Polri-BPN Sepakat Bentuk Tim Terpadu Berantas Mafia Tanah
JAKARTA- Persoalan tanah tidak pernah habis. Tidak heran pemerintah memberikan perhatian khusus. Mereka melakukan berbagai cara untuk menuntaskan persoalan tersebut. Di antaranya memberantas mafia tanah. Jumat (17/3), Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) mengukuhkan komitmen tersebut. Mereka menggandeng Polri agar pemberantasan mafia tanah lebih cepat. Menteri ATR Sofyan Djalil menjelaskan, mafia tanah sudah sangat meresahkan. Bukan hanya merugikan pemerintah, keberadaan mereka juga menjadi ancaman bagi masyrakat. Untuk itu, perlu tindakan tegas dari pemerintah. “Kalau mafia tanah bisa kami perangi, sebagian masalah yang sulit dan rumit itu akan hilang,” ungkap Sofyan kemarin. Selama ini, pergerakan mafia tanah sudah sampai pada tataran tindak pidana. Sofyan mengungkapkan, mafia tanah tidak segan menggunakan dokumen palsu untuk mengurus tanah. Mereka juga kerap memanipulasi data sehingga tidak jarang berujung konflik. Bahkan, tanah milik negara yang belum bersertifikat turut jadi sasaran. ”Mafia tanah banyak sekali bentuknya. Kerja sama dengan Polri akan menekan (tindak pidana) itu,” harap pria yang juga mejabat sebagai kepala Badan Pertanahanan Nasional (BPN) itu. Sehingga secara bertahap mafia tanah hilang. Menurut Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, hak milik tanah amat penting bagi masyarakat. Karena itu, instansinya mendukung langkah Kementerian ATR untuk memerangi mafia tanah. ”Kami ingin memberantas mafia pertanahan,” kata Tito. Mafia tanah berani berbuat curang dan melakukan tindak pidana lantaran mereka tahu persis setiap proses sertifikasi tanah. ”Akibatnya banyak kasus tanah yang terjadi,” tambah dia. Guna mempercepat pemberantasan mafia tanah, Polri dan Kementerian ATR membentuk tim terpadu. Itu sesuai kesepatakan yang ditandatangani oleh Tito dan Sofyan kemarin. Berdasar perjanjian tersebut, paling lambat tim terpadu pemberantasan mafia tanah harus sudah terbentuk satu bulan setelah penandatanganan kerja sama. Baik di tingkat provinsi, kota, maupun kabupaten. ”Tim terpadu itu antara Polri dan BPN,” jelas Tito. Selain memberantas mafia tanah, tim terpadu juga bergerak untuk menyelesaikan persoalan pungutan liar (pungli). ”Melakukan langkah-langkah menekan pungli di bidang pertanahan dengan memperkuat mekanisme pencegahan,” kata Tito. Apabila langkah pencegahan sudah mentok, tim terpadu berhak mengambil langkah penindakan. Mekanisme itu berlaku di seluruh daerah. Sebab, persoalan pungli bidang pertanahan terjadi di berbagai daerah. Tukar menukar data dan informasi antara Polri dan Kementerian ATR juga turut disepakati melalui kerja sama tersebut. Itu penting untuk mengungkap mafia tanah yang selama ini ‘bermain’. Disamping itu, Polri juga akan akan membantu Kementerian ATR apabila membutuhkan pengamanan dalam menangani konflik pertanahan. ”Kami punya SOP dari yang soft sampai penindakan,” tegas Tito. Dengan begitu target pemerintah menyelesaikan masalah pertanahan lebih cepat terealisasi. Termasuk di antaranya percepatan sertifikasi tanah. Berkaitan dengan hal itu, Tito meminta Kementerian ATR membantu Polri menyertifikasi tanah mereka. ”Ada 83 juta meter persegi tanah Polri yang belum disertifikasi. Itu membuat Polri sulit lantaran mereka tidak bisa membangun fasilitas dan infrastruktur penunjang operasional Polri di atas lahan yang belum bersertifikat,” katanya. Karena itu, Tito meminta Kementerian ATR membantu instansi yang dia pimpin. (syn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: