Sebelum Meninggal, Mail Mengaku Pasrah, Uang Santunan Lebih Baik Untuk Makan Keluarga
CIREBON- Mail memang sudah pasrah dengan hidupnya. Setahun lebih melawan sakit liver. Kalau ada bantuan uang, dia tidak mau menggunakannya untuk berobat. Bagi Mail, uang itu lebih baik untuk membeli makan buat anak- anaknya di rumah. Radar Cirebon ini sudah dua kali bertemu pria 55 tahun itu di rumahnya di Desa Mayung, Kecamatan Gunung Jati. Pertemuan pertama pada Rabu (7/6) lalu, saat kondisi Mail mulai dibicarakan banyak orang. Dia tinggal di rumah kecilnya bersama istrinya Tuna. Pasangan suami istri (pasutri) itu memiliki tiga orang anak. Semuanya sudah menikah. Namun juga sama-sama hidup serba sulit. Rumahnya saja, yang ditinggalinya saat ini, tak layak. Ketika itu Mail hanya bisa duduk di ruang tamu yang tak ada kursi tamunya. Rumahnya kecil, hanya ada sebuah kamar, dapur, dan ruang tamu. Lantainya hanya berlantai semen. Pertemuan kedua terjadi pada Selasa (13/6) lalu, bersamaan dengan ibu-ibu dari Majelis Taklim Sabar, alumni SD Al Azhar angkatan 25, dan Ibu-Ibu Grup Solehah. Mereka datang untuk memberikan santunan. Saat itu Mail masih bisa berkomunikasi. Namun dia hanya duduk di kasur lusuhnya. Dan itulah pertemuan terakhir koran ini dengan Mail. Rabu dini hari (14/6) lalu pukul 01.00, Mail meninggal dunia. Dia meninggal di kediamannya. Ya, Mail memang sudah pasrah menyerahkan hidupnya. Kepasrahaanya itu dia tunjukkan dengan tidak mau berobat. Saat ditawari untuk berobat, dia menjawab sudah pasrah. “Lebih baik buat anak-anak makan saja uangnya, gak mau nyusahin,” ucap dia kala itu. Saa t menjelang menghembuskan nafas terakhirnya, Mail sudah merasakan sakit luar biasa. Tak seperti biasanya, malam itu Mail tidak mau diam. Dia terus berguling-guling dalam posisi tidur di kasurnya. Rasa sakit di bagian perut yang sudah membuncit itu rupanya terasa hebat. Anak-anaknya mencoba menenangkan sambil mengelus-ngelus tubuh Mail. “Pas dielus-elus itu dia diam lemas, terus meninggal,” kata Tuna (65), istri Mail. Mail dan Tuna memiiliki tiga orang anak dan dua cucu. Semasa hidupnya Mail bekerja sebagai penarik becak. Meski hidup dalam kemiskinan, keluarga Mail tak mau menyusahkan orang lain. Bahkan untuk biaya berobat saja dia rela menjual becaknya. Rasa sakitnya dirasakan satu tahun lalu. Mail mulai merasakan sakit. Kakinya tiba-tiba bengkak. Awalnya seperti alergi gatal-gatal di kaki lalu digaruk kemudian membengkak. Dia lalu berobat ke seorang mantri di Desa Buyut. Kakinya lambat laun mengempis, namun menjalar ke perut dan menjadi buncit. Di sanalah dia mulai merasakan sesak. Nafsu makannya mulai berkurang. “Bapak itu sudah dua hari tidak mau makan, dikasih the manis juga gak diminum,” tukas Darin, salah seorang anak perempuan Mail. Darin juga mengungkapkan kehilangan sosok Mail. Dia merasa kasihan ayahnya hanya bisa terbaring selama satu tahun berjuang melawan penyakit itu. Jenazah Mail sendiri dikebumikan pada Rabu pagi (14/6) lalu sekitar pukul 08.00 WIB di tempat pemakaman yang tak jauh dari rumahnya. (jml)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: