Wacana Penambahan Pimpinan MPR Hanya Boroskan APBN

Wacana Penambahan Pimpinan MPR Hanya Boroskan APBN

JAKARTA – Usul penambahan pimpinan MPR menjadi sebelas kursi dianggap sarat kepentingan politik praktis. Pandangan yang muncul dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR terkait revisi UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 tersebut merupakan bagian dalih untuk mengakomodasi usulan politis itu. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyatakan, tidak ada signifikansi penambahan kursi pimpinan MPR di revisi UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) untuk kepentingan masyarakat. Apalagi jika jumlah sebelas kursi itu disebut Fraksi Partai Hanura sebagai bentuk soliditas internal parlemen. “Menurut kami, argumentasi Hanura ini konyol, seolah-olah dengan memiliki masing-masing wakil fraksi di kursi pimpinan MPR, serta-merta akan solid,” kata Lucius kemarin (25/5). Menurut Lucius, penambahan kursi pimpinan MPR hanya berimbas pada beban anggaran. Dengan penambahan enam kursi baru untuk pimpinan MPR, negara harus menambah alokasi anggaran untuk mereka. “Bukan hanya gaji, belum termasuk tunjangan-tunjangan lain nanti, makin menyedot anggaran negara, justru muncul inefisiensi,” kata Lucius. Dia menambahkan, dampak lainnya adalah pembagian tugas yang lebih rumit bila dibandingkan dengan komposisi lima pimpinan MPR saat ini. Lebih lanjut, jumlah pimpinan MPR yang banyak akan menghambat proses pengambilan keputusan. “Karena makin rumit, justru peluang terpeliharanya budaya transaksional lebih besar,” kata Lucius. Seharusnya, lanjut dia, DPR lebih paham terkait posisi pimpinan dewan. Secara hierarkis, jabatan itu hanyalah fungsional, bukan struktural. Sekalipun memiliki aksesori protokoler yang lebih tinggi, pimpinan dewan tidak menjadi wakil rakyat di kelas yang lebih tinggi. “Fungsi pimpinan hanya speaker. Karena itu, mestinya tak masuk akal jika kursi pimpinan dijejali banyak manusia sebagaimana diusulkan DPR saat ini,” tandasnya. Sebenarnya, rencana penambahan kursi pimpinan MPR dari lima menjadi sebelas hingga kemarin belum menjadi kesepakatan di pembahasan revisi UU MD3 di badan legislasi. Sebelum usul itu diketok menjadi kesepakatan, baleg menyatakan ingin melakukan konsultasi kepada ketua MPR. Pernyataan itu disampaikan Ketua Baleg Supratman Andi Agtas di gedung parlemen, Jakarta, Rabu (24/5). Supratman menjelaskan, belum ada kesepakatan penuh di baleg terkait penambahan masif jumlah pimpinan MPR itu. Setiap perwakilan anggota fraksi diminta untuk menyampaikan pandangan yang muncul di rapat baleg kepada masing-masing fraksinya. “Kami minta konsultasi ke masing-masing fraksi dulu. Ambil sikap sebelum ke pemerintah,” ujar Supratman. Menurut dia, sembari hal itu berjalan, pimpinan baleg juga akan melakukan konsultasi. Dalam hal ini, baleg akan berkonsultasi dengan Ketua MPR Zulkifli Hasan mengenai jumlah pimpinan MPR yang ditambah. “Kira-kira seperti apa, bagaimana kalau ini kemudian di MPR bisa seperti itu, kami minta pandangan ke Bang Zul (Zulkifli Hasan, red),” jelasnya. (bay/c10/agm)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: