Cangkul dan Pemotong Tisu Impor, Rokhmin: Indonesia Masuk Negara Kelas Tiga

Cangkul dan Pemotong Tisu Impor, Rokhmin: Indonesia Masuk Negara Kelas Tiga

KUNINGAN -  Pembangunan Indonesia saat ini masih jauh dari harapan. Di mana angka ideal produk domestik bruto (PDB) per kapita atau produktivitas warga suatu negara seharusnya berkisar 11.750 dolar, sedangkan Indonesia baru 3.540 dolar per kapita. Demikian diungkapkan Rokhmin Dahuri saat menjadi pembicara pada acara peresmian pembangunan Sekretariat HMI Cabang Kuningan di Jalan Cut Nyak Dien depan Kampus Uniku, Minggu (9/4) Sedangkan berdasarkan kapasitas iptek, lanjut Menteri Perikanan dan Kelautan di Era Megawati Soekarnoputri itu, idealnya 75 persen kebutuhan teknologi suatu negara harus bisa diproduksi oleh nagaranya sendiri ternyata Indonesia sebaliknya. \"Saat ini Indonesia masuk dalam negara kelas III, di mana kebutuhan teknologi masih 75% diimpor oleh negara luar. Mulai dari cangkul hingga gulungan untuk memotong tisu adalah kiriman dari Taiwan,\" kata Rokhmin. Soal ekonomi makro, diakui Rokhmin, Indonesia mengalami pertumbuhan sejak pemerintah Presiden Gus Dur sampai SBY sekitar 5,8 persen pertahun. \"Pada pemerintahan Presiden Soeharto dulu, ketika terjadi pertumbuhan ekonomi makro 1 persen bisa menciptakan 500 ribu orang tenaga kerja, namun di zaman reformasi ini hanya dapat menciptakan sekitar 150 ribu tenaga kerja saja,” tuturnya. Setelah diselidiki, lanjut Rokhmin, ternyata sumber pertumbuhan ekonomi terbesar ada di sektor keuangan seperti perbankan, jual beli saham. Dan untuk sektor riil, sebutnya, terpusat di kota besar seperti mall, hotel dan tempat hiburan, bukan yang menghasilkan produk seperti pertanian, kelautan dan perikanan atau manufakturing dan pertambangan dan energi. Dalam kesempatan itu, Rokhmin juga mengkritisi pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang telah berbangga diri karena telah meningkatkan pertumbuhan ekonomi makro negara Indonesia hingga 5 persen. Menurut Rokhmin, dari pertumbuhan tersebut hanya menyelesaikan masalah pengangguran di Indonesia sekitar 750 ribu orang saja. Padahal, angkatan kerja setiap tahun sekitar 3 juta orang yang berarti masih devisit 2,25 juta warga Indonesia menganggur setiap tahun. Berdasarkan data Credit Swisse, satu persen orang Indonesia terkaya ternyata jumlah kekayaannya senilai 49,4 % dari kekayaan Indonesia. Kondisi ini, kata Rokhmin, terburuk keempat di dunia setelah Rusia, India dan Thailand. Parahnya lagi, kata Rokhmin, kekayaan para konglomerat yang mencapai 11 ribu triliun tersebut ternyata disimpan di luar negeri. Bahkan, strategi Menteri Keuangan Sri Mulyani melaksanakan Amnesti Pajak pun ternyata tidak mengembalikan kekayaan mereka pulang ke Indonesia. \"Berdasarkan data Bank Indonesia maupun Menteri Keuangan menyebutkan, Tax Amnesty telah mengumpulkan dana pajak sekitar Rp 104 triliun. Ternyata  80 persen di antaranya merupakan hasil dari dana pajak dalam negeri yang dibayarkan oleh masyarakat Indonesia bukan dari dana para konglomerat yang menyimpan uangnya di Singapura, Taiwan dan negara lainnya,\" kata Rokhmin. (taufik)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: