Cirebon Krisis Lahan Tebu
BABAKAN – Masa depan petani tebu di Kabupaten Cirebon semakin suram, hal tersebut setelah banyak pemilik lahan tebu lebih memilih lahannya digarap oleh petani bawang dari pada petani tebu. Seperti yang terlihat di areal persawahan di Kecamatan Babakan yang masuk wilayah kerja PG Tersana Baru. Lambat laun, lahan pertanian tebu mulai terkikis berganti menjadi ladang bawang merah yang lebih mempunyai nilai ekonomis lebih besar. Selain itu, para pemilik lahan pertanian juga lebih memilih menyewakan lahannya ke petani bawang karena harga sewa yang jauh di atas harga sewa yang diberikan petani tebu. Hal tersebut dikatakan Kandar (40) warga Desa Gebang yang ditemui Radar di ladang bawangnya, Selasa (9/5) sore. Dijelaskan Kandar, lahan yang ia garap tersebut merupakan milik petani setempat yang disewa oleh kakaknya untuk menanam bawang. Untuk satu hektare lahan, Kandar mengaku, menyerahkan uang senilai Rp22 juta. Jumlah itu jauh di atas harga sewa yang bisa diberikan petani tebu yang hanya dikisaran Rp15 juta untuk setiap hektarenya selama satu tahun. “Kita sewa langsung dua hektare, untuk satu tahun, ini baru lahannya saja, belum lain-lain, seperti ongkos kerja dan bibit,” jelasnya. Menurutnya, wilayah Babakan sebenarnya dahulu lebih identik sebagai lahan tebu. Namun beberapa tahun terakhir, anggapan tersebut mulai luntur setelah banyak pengusaha bawang menginvestasikan uangnya untuk menanam bawang di wilayah Babakan. “Di sini (Babakan, red) enak lahannya, airnya tidak sulit, setahun kita bisa empat kali penen, hasilnya juga bagus,” ujarnya. Sementara itu, salah satu tokoh petani tebu Cirebon, Mae Azhar kepada Radar mengatakan bahwa kondisi tersebut mau tidak mau membuat produksi tebu maupun gula terancam tidak sesuai target. Terlebih untuk wilayah Babakan, harga sewa tanahnya tergolong mahal dibandingkan dengan harga sewa lahan di wilayah lain. Tingginya harga sewa lahan yang ditawarkan petani bawang membuat pemilik lahan lebih memilih tanahnya disewa oleh petani bawang dari pada petani tebu. “Kalau di Lemah Abang itu sekitar Rp7 juta pertahun untuk satu hektar, kalau di Babakan lebih mahal lagi, bisa dua atau tiga kali lipatnya, pemilik lahan lebih memilih digarap oleh petani bawang, ini yang harus segera dicari solusinya,” ungkapnya. (dri)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: