F-PDIP: Paripurna Interpelasi Ilegal

F-PDIP: Paripurna Interpelasi Ilegal

MAJALENGKA – Fraksi PDI Perjuangan (F-PDIP) DPRD Majalengka menilai rapat paripurna internal yang melahirkan usulan tindak lanjut hak interpelasi DPRD Jumat (16/6) lalu, merupakan forum ilegal. Pasalnya, forum paripurna tersebut tidak terjadwalkan dalamsebuah agenda resmi. Sekretaris F-PDIP DPRD Majalengka Drs H Edy Annas Djunaedi MM berpendapat Jumat lalu pihaknya hanya menerima undangan rapat paripurna terbuka penyampaian Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD dan paripurna internal pembentukan Pansus Renja.Sehingga pihaknya tidak mengakui agenda ketiga tersebut, yang tidak terjadwal sebelumnya. Kalaupun seluruh anggota F-PDIP tidak menghadiri agenda rapat paripurna yang di luar agenda, hal tersebut tidak dimaknai aksi walk out. Pihaknya menegaskan hanya menghadiri dua agenda paripurna yang terjadwal. “Kami tidak tahu ada agenda ketiga, karena memang tidak terjadwal. Undangan resmi yang kami terima hanya mengikuti dua agenda tersebut,” tegasnya. Menurutnya, secara kelembagaan DPRD mestinya mengacu pada jadwal yang telah dirumuskan dan diagendakan lewat rapat badan musyawarah (banmus) dan menjadi produk keputusan DPRD setiap bulannya. Sehingga tidak etis ketika sejumlah agenda terkesan dibuat dadakan untuk memaksakan kepentingan lain. Terkait pengusulan interpelasi, F-PDIP menilai jika hak tersebut memang melekat pada DPRD sesuai amanat konstitusi. Namun menyikapi kenaikan NJOP, pihaknya menilai masih ada jalan keluar lain untuk menjalankan fungsi pengawasan DPRD. Diantaranya melalui rapat dengar pendapat (RDP) dengan masyarakat, atau rapat kerja dengan OPD terkait. “Sudah diagendakan akan digelar RDP dan rapat kerja dengan OPD terkait, dua kali diagendakan oleh komisi terkait di DPRD. Dua kali juga batal karena ada halangan, baik kitanya (DPRD) yang berhalangan maupun OPD (BKAD, red) yang berhalangan. Harusnya bertahap, tidak langsung ke interpelasi,” keluhnya. Sementara Wakil Ketua DPRD Dadan Dasniswan SE MSi menilai, pengguliran interpelasi merupakan hak konstitusional sekaligus hak politik anggota DPRD. Hak itu dalam rangka menyikapi fenomena dan kebijakan eksekutif yang dianggap butuh segera dilakukan sebuah tindakan, karena kebijakan eksekutif tersebut berdampak luas ke masyarakat. “Jadi harus dipahami hak interpelasi ini adalah hak bertanya kepada ekseutif secara resmi kelembagaan. Prosesnya bukan ujug-ujug. Kita memandang urgensinya sudah cukup untuk melangkah ke situ. Sebelumnya banyak masukan-masukan dari masyarakat ke lembaga DPRD maupun keluhan ke peroragan anggota, yang mesti kita tindaklanjuti,” ungkapnya. Adapun nantinya interpelasi terus berproses, setidaknya ada tiga kali lagi rapat paripurna sebelum menjadi keputusan DPRD untuk disampaikan secara resmi ke eksekutif. Kemudian eksekutif menjawabnya secara resmi pula. Jika jawaban dari eksekutif tersebut dapat diterima dan masuk akal untuk diteruskan kebijakan yang berpolemik ini, maka selesai. Tapi kalau jawabanya tidak bisa diterima, maka akan ada tindak lanjut berikut dari DPRD dalam menyikapi kebijakan tersebut. (azs)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: