Paradoks Hubungan Ayah-Anak hingga Cinta di Usia Senja

Paradoks Hubungan Ayah-Anak hingga Cinta di Usia Senja

Panggung yang sederhana. Tak banyak properti. Namun, para aktor begitu memukau penonton malam itu. MIKE DWI SETIAWATI, Cirebon HANYA ada sebuah kursi kayu. Seorang pengacara muda, diperankan Taksu Wijaya begitu bersemangat untuk menangani sebuah kasus di pengadilan. Dia mendapat klien besar. Seorang penjahat besar yang diancam pidana. Meski berisiko besar, dia tetap membela kliennya. Dia pun \"memamerkan\" kasus yang akan dihadapi kepada pengacara senior yang diperankan Putu Wijaya, yang tak lain adalah sang ayah, kini tak lagi mampu berbicara. Namun, sang pengacara muda lebih memilih berbicara sebagai seorang profesional sebagai kolega, bukan sebagai ayah dan anak. Alhasil, nasihat tersirat dari ayahnya untuk tidak menangani kasus penjahat besar ditolak mentah-mentah. \"Benar salah bukan persoalan. Hanya ada kemungkinan kalau aku membelanya nanti, aku akan keluar sebagai pemenang,\" kata si pengacara muda. Dia sangat bermimpi untuk melebihi kehebatan ayahnya. Pada akhirnya, sang pengacara muda berhasil membebaskan si penjahat besar dari segala tuduhan yang dituntut para jaksa. Uang berlimpah dan nama besar diterimanya. Hal itu kontradiktif dengan penerimaan publik yang tak menyukai dia. Publik menunjukkan dengan aksi demonstrasi. Si penjahat melarikan diri ke luar negeri. Massa bingung kepada siapa kemarahan mereka ditumpahkan. Massa pun mengalihkan \"amarah\" kepada sang pengacara muda itu. Nahas, dia pun tewas diamuk massa. Ayahnya menangis tersedu-sedu. Dia menyesali tak bisa memberi tahu secara langsung konsekuensi yang akan dihadapi anaknya. Sia hanya bisa meratapi anaknya yang tewas akibat ketidaktahuan, tertipu oleh kebenaran yang amat diyakininya. Begitulah kisah dalam lakon monolog \'Oh\' yang dibawakan Teater Mandiri di Gedung Kesenian Nyi Mas Rarasantang pada penutupan Festival Teater Cirebon 2017, Selasa (11/4) malam. Lakon Oh hadir untuk membicarakan masalah perbedaan, keadilan, dan kebenaran lewat pengadilan serta keadilan kebenaran di hati nurani masyarakat. Monolog ini menampilkan paradoks antara keinginan orang tua yang rindu kepada anaknya dengan ambisi anak muda pintar, tetapi angkuh yang lebih mendahulukan kepentingan karier. Tak hanya berdua, dalam lakon tersebut ada Dewi Putu Wijaya yang berperan sebagai Suster yang merawat pengacara senior. Sebelum monolog \"Oh\", Teater Koma dengan pasangan Nano Riantiarno dan Ratna Riantiarno mementaskan \"Tanda Cinta\". Sebuah cerita sepasang suami istri di usia ambang senja. Suami tetap penasaran karena istri tak pernah mau menjawab sebuah pertanyaan mendasar; \"Masih Adakah Cinta di Antara Kita?. Bukan berarti tiada jawaban, tapi jawaban malah sering menyimpan berbagai pertanyaan baru. Bagi istri, cinta tidak harus selalu diucapkan dengan kata-kata, tapi lebih nyata jika berupa tindakan. Sedang suami juga meyakini, walaupun tindakan penting, kata-kata pun tak kalah penting. Ketika usia semakin lanjut, Suami menyadari jawaban dari pertanyaan Masih adakah cinta diantara kita terjawab sudah. Kesetiaan istri yang selalu mendampingi adalah jawaban dari pertanyaan selama ini dan sudah terjawab sejak lama. Pementasan para aktor senior itu ditonton oleh Wakil Gubernur Jawa Barat, Dedi Mizwar. Demiz, begitu sapaan akrabnya, menonton seluruh pementasan. Demiz pun sempat memberikan kue ulang tahun dengan angka 73 untuk Putu Wijaya. Dalam kesempatan itu, Demiz mengatakan, geliat seni di Jawa Barat semakin meningkat, termasuk di dalamnya dunia seni peran. Namun, diakui Demiz, tidak semua daerah di Jawa Barat memiliki sarana dan prasarana yang memadai. \"Dunia teater akan tumbuh dan berkembang kalau ada sarana yang memadai, ada kesempatan, dan ada ruang untuk para seniman berekspresi,\" ujarnya. Demiz menilai, kebudayaan atraktif seperti seni peran pun mampu meningkatkan denyut pariwisata di Jawa Barat. \"Diharapkan, seluruh seniman, baik seniman teater atau yang lain terus menuangkan ide-ide kreatifnya, sehingga mampu menghidupi dirinya dari profesi ini. Karena seni dan budaya yang atraktif mampu mendenyutkan nadi pariwisata di Jawa Barat,\" pungkasnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: