Sepak Bola Cirebon Bisa Maju, Solusinya Pembinaan Pemain Berjenjang

Sepak Bola Cirebon Bisa Maju, Solusinya Pembinaan Pemain Berjenjang

SETELAH ditinggal (Alm) Khaelani, praktis tidak ada lagi tokoh yang menjadi tulang punggung dalam pembinaan pemain sepak bola Cirebon. Khususnya di Perserikatan Sepak bola Indonesia Tjirebon (PSIT). Mantan Pemain PSIT, Otong Ilik menjelaskan, saat era Khaelani, pembinaan dari jenjang usia berjalan. Para pemain termotivasi untuk bermain dalam tim skuad inti PSIT. Pembinaan saat itu dilakukan mulai dari diklat (pendidikan dan latihan). Sehingga, dengan pola pembinaan tersebut, kata dia, sepak bola Cirebon mampu hidup dan berbicara banyak dalam kompetisi. Menurutnya, PSIT era ‘80-an cukup dikenal dengan pemain-pemain andal. Tangan dingin (Alm) Khaelani rupanya membuat latihan sepak bola begitu bergairah. Saat itu latihan markas berada di Stadion Merdeka Lapangan Gunungsari (sekarang Grage Mal Cirebon). Untuk latihan, dulu berada di Jalan Cipto. Namun, era diklat itu kemudian terhenti setelah Khaelani meninggal tahun ’90-an. Apalagi setelah Stadion Lapangan Gunungsari ditukarguling dengan kawasan mal dan pindah ke Stadion Bima. Nyaris tidak ada lagi diklat pembinaan berjalan. \"Hingga kini tidak ada lagi tokoh seperti Pak Khaelani, banyak orang yang bisa berbicara tapi tindakannya tidak ada,\" ujarnya. Begitu juga dengan kepengurusan PSIT saat ini, seperti tidak arah dan tujuan. Sebagai salah satu mantan pemain PSIT, tentu saja dia merasa prihatin atas kondisi tersebut, umumnya kondisi pesepakbolaan di Kabupaten dan Kota Cirebon. \"Ya sekarang PSIT hanya asal jalan saja, tidak ada pembinaan dan tidak ada diklat,\" ujarnya. Dia menyebutkan. apabila ingin membangkitkan lagi sepak bola Cirebon, semua elemen harus bersatu. Karena permasalahan akan semakin kompleks apabila salah satu elemen saling menyalahkan satu sama lain. Selain itu, perlu ada konsep pembinaan yang terprogram secara berjenjang untuk menghidupkan gairah para pesepakbola agar mereka juga bangga saat membela tim PSIT. \"Karena manajemennya dan kualitas prestasi tidak ada, ya tidak ada lagi kebanggaan saat membela tim. Dulu kalau pemain dipanggil PSIT itu merasa bangga,\" ujarnya. (jml)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: