Nelayan Cirebon Minta Distribusi Program Konversi BBM ke Gas Dikontrol

Nelayan Cirebon Minta Distribusi Program Konversi BBM ke Gas Dikontrol

CIREBON - Program konversi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG) dari Kementerian ESDM bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), masih jauh dari harapan. Pelaksanaannya pun tidak jelas dan di beberapa tempat diduga terjadi kesalahan distribusi. Stok BBG yang seharusnya didistribusikan dan bisa dinikmati langsung nelayan untuk keperluan melaut, justru tidak tepat sasaran. Setelah rekanan yang ditunjuk Pertamina tidak melakukan prosedur penyaluran sebagaimana mestinya. Hal tersebut diakui pemilik pangkalan gas untuk nelayan Desa Pengarengan, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, Akwandi yang juga sekretaris Kelompok Nelayan Mina Lestari Jaya. Tidak maksimalnya penggunaan gas oleh nelayan, membuatnya harus melempar stok tersebut ke warung-warung dan tokoh di Desa Pengarengan. “Saya sekali kirim normalnya bisa dapat 160 tabung dari koperasi. Sistemnya saya bayar dulu sebelum barang datang ke koperasi Ender. Kalau sebulan rata-rata sekitar 750 tabung,” ujarnya. Menurutnya, penggunaan mesin dengan converter kit di wilayahnya, hanya sekitar 33 nelayan. Jumlah tersebut jauh lebih sedikit dari stok gas yang dikirim Koperasi Ender sebagai pangkalan utama program konversi gas untuk wilayah Cirebon Timur. “Pemakaian nelayan kan irit sekali. Satu perahu paling banyak 3 sampai 4 tabung dalam seminggu. Sedangkan stok untuk pangkalan saya bisa sampai 750 tabung dalam sebulan. Kan masih sisa banyak. Saya taruh di warung dan toko sekitar sini,” tuturnya. Meskipun demikian, dia tidak pernah menjual dengan harga lebih mahal dari warung atau toko. Karena gas itu dari Pertamina dibeli koperasi seharga Rp 14.150. Kemudian dibeli para ketua kelompok nelayan dengan harga Rp 15.300 lalu dijual ke para nelayan seharga Rp 16 ribu. “Kita jual ke warung dan toko pun seharga itu. Paling tinggi Rp 16 ribu. Ada aturan yang melarang menjual dari nilai itu. Kita tidak berani, ada aturannya. Bisa kena sanksi kalau menjual di atas itu,” tuturnya. Dia pun paham betul jika gas-gas tersebut hanya untuk keperluan nelayan. Karena itu dia tidak menyalahi aturan jika menaruh stok gas ke warung-warung dan toko. Sebab nantinya akan dibeli juga oleh nelayan. “Yang beli ke toko dan warung juga kan nelayan-nelayan juga nantinya. Selama untuk kepentingan nelayan, saya yakin saya tidak melanggar atau menyalahi aturan. Saya kan bikin laporan juga,” katanya. Menurut Akwandi, dari lima daerah di Cirebon bagian timur yang mendapat jatah droping gas program Kementerian ESDM untuk setiap bulannya tak kurang dari 3.500 tabung dikirim ke Koperasi Ender. Kemudian baru didistribusikan ke tiap kelompok nelayan. “Saya saja sebulan 750 tabung. Ada 5 desa yang dapat. Jumlahnya tentu tak kurang dari 3.500 tabung sebulan,” tambahnya. Di akhir pembicaraan, Akwandi menuturkan, saat ini dari 33 nelayan yang menerima bantuan mesin dan gas program konversi tersebut. Namun, hanya sekitar lima nelayan saja yang masih membeli rutin di tempatnya. Sisanya mereka memilih membeli ke warung-warung dan toko yang sebelumnya disuplai Akwandi. “Nelayan ini kan kalau beli ke saya gak boleh utang. Tapi kalau ke warung kan bisa utang. Mereka beli ya akhirnya lebih milih ke warung, meskipun harganya lebih mahal dua ribu. Sekalian berutang untuk kebutuhan melaut lainnya,” pungkasnya. Namun, keterangan yang disampaikan Akwandi tersebut berbeda dengan pengakuan Ketua Koperasi Nelayan Desa Ender, Dusma. Dia mengaku hanya menerima sekitar 1.000 tabung dari Pertamina. Pengakuan Akwandi juga berbeda dengan yang disampaikan Ketua Nelayan Desa Ambulu, Samsurudin. Dia mengaku, sudah sekitar beberapa bulan terakhir ini tidak pernah mendapatkan lagi pasokan gas. Sehingga para nelayan Desa Ambulu yang menerima program konversi BBM ke BBG dari Kementerian ESDM dan KKP, akhirnya beralih kembali menggunakan BBM. Dia pun meminta dinas terkait untuk turun dan melakukan kontrol dan mengatasi masalah tersebut. “Ya, saya minta dinas segera turun. Cek langsung kondisi lapangan. Coba dihitung lagi, berapa yang pakai dan berapa yang rusak. Terus stok gas itu menguap ke mana? Karena kita di sini gak ada yang dapat dan sudah tidak dikirim lama,” pungkasnya. (dri)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: