Kesenian Sintren Mulai Ditinggalkan
CIREBON - Kesenian sintren mungkin tergolong asing bagi sebagian besar kalangan masyarakat. Kesenian tersebut tidak sepopuler kesenian lainnya seperti kuda lumping, jaipong dan kesenian-kesenian lainnya yang tumbuh subur di Jawa Barat ini. Pasca Hari Raya Idul Fitri, biasanya berbagai kelompok kesenian di Kabupaten Majalengka panen order manggung. Hal tersebut seiring banyaknya kalangan yang menggelar hajatan saat libur Hari Raya Idul Fitri. Sanggar Sintren Sekar Laras, di Desa Bongas Kulon, Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Majalengka adalah salah satu kelompok seni yang mendapat order cukup signifikan pasca Idul Fitri. Namun seiring perkembangan zaman, banyak masyarakat lebih memilih kesenian modern. Saat ini sanggar Sintren Sekar Laras hanya mendapat tiga order manggung. Berbeda lima hingga tujuh tahun yang lalu, rutin mendapat undangan untuk tampil dalam acara hajatan masyarakat. Menurut Pimpinan Sanggar Sintren Sekarlaras, Darto JE, kesenian tersebut nyaris tenggelam oleh budaya modern yang terus disuguhkan setiap hari. Seperti di wilayah Majalengka sendiri, seni Sintren, hampir sudah tidak ada. Melalui sejumlah momen lain, pihaknya sengaja menyuguhkan kesenian Sintren. Selain promosi juga sebagai salah satu bentuk semangat, untuk menjaga kesenian warisan leluhur. “Untuk tetap eksis tidak mudah untuk menjaganya. Kami terus berupaya agar kesenian Sintren tetap bertahan di tengah gempuran kesenian kontemporer saat ini. Kalau bukan kita siapa lagi,” katanya kepada Radar Majalengka. Kesenian Sintren Majalengka khususnya di Desa Bongas Kulon Kecamatan Sumberjaya sama dengan sintren di daerah pantura. Masih adanya pengakuan dari masyarakat sebagai penikmat seni, dinilai menjadi faktor utama dalam upaya menjaga eksistensi suatu kesenian. Menurut Darto, sebuah penampilan kesenian tanpa ada penonton akan terasa janggal. Banyak kesenian yang hilang karena ditinggalkan penonton. (ono)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: