengan menghormati keragaman budaya yang termuat dalam hukum-hukum adat. “Dengan ini Serikat Nelayan Indonesia (SNI) menuntut kepada pemerintah untuk menjalankan Reforma Agraria Sejati sebagaimana mandat Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960,” tegasnya. (jun)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: