Kubu OSO Ancam Bekukan Dana Reses  

Kubu OSO Ancam Bekukan Dana Reses   

   JAKARTA – Oesman Sapta Odang (OSO) mulai menekan lawan-lawan politiknya yang enggan mengakui kepemimpinannya di DPD. Caranya dengan mengancam membekukan dana reses bagi anggota DPD yang tidak hadir dalam rapat paripurna. Para senator juga diminta mengisi surat pernyataan yang berisi komitmen mendukung program ketua DPD yang kontroversial itu. Setelah rapat paripurna DPD pada 8 Mei lalu, Sekjen DPD menyebarkan formulir surat pernyataan kepada seluruh senator. Surat tersebut berisi kewajiban anggota DPD untuk menghadiri rapat paripurna dan rapat alat kelengkapan. Sampai saat ini, sudah ada 103 anggota yang membubuhkan tanda tangan. Masih ada 27 senator yang belum memberikan tanda tangan. “Ada yang masih di luar kota dan ada pula yang tidak setuju terhadap pelaksanaan sidang paripurna,” terang Sekjen DPD Sudarsono Hardjosoekarto, saat ditemui di sela-sela acara diskusi dengan media kemarin (12/5). Menurut dia, anggota DPD harus mengikuti masa sidang yang disahkan di rapat paripurna. Baik pembukaan maupun penutupan masa sidang. Sebelum reses, mereka harus mengikuti rapat tersebut. Jika tidak ikut sidang, mereka dianggap masih menjalankan tugas di ibu kota. Sudarsono mengatakan, dari perspektif tata kelola keuangan akan terjadi masalah. Sebab di satu sisi, anggota menuntut hak untuk melakukan kegiatan reses. Sedangkan di sisi lain, mereka tidak mengikuti atau tidak mengakui rapat paripurna penutupan masa sidang. Untuk mendisiplinkan anggota, setjen mengeluarkan surat pernyataan yang berisi komitmen mereka siap mengikuti rapat paripurna. Anggota yang tidak mengisi surat pernyataan dan tidak hadir dalam sidang paripurna tidak akan mendapatkan dana reses. Pada akhir masa reses 4 Juni mendatang, papar dia, akan diketahui anggaran yang terserap untuk reses. Anggaran yang tidak terserap bakal dikembalikan ke kas negara. Dalam sekali reses, setiap senator mendapat anggaran Rp114 juta hingga Rp200 juta. “Kalau di Papua, bisa sampai Rp200 juta karena wilayahnya jauh sekali,” terang Sudarsono. Dia tidak hafal total anggaran reses yang dibutuhkan dalam setahun. Anggota DPD I Gede Pasek Suardika mendukung langkah sekjen. Hal itu dilakukan untuk menjaga tata kelola keuangan agar tertib dan akuntabel. Senator yang tidak hadir di rapat paripurna tidak bisa bekerja di dapil masing-masing. “Saya sebagai ketua BK akan melakukan pengawasan,” ucap dia. Terpisah, peneliti Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai surat edaran yang disampaikan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPD cenderung menyesatkan. Apalagi, rilis Sekjen DPD seolah-olah memosisikan anggota sebagai orang-orang bodoh, yang bahkan sekadar membedakan dana reses dan hak anggaran anggota DPD saja tak bisa. “Setjen DPD seolah-olah paling paham mengenai perbedaan antara dana reses dan dana yang memang menjadi hak anggota DPD sebagaimana sudah diatur dalam UU MD3 pasal 257 huruf g,” kata Lucius. Lucius menambahkan, bagian rumah tangga DPD dan bagian pemberitaan kesekjenan DPD lupa bahwa reses merupakan kewajiban anggota sebagaimana pasal 258 huruf h. Setiap anggota berkewajiban menyerap aspirasi di dapil masing-masing. “Dana reses itu diberikan kepada anggota DPD untuk menjalankan kewajiban itu, bukan untuk mengakui pimpinan yang dianggap ilegal,” tandasnya. (lum/bay/c11/agm)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: