3 dari 5 Anggota PPHP Mundur, Proses Penilaian Proyek DAK Miliaran Terancam Mangkrak

3 dari 5 Anggota PPHP Mundur, Proses Penilaian Proyek DAK Miliaran Terancam Mangkrak

CIREBON - Lima orang panitia penilai hasil pekerjaan (PPHP) proyek dana alokasi khusus (DAK), sudah tidak utuh. Tim berjuluk Pandawa Lima itu tinggal berdua. Lainnya secara resmi mengundurkan diri. Hal itu berimbas pada mundurnya waktu dan proses penilaian proyek senilai Rp 96 miliar itu. Peran Pandawa Lima ini sangat vital. Mereka yang bertugas menentukan penilaian akhir terhadap hasil pekerjaan kontraktor. “Saya mengundurkan diri sebagai tim PPHP. Bebannya terlalu berat,” ucap salah satu tim PPHP DAK Rp 96 miliar, Suana, kepada Radar Cirebon. Suana sempat menjadi bagian dari tim PPHP lebih dari satu pekan. Meski namanya jarang terpublikasi di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (DPUPR), tapi dia bukan sosok baru dalam tim PPHP. Beberapa pekerjaan proyek pembangunan infrastruktur, pernah ditangani. Pengalaman yang didapatkan dalam pekerjaan sebelumnya, ternyata tidak cukup membuat Suana bertahan. Meskipun berpengalaman, dia menganggap, pekerjaan kali ini bebannya terlalu berat. Masalah lain, pengukuran dan penilaian lapangan yang dilakukan bersama kontraktor, tidak didukung peralatan yang memadai. “Alatnya kurang canggih. Saya juga kurang ahli dalam hitung-hitungan. Kalau ngukur pekerjaan biasa, saya mampu. Kalau ini saya nggak berani,” tutur dia. Suana mencontohkan pekerjaan betonisasi. Pengukuran juga harus dilakukan sampai ke volume dan spesifikasi rangka beton. Indikatornya juga lebih detial. Dari beberapa kali terjun ke lapangan, dia memutuskan mengundurkan diri karena merasa tidak mampu. “Sudah saya sampaikan ke pak kadis,” ucapnya. Pengunduran diri Suana, ternyata diikuti pula dua rekannya dalam tim PPHP. Jadilah tim ini terancam mangkrak bekerja, karena kekurangan personel. Satu di antara personel yang masih bertahan, Asep Supriadi mengaku, ingin menunaikan tugas yang dipercayakan kepada dirinya. Sejak awal terpilih menjadi Tim PPHP, dirinya sudah menyiapkan diri untuk tantangan yang bakal dihadapi. “Ini pekerjaan yang harus saya tunaikan, karena ini proyek infrastruktur terbesar yang pernah ada di Kota Cirebon,” katanya. Saat diminta menjadi tim PPHP proyek DAK Rp 96 miliar, Asep mengakui, sempat gamang. Dia perlu waktu hampir satu pekan untuk mempertimbangkan banyak hal. Termasuk risiko hukum bila sampai salah melakukan penilaian. “Ya akhirnya saya punya keyakinan. Tugas ini saya ambil, intinya nggak sesuai spek ya nggak saya tanda tangan. Itu saja pegangan saya,” tuturnya. Berhentinya PPHP melakukan penilaian, membuat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga tidak bisa melakukan audit. Sebab, BPK menjadi semacam verifikasi atas pekerjaan PPHP yang melakukan cross check lapangan terhadap hasil pekerjaan. Rekomendasi dari badan pemeriksa keuangan itu menjadi landasan bagi Pemkot Cirebon dalam melakukan pencairan anggaran pembayaran proyek terbesar dalam sejarah itu. Mengenai mundurnya anggota tim PPHP, kabar yang didapat Radar, juga disebabkan banyaknya pelanggaran yang dilakukan kontraktor. Misalnya pelanggaran addendum yang terjadi di beberapa lokasi. Pelanggaran addendum ini masih terjadi hingga 31 Maret atau sepuluh hari setelah batas waktu penambahan masa kerja berakhir. (ysf)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: