Desak Usut Tuntas Kekerasan terhadap Wartawan di Kementerian PUPR

Desak Usut Tuntas Kekerasan terhadap Wartawan di Kementerian PUPR

JAKARTA- Koordinatoriat Wartawan Parlemen mengecam dan mengutuk kekerasan yang dilakukan protokoler Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terhadap wartawan Kantor Berita Politik RMOL, Bunaiya Fauzi Arubone. Pasalnya, telah mengalami kekerasan fisik dan verbal dari beberapa karyawan Kementerian PUPR saat meliput agenda Menteri Basuki Hadimuljono, di Ruang Serbaguna lantai 17 Gedung Utama Kementerian PUPR, Jakarta, Rabu (31/5) lalu. ”Kekerasan terhadap jurnalis yang tengah menjalankan tugas merupakan bentuk pelanggaran hukum. Tugas dan tanggung jawab para jurnalis dilindungi dan dijamin oleh Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999,” kata Ketua Koordinatoriat Wartawan Parlemen, Romdony Setiawan. Terkait intensitas kekerasan terhadap jurnalis saat melakukan tugas, Koordinatoriat Wartawan Parlemen menyampaikan pernyataan sikap. Pertama, tindakan kekerasan terhadap para jurnalis merupakan pelanggaran UU dan pelaku bisa dikenakan hukuman pidana sebagaimana diatur dalam pasal 18 UU 40/1999 tentang pers. Wartawan Parlemen meminta kepada aparat kepolisian bersikap tegas untuk menindak siapapun yang telah mengancam dan melakukan tindak kekerasan kepada jurnalis yang sedang melaksanakan tugas. Kepolisian juga harus menjamin dan melindungi jurnalis yang tengah menjalankan tugas. Para jurnalis juga diminta tetap menjalankan tugasnya secara profesional, patuh pada kode etik, dan memilah sumber informasi yang dapat dipercaya, akurat serta berdampak positif bagi masyarakat banyak. ”Kekerasan terus menerus terhadap pers akan membahayakan hak informasi publik. Informasi yang berimbang dan sehat akan terhambat sehingga merugikan publik,” kata Romdony. Diketahui, Wartawan Kantor Berita Politik RMOL, Bunaiya Fauzi Arubone, diancam dan dicekik oleh orang yang mengaku petugas protokoler Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Saat itu, Bunaiya mengaku hendak memfoto menteri. Di saat bersamaan, seorang petugas protokoler memintanya minggir karena hendak menaruh gelas. Bunaiya yang sedang menjalankan tugas meminta izin untuk mengambil foto lebih dahulu sebelum menyingkir. Tetapi, kata makian yang ia dapat. ”Saya bilang sebentar bang belum dapat foto bagus. Tapi orang protokol PUPR itu bilang \'monyet nih anak\',” cerita Bunaiya. Bunaiya yang tidak terima dihina kemudian menanyakan maksud orang tersebut. Tapi petugas protokoler itu malah mencekik sembari mendorongnya ke luar ruangan. ”Gue protokoler sini. Lu jangan macam-macam, dia bilang gitu sambil cekik dan dorong saya keluar ruangan,” lanjut Bunaiya. Tak hanya itu, petugas protokoler PUPR itu mengelilingi Bunaiya bersama pelayan dan petugas keamanan seolah hendak menangkap penjahat kriminal. Ia pun memegang kartu pers milik Bunaiya. ”Bodo amat lu dari Rakyat Merdeka kek. Terus salah satu pelayan membentak saya untuk keluar dari ruangan. Saya juga dituduh wartawan abal-abal,” ungkap Bunaiya. Dia kemudian digiring dua orang petugas keamanan PUPR ke lift sambil terus memarahinya. ”Saya sudah bilang pekerjaan wartawan dilindungi undang-undang dan mereka tidak bisa melarang saya begitu caranya. Tapi mereka tidak peduli,” ucap Bunaiya. (aen)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: