Tembok Tebal Bikin Penduduk Tenang

Tembok Tebal Bikin Penduduk Tenang

Tembok menjadi pertahanan andalan bagi Tiongkok. Bagi hampir semua dinasti yang baru sukses mengambil alih kekuasaan, tembok tinggi dan lebar menjadi prioritas untuk dibangun. Begitu juga Dinasti Ming. Laporan: KARDONO S dan BOY SLAMET dari Kunyang, Yunnan Begitu berhasil merebut ibu kota Nanjing dari tangan Dinasti Yuan, kaisar pertama dinasti Ming, Zhu Yuanzhang, langsung membangun tembok di sebelah timur dan selatan. Tujuannya, menahan serangan musuh dari arah tersebut. Sebelum ada tembok tebal itu, pertahanan alami Kota Nanjing mengandalkan Gunung Purple, Danau Xuanwu, dan Sungai Qinhuai. Nah, tembok dibangun untuk menggantikan peran ketiganya. Karena itu, Kaisar Zhu membangun tembok membentang di antara tiga tempat tersebut. “Kaisar Zhu langsung membangun tembok dalam dan tembok luar,” kata Zheng Zhi Hai, sekretaris komunitas peneliti Cheng Ho di Nanjing. Saking tebalnya, setiap bagian tembok memang terdiri atas dua lapis. Luar dan dalam. Total, lebarnya 7 meter dengan tinggi 12 meter. Ya, meski ibu kota kekaisaran di Nanjing sudah berhasil direbut, tidak berarti musuh hilang. Masih banyak pengikut Dinasti Yuan yang menguasai wilayah di luar ibu kota. Termasuk Kunyang, kota kelahiran Cheng Ho, tempat sang ayah Ma Hazhi menjadi salah satu pejabatnya. Belum lagi, banyaknya suku liar yang setiap saat bisa menyerbu Nanjing. Karena itu, sambil membersihkan sisa-sisa musuh yang tersebar di berbagai wilayah, Kaisar Zhu membangun tembok besar. Panjangnya 35 km dengan 13 gerbang. Tembok itu berdiri sendiri di Nanjing. Tidak menyambung dengan tembok raksasa yang telah dibangun dinasti-dinasti sebelumnya. “Dari catatan yang ada, total pekerjanya mencapai 200 ribu orang,” kata Zheng Zhi Hai. Untuk pembiayaannya, lanjut dia, Kaisar Zhu Yuanzhang ”menodong” kaum Mandarin. Yakni, kaum elite yang menguasai finansial Nanjing. Mereka kebanyakan tinggal di tepian Sungai Yangtze. Dibutuhkan lebih dari 300 juta batu bata untuk membangun tembok tersebut. Tiap batu bata mempunyai ukiran kaligrafi sendiri-sendiri. Total, ada 70 jenis karakter huruf yang ada dalam batu bata tersebut. “Semacam tanda tangan dari siapa yang menyumbangkannya,” kata keturunan ke-19 dari kakak Cheng Ho tersebut. Pada masa Perang Dunia II, saat Jepang menyerbu Tiongkok, beberapa bagian tembok luar hancur. Namun, setelah perang berakhir, bukannya merenovasi atau membangun kembali, pemerintah Tiongkok memutuskan untuk merawat yang masih tersisa dan kemudian mengembangkannya menjadi destinasi wisata. Menurut Zheng, tembok tersebut memiliki arti penting bagi Cheng Ho. Sebab, dialah yang memerintah Nanjing setelah menyelesaikan ekspedisi keenam. ”Sesudah pelayaran keenam, Cheng Ho sempat break delapan tahun. Dia diangkat sebagai penjaga Nanjing,” paparnya. Ketika itu ibu kota sudah berpindah ke Beijing. Itu berarti, urusan keamanan Nanjing menjadi tanggung jawab Cheng Ho. Bahaya dari laut, dia sudah tidak khawatir. Sedangkan untuk darat, Cheng Ho sangat mengandalkan tembok tersebut. “Itulah yang membuat Cheng Ho bisa tidur nyenyak,” katanya dengan nada berseloroh. “Karena Nanjing tak bisa diserang, baik dari darat maupun laut,” tambah Zheng. Bukan hanya Cheng Ho, penduduk kota juga tenang dengan keberadaan tembok tersebut. Setelah merasa nyaman, Cheng Ho kembali membangun armada lautnya. Dia mempersiapkan ekspedisi ketujuh. “Ini adalah tembok pengamanan yang membuat Cheng Ho bisa fokus untuk membangun armada lautnya,” kata Zheng. Cheng Ho menggembleng para prajurit angkatan lautnya di Danau Xuanwu. Pelatihan dasar kemariniran dilakukan di tempat itu.   ”Seperti pelatihan berenang, ketahanan dalam air,” ucap Zheng. Di Danau Xuanwu ada satu dermaga kecil yang hingga kini masih bisa ditemui. Tapi, kondisinya sudah tidak asli. Pemerintah Tiongkok telah mernovasinya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: