Tradisi Membuat Ketupat, Mengais Rezeki saat Lebaran Tiba
Banyak berkah yang datang bersama Ramadan. Selain kuantitas ibadah yang semakin intens, datangnya bulan Ramadan juga membawa pundi-pundi rupiah. Laporan: Andri Wiguna, Pabuaran SAKIM (45) warga Desa Setu Patok terlihat duduk di pingir Jl Raya Pabuaran. Tangannya sibuk menyusun dua helai daun kelapa muda atau janur. Ya, Sakim yang biasanya bekerja sebagai buruh serabutan tersebut, memanfaatkan merema atau masa akhir-akhir Ramadan jelang Idul Fitri dengan berjualan bungkus ketupat yang dia bikin sendiri. “Mulai jualan hari ini (kemarin, red). Kalau bikin jauh-jauh hari ya daunnya sudah kusut dulu. Ini langsung bikin di tempat, bawa dari rumah hanya beberapa saja yang sudah jadi,” ujarnya. Satu ketupat oleh Sakim dijual dengan harga Rp 1.000. Harga tersebut ia sepakati dengan teman-temannya seprofesi agar tidak ada gesekan ataupun persaingan yang tidak sehat. “Ini pedagang ketupatnya dari Setupatok semua. Kita berangkat bareng, dari desa kita banyak yang ikut jualan karena memang mayoritas buruh dan pedagang musiman. Kalau pengalaman tahun-tahun kemarin, sehari bisa jual 500 pcs,” imbuhnya. Untuk bahan baku, Sakim dan teman-temannya tidak perlu mencari terlalu jauh. Sejumlah wilayah di Kecamatan Mundu masih terdapat banyak pohon kelapa. Modal yang dikeluarkan untuk membeli satu tangkai janur pun tergolong murah, satu tangkai janur dibeli dengan harga Rp 8 ribu-Rp 10 ribu per tangkainya. “Satu tangkai itu bisa bikin 50 sampai 100 kupat. Keuntungannya lumayan, dari pada nganggur di rumah. Ini sudah tahun ketiga saya jualan kupat,” paparnya. Meskipun bukan kebutuhan pokok, keberadaan ketupat pada saat Lebaran sudah menjadi tradisi. Penjualan ketupat tersebut dipastikan akan terus mengalami peningkatan, terutama memasuki menit-menit akhir Ramadan. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: