Ikhtiar Seniman Sejajarkan Tarling di Pentas Musik Nasional

Ikhtiar Seniman Sejajarkan Tarling di Pentas Musik Nasional

Gamelan dengan aransemen Oeblet Tabuhan Nusantara Etnik Orkestra menjadi instrumen persembahan Simfoni Tarling Cirebon untuk Nusantara di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail (TIM) Jakarta, Sabtu (8/4) malam. Sebagai kesenian tradisional Cirebon, perpaduan sastra, seni gerak dan multimedia, menjadi warna baru  dalam pertunjukan tarling. Laporan: Husain Ali, Jakarta KEMBANG Kilaras, Sumpah Suci, Pemuda Idaman, Aja Melang, Remang-remang, Arjuna Ireng, Percuma, Waru Doyong, Kebayang, Warung Pojok, dilantunkan Hj Nengsih, Nunung Alfinada, Diana Sastra, Hj Uun Kurniasih. Lagu-lagu Cirebonan yang akrab di telinga masyarakat pantura itu disuguhkan lebih impresif. Puisi Cirebon 630 Tahun Kemudian karya Ahmad Syubbanuddin Alwy dibacakan Away Enawar, aktor sekaligus penyair asal Losari Cirebon. Puisi yang dibacakan Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Tangerang itu mewarnai pertunjukan Simfoni Tarling. Selain Away Enawar, puisi epik karya Alwy itu juga dibacakan Hj Eti Herawati. Wakil DPRD Kota Cirebon itu selain membackan puisi, juga terlibat dalam garapan Simfoni Tarling. Tidak hanya seni sastra, tapi tari topeng, sintren, juga menjadi paduan yang menambah daya pikat pertunjukan Simfoni Tarling malam itu. Walhasil, pertunjukan yang digelar dua malam sejak Jumat (7/4), itu menghipnotis para penonton. Di tengah pertunjukan, ada pemandangan sawer duit dari penonton kepada biduan yang menyanyikan lagu di panggung. Sejumlah penonton maju mendekati biduan di panggung, menyawerkan duit. Hal itu menjadi salah satu ciri khas tersendiri dalam dinamika musik Cirebonan atau pantura. Syair Kebayang menjadi lagu penutup yang dinyanyikan bersama antara Hj Nengsih, Hj Nunung Alvi dan Diana Sastra. Semua penonton yang semula duduk ikut hanyut berdendang di depan panggung. Standing aplaus para penonton usai pertunjukan menjadi penanda pertunjukan tarling persembahan Majelis Seni dan Tradisi (MeSTi) Cirebon layak diangkat ke pentas nasional. Djana Partanain, tampil sebagai kunci di tengah kesuksesan pertunjukan Simfoni Tarling malam itu. Dengan apik sang maestro itu menjaga pakem tarling dan mengharmonisasikan nada aransemen Oeblet Tabuhan Nusantara Etnik Orkestra. \"Saya senang, pertunjukan tarling bisa kembali dinikmati banyak orang. Terlebih pertunjukannya digelar di panggung semegah Taman Ismail Marzuki,\" kata maestro yang akrab disapa Mama Djana itu. Sang sutradara Dedi Kampleng mengatakan, pertunjukan Simfoni Tarling merupakan bentuk ikhtiar yang hendak menyejajarkan tarling di jalur musik nusantara. Sebagai musik tradisi, tarling semakin terkikis di tengah derasnya gempuran pertunjukan seni musik, baik yang datang dari barat maupun industri dalam negeri. Sehingga menurutnya, tarling kini bukan semata milik masyarakat Cirebon. Tetapi bisa dinikmati dan menjadi kebanggaan masyarakat Nusantara. \"Kesan selama ini, tarling itu musik glodog, musiknya perempuan nakal, orang-orang pinggiran. Tapi mudah-mudahan ke depan tarling disukai dan dinikmati anak-anak muda dan semua kalangan, bisa menjadi pentas di gedung-gedung mewah,\" harap Kampleng. Hanya saja, Kampleng mengakui dalam pertunjukan Simfoni Tarling Cirbon terdapat banyak kekurangan. Namun, bukan berarti mengurangi nilai ekspektasinya; tarling sebagai persembahan musik Cirebon untuk Nusantara. \"Semua yang kami hadirkan ke Graha Bhakti Budaya ini memang serba sedikit. Termasuk kuliner khas Cirebon, sedikit kami hadirkan di sini. Istilah Cirebonnya \'icip-icip\', jadi hanya sekadar mencicipi. Artinya, kalau pengin tahu banyak tentang kesenian Cirebon seperti tarling dan lainnya ya datang ke Cirebon,\" tutur Kampleng. Hal yang penting menurut Kampleng, pesan Simfoni Tarling Cirebon sampai ke penonton. Sehingga pesannya yang positif bisa dipraktikkan penonton. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: