Soal Ribuan Siswa di Cirebon Tak Bisa Baca, Kadisdik Akui Kesalahan
CIREBON - Meski awal-awal ngotot menyalahkan guru atas kasus ratusan siswa SMP dan belasan ribu siswa SD yang hingga kini tidak bisa membaca, namun derasnya protes guru membuat Disdik menyerah. Kadisdik Kabupaten Cirebon Asdullah pun akhirnya mengakui, punya andil atas banyaknya siswa yang belum bisa membaca. Asdullah mengatakan, munculnya kasus ribuan siswa tak bisa baca sebetulnya sudah ada sejak awal dirinya menjadi kepala dinas tahun 2015 lalu. Hanya saja, temuan itu tidak mau diekspos. “Kalau waktu itu saya mengekspos, berarti saya membelejeti kepemimpinan yang dulu. Lalu siapa yang salah? Tentu salah semua, termasuk saya sebagai kepala dinas. Kalau ditarik dari atas, kepala dinasnya salah, lalu kabid, kasi, kepala UPT, pengawas, kepala SD dan ditarik ke bawah lagi ada di guru,” ujar Asdullah kepada Radar, saat ditemui di Gedung PGRI Sumber, Senin (22/5). Dia menjelaskan, selama dua tahun menjadi kepala Dinas Pendidikan, sudah mengidentifikasi jumlah siswa yang tidak bisa membaca dari total keseluruhan pada akhir Mei 2017. Karena itu, pihaknya membuat program klinik baca. “Kita nanti lihat di situ hasilnya, ada tidak perubahan? Untuk menjadikan bahan evaluasi saya,” kata Asdullah. Menurutnya, ada depalan komponen yang dapat meningkatkan mutu pendidikan. Sebab, komponen ini saling berkaitan. Komponen itu kemampuan siswa, minat dan bakat siswa, disiplin guru, latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar guru, dan kondisi sosial ekonomi guru. Termasuk komponen sarana dan prasarana di masing-masing sekolah. Ditambah lagi dengan kurikulum dan supervisi. “Supervisi ini adalah kepala sekolah harus melihat guru itu mengajar, dan melihat beberapa persoalan yang ada di kelas. Artinya, kepala sekolah harus mengetahui hal itu. Karena efektif tidaknya pembelajaran siswa di kelas, tergantung dari kepemimpinan kepala sekolah dan pengawas. Saya juga termasuk supervisi, karena saya sering kali turun ke lapangan untuk mengontrol kondisi yang ada,” terangnya. Asdullah berharap, ke depan guru, kepala sekolah dan UPT harus mengevaluasi siswa selama tiga bulan sekali untuk melihat sejauh mana perkembangan peserta didik. Tujuannya, agar anak didik dari Cirebon tidak ada yang buta huruf. “Tidak masalah saya dikritik, untuk menjadi bahan evaluasi ke depannya,” tandas pria berkumis tebal ini. Sementara itu, Ketua PGRI Kabupaten Cirebon Dadang M Daud mengatakan, polemik soal siswa tidak bisa membaca yang ada di media massa, bukanlah konflik kepentingan antara PGRI dengan Dinas Pendidikan. Tapi, untuk menyamakan persepsi dan saling sinergi untuk mencerdaskan anak bangsa, lebih khusus bagi mereka yang tidak bisa membaca. “Nah saya rasa, timing-nya saat ini sangat tepat, karena sekarang berakhirnya masa pembelajaran dan menyongsong tahun ajaran baru 2017-2018. Jadi, kita masih punya waktu selama dua bulan dengan mengumpulkan data siswa yang tidak bisa membaca,” imbuhnya didampingi Guru SDN I Winduhaji Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Muhammad Rukhyat Zain. (sam)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: