Peringati Waisak, Umat Budha Berbagi Cinta Kasih, Hargai Perbedaan
CIREBON - Umat Budha di Kota Cirebon memperingati Hari Raya Waisak di Wihara Dewi Welas Asih, Kamis (11/5). Pembacaan patria suci menggema di wihara. Sesekali umat memejamkan mata sambil mengambil sikap bertapa untuk bermeditasi. Hampir dua jam umat beribadah dan juga berdoa. Banyaknya persoalan yang menerpa bangsa ini, khususnya mengancam kebhinekaan juga menjadi konsen umat Budha. Perayaan waisak tahun ini pun mengangkat tema Cinta Kasih Penjaga Kebhinekaan yang mengandung makna untuk berbagi cinta kasih dan menghargai perbedaan. \"Kita hidup memang dihadapkan pada kenyataan adanya perbedaan, baik agama, suku, budaya. Tapi dengan penuh rasa simpati dan kasih saya semua perbedaan itu melebur menjadi satu,\" ungkap Damma Dhuta Ajaran Budha, Romo Djunawi. Salah satunya contoh dalam kasus yang menimpa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Romo menyampaikan dalam menghadapi persoalan kebhinekaan ini, umat harus mengambil jalan tengah. \"Apabila ada masalah penyelesaian mengambil jalan tengah. Jangan dengan jalan ekstrem kiri atau kanan,\" katanya. Menurutnya, saat ini kualitas kebhinekaan terancam dengan terkikisnya cinta kasih di antara manusia. Hal itu juga bisa tercermin dalam kehidupa sehari-hari. Akibat perkembangan teknologi dan gadget. Kadang kala, manusia melupakan orang yang berada di sekitarnya. Sehingga jarang tegur sapa, untuk membangun cinta kasih. Maka dari itu, cinta kasih ini harus dibangun dengan sikap saling menghormati satu sama lain. \"Perbedaan ini diterima sebagai sesuatu yang nyata, karena sudah beda dari lahir. Pancasila sudah menjadi dasar-dasar yang sangat bagus untuk menyatukan bangsa Indonesia,\" tuturnya. Kegitan ritual waisak sendiri berlangsung khidmat. Personel kepolisan tetap melakukan pengawalan dan penjagaan di Wihara. Perayaan waisak sendiri bakal dilakukan puncaknya pada tanggal 3 Juni, di Hotel Prima Cirebon. Sementara untuk menyerap ajaran-ajaran Budha, umat melakukan meditasi. Momentum waisak sendiri menjadi penting untuk umat agar bisa meneladani ajaran-ajaran budha yang terdapat dalam pembacaan parita suci, yang menggunakan bahasa pali dan Indonesia. \"Harapannya, semoga umat bisa meneladani ajaran budha, hidup sederhana, mengambil jalan tengah dan tidak berlebihan,\" ungkapnya. Pada hari raya waisak, umat Budha merayakan tiga momen penting. Yakni kelahiran, pengangkatan, dan wafatnya Sidharta Gautama menjadi Budha. Peristiwa itu terjadi pada bulan yang sama. Maka dari itu hari raya waisak juga disebut sebagai trisuci waisak. Waisak sendiri itu, kata Romo Djunawi, merupakan nama bulan. Dimana Sidharta itu lahir pada bulan waisak 623 SM. Sejak lahir memang sudah diramalkan menjadi petapa Budha. Karena anak raja, keluarganya mencegah Sidharta menjadi Budha agar bisa meneruskan tahta kerajaan. Sidharta kemudian dinikahkan sampai memiliki anak di usia 16 tahun. Hingga akhirnya pada suatu ketika, Sidharta yang belum pernah melihat dunia luar, meminta izin untuk ke luar istana. Di sana lah dia melihat banyak hal yang belum diketahui seperti orang mati, orang sakit, dan orang yang menjadi tua. \"Hingga kemudian Sidharta bertapa dan mencukur rambutnya di Hutan Uruwela selama enam tahun dan mencapai Budha, atau sudah nirwana meninggalkan duniawi. Kemudian mengajar 45 tahun dan wafat pada bulan yang sama,\" tuntasnya. (jml)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: