Citapen, Desa Tanpa Sinyal Handphone

Citapen, Desa Tanpa Sinyal Handphone

Sudah bertahun-tahun warga Desa Citapen, Kecamatan Japara, Kabupaten Kuningan cukup tersiksa. Betapa tidak, jika desa tetangganya dengan mudah menerima sinyal handphone yang dipancarkan BTS, kondisi sebaliknya dirasakan warga Citapen. Di desa ini, sinyal handphone dari semua operator kartu seluler tidak bisa menembusnya. Entah apa penyebabnya, warga Citapen sendiri tidak mengetahuinya. Laporan Agus Panther, Kuningan RAUT wajah Titing, warga Citapen tampak kesal. Sejumlah pesan penting yang dikirim rekannya sesama pendidik, nyaris tidak pernah sampai. Jika pun akhirnya masuk ke telepon seluler miliknya, itu juga terlambat cukup lama. Bahkan, bisa diterimanya lebih dari satu jam. Kondisi ini sudah dialami Titing dan seluruh warga Citepan sejak beberapa tahun lalu. “Di desa saya sama sekali tidak ada sinyal hp dari semua operator kartu seluler. Jika sudah pulang mengajar dan berada di rumah, saya sama sekali tidak bisa berhubungan dengan teman-teman melalui handphone,” papar Titing yang juga Kepala SDN Dukuhdalem, Kecamatan Japara kepada Radar Kuningan. Alhasil jika ingin mengirim pesan atau menelepon, dia dan warga lainnya harus berjalan cukup jauh menuju tugu selamat datang. Jaraknya sekitar 500 meteran dari rumahnya. Terkadang dia meminta temannya di desa tetangga untuk menyampaikan pesan jika ada keperluan penting dari dinas atau sekolah. “Di Citapen susah sinyal HP, dan itu sudah berlangsung cukup lama. Kalau ada berita penting dari dinas dan di luar jam kerja, biasanya ada teman atau saudara yang datang langsung ke rumah memberi kabar. Saya juga sering mencari sinyal sampai tugu selamat datang yang berada di sebelah selatan desa,” terang dia. Di area tugu selamat datang, sinyal handphone memang sangat kencang. Tak aneh jika banyak warga juga tampak memilih duduk-duduk sambil memainkan tombol telepon selulernya. Titing bersama suaminya sudah berusaha keras memasang berbagai alat supaya sinyal HP bisa tertangkap di rumahnya. Sayangnya, upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Bahkan dia juga sering naik ke lantai dua rumahnya untuk mencari sinyal, tapi tetap saja tidak dapat. Akhirnya, dia pasrah dengan kondisi yang dialami di desanya. “Entah berapa kali memasang penguat sinyal di atap rumah, namun tetap saja sinyalnya enggak ada. Kesal sih kesal, tapi mau bagaiamana lagi,” ungkapnya. Dia juga menceritakan, jika warga di perantauan ingin mengirimkan kabar melalui hanphone, biasanya yang dihubungi warga Citapen yang ada di sekitar tugu selamat datang. Setelah itu barulah disampaikan kepada warga yang akan dituju sesuai pesan yang diberikan. “Memang repot terutama kalau di malam hari terutama jika ada kabar dari luar desa. Padahal menara BTS dari desa saya jaraknya hanya sekitar 1,5 kilometer. Tapi entah mengapa sinyalnya tidak bisa ditangkap di Citapen,” keluh dia. Hal senada dikatakan Ilhamudin. Pria yang berprofesi sebagai arsitek itu mengakui jika desanya memang sangat sulit memperoleh sinyal HP. Karena itu, dia membangun toko di dekat tugu selamat datang hanya untuk memperoleh sinyak telepon seluler. “Kalau di toko sih sinyalnya sangat kuat, tapi begitu masuk ke desa, sinyal itu langsung hilang. Kayak ada tembok tebal yang sangat sulit ditembus. Kami sendiri tidak tahu faktor apa yang membuat desa kami tidak bisa menerima sinyal handphone, sedangkan desa lainnya sangat mudah menerimanya,” sebut Ilham, panggilan akrabnya. Titing, Ilham dan warga Citapen lainnya sangat berharap, pengelola operator membangun BTS di desanya agar warga mudah berkomunikasi melalui telepon seluler. “Percuma punya HP bagus dan mahal jika pas masuk ke desa, sinyalnya langsung hilang. Kami berharap, perusahaan telekomunikasi dan pemerintah daerah memikirkan pembangunan BTS di desa kami,” harap keduanya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: