Tiga Detik atau Kurang

Tiga Detik atau Kurang

Untuk memutuskan sesuatu, untuk menyukai sesuatu atau tidak, untuk memilih sesuatu atau yang lain, kita hanya butuh tiga detik atau kurang.

***
Banyak orang pasti pernah mengalami dilema ini. Harus memutuskan atau memilih sesuatu, tapi hatinya tidak pas.
Beli baju misalnya. Ada dua pilihan, tidak ada yang benar-benar memuaskan. Yang satu bagus karena ini, yang satu bagus karena itu. Tapi, tidak ada yang luar biasa bagus. Kedua baju dijajarkan, dicoba berkali-kali di depan cermin, tetap tidak bisa membuat keputusan. Sempat pergi sebentar keluar toko untuk ”menjernihkan pikiran”, lalu kembali lagi. Eh, tetap saja tidak ada yang benar-benar sreg di hati. Menyebalkan, bukan? Harus memilih yang mana? Ini berlaku untuk banyak hal. Memilih lukisan. Memilih perabotan. Memilih menu makanan. Memilih foto. Bahkan mungkin memilih cewek (atau cowok) yang ingin diajak kenalan. Kebetulan, saya termasuk beruntung, hidup saya termasuk yang menyediakan banyak opsi atau pilihan. Mau ini bisa. Mau itu bisa. Mau kebanyakan hal atau barang bisa. Jadi, saya mungkin lebih banyak dapat kesempatan untuk berlatih memilih. Dan saya memang beruntung, karena kalau salah pilih ya sudah, tidak apa-apa. Lain kali tidak akan salah lagi. Meski demikian, tetap tidak ada cara atau metode yang bisa memudahkan proses pemilihan tersebut. Sampai suatu waktu, saya nonton sebuah dokumenter tentang proses pembuatan film Star Wars (saya maniak Star Wars). Khususnya tentang sang penciptanya, George Lucas, saat membuat trilogi prekuel yang dirilis antara 1999–2005. Bagi yang tidak familier, Star Wars itu sangat kompleks. Cerita luar angkasa, dengan berbagai spesies, pesawat, planet, dan aneka hal yang harus ditentukan secara pas desain-desainnya. Dan semua desain harus disetujui langsung oleh Mr Lucas. Dalam hati, saya berpikir. Tidak mungkin Mr Lucas yang mendesain semua hal itu. Dia pasti punya tim yang besar dengan tugas masing-masing. Lalu bagaimana Mr Lucas membuat segala keputusan? Ternyata seru. Pakai ”Hukum Tiga Detik”. Untuk menentukan desain akhir berbagai model pesawat misalnya. Para desainer menempatkan banyak alternatif desain di dinding. Kemudian, pada momen yang sudah ditentukan (sesuai deadline), Mr Lucas akan masuk ke dalam ruangan, lalu berjalan memperhatikan satu per satu desain yang diusulkan. Dengan cepat, Lucas memberi tanda pada desain-desain yang dia sukai, dan dia setujui untuk ditampilkan di dalam film. Dalam dokumenter itu, dijelaskan bahwa Mr Lucas sangat percaya dengan ”Hukum Tiga Detik”. Maksudnya, kalau dalam tiga detik tidak suka, dia akan langsung meninggalkan desain tersebut. Berlanjut ke desain berikutnya. Begitu pula sebaliknya. Kalau dalam tiga detik (atau kurang) merasa sreg, dia akan langsung menyetujuinya. Tidak banyak basa-basi, tidak banyak ba-bi-bu. Tiga detik atau kurang. Suka. Tidak suka. Seru, bukan? Sebagai penganut ajaran Star Wars yang loyal, saya mencoba menerapkan ”Hukum Tiga Detik” itu dalam pekerjaan sehari-hari. Misalnya saat tim event saya mengajukan berbagai desain panggung, logo, atau backdrop. Kalau dalam tiga detik tidak ada yang saya sukai, semua langsung ditolak. Desain ulang. Tunjukkan lagi. Lalu diuji lewat ”Hukum Tiga Detik” lagi. Tidak perlu banyak basa-basi. Walau mungkin terjadi sedikit diskusi. Proses itu akan terus diulangi sampai ada yang benar-benar sreg di hati, dan benar-benar sesuai dengan segala aspek keperluan. Saya juga menerapkannya dalam hal lain. Ketika belanja, saya sangat bahagia dengan ”Hukum Tiga Detik” itu. Memilih baju bisa langsung cepat. Kalau tidak ada yang disuka ya sudah. Tidak perlu berlama-lama memikirkannya. Kalau ada dua pilihan baju yang ”tanggung”, ya tinggal saja. Biarkan. Keliling lagi saja cari yang benar-benar enak di hati. Kadang-kadang, ”Hukum Tiga Detik” juga saya terapkan untuk menyikapi makanan yang jatuh. Kalau makanan itu jatuh dalam waktu kurang dari tiga detik, maka masih oke untuk diambil untuk dimakan. Wkwkwkwk… Jorok? Entahlah. Tapi, saya membaca artikel dari Inggris, dalam tiga detik sebenarnya makanan itu tetap aman. Apalagi kalau itu makanan yang banyak mengandung gula atau garam. Bagi saya, selama lantainya bersih, atau mejanya bersih. Tiga detik oke lah. Wkwkwkwk… Anyway, entah tulisan ini berguna atau tidak. Tapi, tidak ada ruginya dalam mencoba, bukan? Yang jelas, saya merasa kalau ”Hukum Tiga Detik” itu benar-benar keren kok. Bagi yang masih jomblo, kalau dalam tiga detik Anda tidak jatuh hati pada seseorang, kemungkinan besar Anda tidak akan pernah jatuh hati padanya. Kecuali mungkin dipaksa-paksa, atau diancam dengan todongan pistol… Mungkin gara-gara ”Hukum Tiga Detik” ini pula ada istilah ”Jatuh cinta pada pandangan pertama”. Karena satu detik sebenarnya sudah cukup. Paling lama tiga detik! (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: