Kisah Tanpa Akhir Ribuan Tenaga Kerja Produktif

Kisah Tanpa Akhir Ribuan Tenaga Kerja Produktif

Seolah sudah menjadi tradisi, setiap kelulusan SMP dan SMA, ribuan tenaga kerja produktif asal Kabupaten Kuningan akhirnya meninggalkan kampung halamannya menuju berbagai kota besar di Pulau Jawa. Ada yang meneruskan sekolah ke jenjang lebih tinggi, namun mayoritas berusaha mendapatkan pekerjaan. Meski berbekal ijazah SMA dan sederajat, mereka tetap berambisi mencari kehidupan yang lebih baik ketimbang menjadi ‘pengangguran’ di kampungnya. Laporan: Agus Panther, Kuningan BERHARAP mendapatkan pekerjaan dengan mudah serta pendapatan yang juga layak di Kabupaten Kuningan, rasanya seperti mimpi. Tak ada industri berskala besar yang bisa menampung ribuan tenaga kerja dan lowongan kerja yang terbatas, menjadi salah satu faktor banyaknya generasi muda di Kota Kuda memilih ‘hengkang’ ke luar daerah. Padahal usia mereka masih sangat produktif yakni baru belasan tahun. Alhasil kondisi ini membuat sebagian besar desa-desa di Kabupaten Kuningan kehilangan para remajanya. Tinggalah orang tua dan anak-anak sekolah yang masih bertahan di desa. Sebenarnya, para pemuda tersebut ingin tinggal dan bekerja di tanah kelahirannya. Sayangnya, keinginan tersebut sulit diwujudkan mengingat lowongan pekerjaan yang tersedia sangat minim. Pemerintah daerah sendiri sepertinya ewuh pakewuh untuk menerima kehadiran para pengusaha yang ingin membuat pabrik berksala besar di Kabupaten Kuningan. Itu ditandai dengan kurangnya respek pemerintah daerah menerima kehadiran industri besar yang mengakibatkan para pemilik modal memilih Majalengka dan daerah lainnya sebagai lahan bisnisnya. Dari informasi yang diperoleh Radar Cirebon, banyak warga asal Kabupaten Kuningan yang berusia produktif bekerja di pabrik. Ada di pabrik boneka, garmen, perakitan motor, mobil dan industri manufaktur lainnya. Tidak sedikit juga yang memilih wiraswasta dengan berjualan bubur, rokok dan bekerja di toko-toko. “Saya baru lulus kemarin. Tadinya saya ingin bekerja di sini (Kuningan, red). Tapi sangat sulit. Akhirnya ada teman yang ngajak untuk ngelamar di pabrik boneka di wilayah Bogor. Ketimbang nganggur di rumah, akhirnya saya terima ajakan teman tersebut,” tutur Nita, salah seorang pembuat SKCK di Mapolres Kuningan. Bukan hanya Nita yang terpaksa harus urban ke kota besar. Pemuda lainnya, Fahrul, juga mengaku memilih pergi ke Karawang untuk mengadi nasib. Berbekal ijazah SMK jurusan otomotif, dia sempat bekerja di pabrik perakitan motor. Namun karena kontraknya habis, dia kembali harus membuat lamaran. “SKCK yang lama sudah habis masa berlakunya, terpaksa diperpanjang. Ini tahun kedua saya merantau ke luar daerah. Tinggal di Kuningan itu bikin betah karena udaranya sejuk, tapi kalau tidak bekerja malah tidak betah. Yah terpaksa harus cari kerja lagi,” katanya. Pernyataan senada juga dilontarkan Lina. Gadis berusia 18 tahunan itu juga akan berangkat ke kota besar setelah semua persyaratan untuk melamar pekerjaan beres. Lina beralasan, dia tertarik mengadu nasib ke kota besar karena melihat kesuksesan teman-temannya kala pulang Hari Raya Idul Fitri. Meski belum tahu akan bekerja sebagai apa, namun Lina menyatakan sudah dikontak temannya yang lebih dulu bekerja. “Katanya ada lowongan di pabrik farmasi di Bogor. Ini kali pertama saya berangkat ke luar kota. Mungkin berangkatnya nanti setelah Lebaran, kalau sekarang mah tanggung mau Puasa,” sebut dia. Pemkab Kuningan sendiri di bawah kepemimpinan Acep Purnama sempat mengutarakan harapannya jika di sepanjang jalan lingkar timur Sampora-Kertawangunan ke depannya berdiri pabrik-pabrik ramah lingkungan. Artinya, bukan industri limbah cair yang bisa menimbulkan kerusakan lingkungan. Jika banyak pabrik yang berdiri, maka akan membuka lapangan kerja bagi masyarakat Kabupaten Kuningan. “Misalnya garmen, pulpen, atau industri lainnya yang ramah lingkungan. Nantinya pabrik itu ditempatkan di lahan tadah hujan, bukan di area sawah produktif,” ujar bupati dalam sebuah kesempatan. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: