Kolaborasi Cheng Ho-Parameswara di Tanah Tak Bertuan

Kolaborasi Cheng Ho-Parameswara di Tanah Tak Bertuan

“SAM Poo Teng? Semua tahu lah orang sini. Dia orang good,” kata Ah Fuk, pemilik restoran grill chicken di kawasan Jonker Street, ketika kami tanya soal Cheng Ho. Sam Poo Teng adalah pelafalan Tiongkok Malaysia. “Kami (Tionghoa peranakan, red) di sini selalu berdoa untuk dia lah. Dia yang buat Malaka,” lanjutnya. Laporan KARDONO S dan BOY SLAMET dari Malaka Namun, ketika ditanya lebih detail, Ah Fuk tidak bisa menjawab. Dia hanya tahu bahwa kawasan tempat dirinya berbisnis itu merupakan bekas depo armada Cheng Ho. “Tanya museum lah. Tahu luas mereka,” katanya merujuk pada museum Cheng Ho yang tak jauh dari tempat itu. Menurut Tan Ta Sen, pakar sejarah yang juga pemilik museum kultural Cheng Ho di Malaka City, keberadaan Malaka modern diprakarsai Cheng Ho. “Jika dia tidak membikin depo di sini dan menempatkan banyak orang di sini, perkembangan Malaka akan lambat,” terangnya. Dari penelusuran pria yang sudah lebih dari 50 tahun meneliti Cheng Ho tersebut, ada dua faktor yang membuat Malaka cepat maju. Pertama, kedatangan Raja Parameswara (pelarian dari Palembang karena kerajaannya dihancurkan Majapahit) dan Laksamana Cheng Ho. Dulu Malaka merupakan daerah tak bertuan yang hanya dihuni sekelompok nelayan tradisional. Pemimpin mereka adalah pemimpin tak resmi. Namun, kedatangan Parameswara dan Cheng Ho mengubah segalanya. Melihat daerah masih kosong dan tak bertuan, dengan diantar Cheng Ho, Parameswara menghadap Kaisar Zhu Di. Selama tiga bulan kunjungan dan negosiasi, Zhu Di merestui Parameswara menjadi raja di Malaka. Bukan itu saja, Zhu Di juga memberikan salah satu putrinya, Hang Li Poh, untuk diperistri. Mereka lalu tinggal di sebuah bukit yang kini dikenal sebagai Bukit China. Namun, keterangan detail soal pengangkatan Parameswara dan Hang Li Poh mendapat penilaian kritis dari sejumlah sejarawan. Minimnya bukti membuat para sejarawan menganggap bahwa dalam kisah tentang Hang Li Poh dan situs lainnya terkait dengan akulturasi Tiongkok-Malaya ada kepentingan politis. Yakni, digunakan penguasa setempat sebagai propaganda menarik simpati masyarakat peranakan Tionghoa di Malaka. Hanya, Tan Ta Sen menyatakan, soal depo dan bagaimana Cheng Ho membangun Malaka, semua sepakat mengenai hal itu. “Kawasan Jonker Street adalah buktinya. Kami semua bisa hidup di Malaka seperti ini ya karena Cheng Ho,” tandasnya. Karena itu, upacara-upacara terkait dengan Sam Poo Teng selalu ramai. “Sebagai bentuk penghormatan, kami semua di sini untuk Cheng Ho,” tandasnya. (*/c5/nw)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: