WCC Mawar Balqis Desak Pemerintah Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

WCC Mawar Balqis Desak Pemerintah Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

CIREBON - Sejumlah lembaga perempuan di Cirebon mendesak pemerintah untuk segera megesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasaan Seksual. Pasalnya, kasus tersebut setiap tahunnya mengalami peningkatan yang signifikan. Demikian itu disampaikan Manajer Program Women Crisis Center (WCC) Mawar Balqis, Sa’adah saat menggelar diskusi di Institut Studi Islam Fahmina (ISIF), Kamis (18/5) lalu. Menurutnya, belum ada payung hukum yang jelas mengenai hak-hak perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasaan seksual. Meskipun di Indonesia sudah ada banyak Undang-Undang terkait perempuan dan anak, namun dirasa masih belum maksimal memenuhi hak-hak para korban. “Undang-Undangnya banyak, di antarnya UUPA, UUPKDRT, dan UUPTPPO. Tapi, semua itu masih fokusnya pada penindakan terhadap pelaku saja,” jelas Sa’adah. Sa’adah menjelaskan, RUU tersebut bertujuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi da korban selama dan setelah proses peradilan pidana kekerasan seksual. Kemudian, mengatur agar hak saksi dan korban juga diberikan kepada keluarga saksi dan  korban sampai dengan derajat kedua. Selain itu, mengatur adanya perintah perlindungan baik berupa, perlindungan sementara oleh kepolisian, surat penetapan perintah perlindungan dari Pengadilan, dan perlindungan oleh Lembaga Perlindungan saksi dan korban. “Kalau RUU tersebut dapat direalisasikan, maka payung hukum dalam memenuhi hak para korban kekerasaan seksual dapat terpenuhi,” kata Sa’adah. Lebih lanjut dijelaskan Sa’adah, RUU ini juga mengatur tentang pemulihan korban yang diselenggarkan pusat pelayanan terpadu, dengan mengikutsertakan keluraga, pendamping, dan komunitas. Serta mewajibkan pemerintah membentuk atau mengoptimalkan pusat pelayanan terpadu. Pusata layanan terpadu itu di antaranya meliputi kesehatan, reintegrasi sosial dan budaya, ketahanan ekonomi, pencegahan reviktimisasi, dan penghindaraan keberlangsungan peristiwa serupa, baik terhadap diri korban maupun masyarakat luas. “Pemulihan bagi korban itu sangat diperlukan, karena korban banyak mengalami penderitaan baik fisik, psikis, seksual, politik, ekonomi, dan sosial seumur hidup korban,” jelas Sa’adah. (fazri)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: