Melihat Pabrik Garam Rakyat yang Tetap Eksis di Tengah Krisis

Melihat Pabrik Garam Rakyat yang Tetap Eksis di Tengah Krisis

Lahan tambak garam terluas di Kabupaten Cirebon ada di Kecamatan Pangenan. Dengan luas lahan lebih dari seribu hektare, Kecamatan Pangenan menjadi salah satu wilayah penghasil garam rakyat (krosok) terbesar di Cirebon. Makanya, tak heran jika di lokasi tersebut banyak berdiri gudang garam rakyat dan pabrik pengolahan garam konsumsi. LAPORAN: ANDRI WIGUNA, PANGENAN KADIM (42), warga Desa Rawaurip berkali-kali menumpahkan garam krosok halus yang baru saja digiling ke sebuah oven panjang yang diputar dengan dinamo listrik. Di ujung oven berbentuk silinder sepanjang kurang lebih lima meter tersebut, sebuah kompor berbahan bakar solar diletakkan di tengah oven tersebut. Itu untuk memanaskan permukaan oven yang nantinya dilintasi garam. “Ini biar garamnya kering setelah garam krosok hancur digiling, lalu dimasukan ke oven. Posisi ovennya miring dan diputar. Jadi, garam akan otomatis jatuh ke sisi yang lebih rendah. Di sana sudah ada penampungan untuk selanjutnya masuk ke proses pengepakan,” ujar salah satu karyawan CV Sanutra Utama, Kadim, di pabriknya di Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan. Jika sebelumnya pabrik pengolahan tidak menggunakan oven, garam yang sudah digiling lembut kemudian disangrai. Prinsipnya hampir sama; dipanaskan. Kalau pada tahun 1980-an, malah garam itu direbus. Tapi sekarang sudah tidak lagi, sudah lebih maju dan lebih cepat dengan menggunakan oven. Dalam sehari, pabrik sudah beroperasi puluhan tahun tersebut bisa menghabiskan lima ton garam krosok untuk selanjutnya dikemas menjadi garam dapur berbagai ukuran. Pemasarannya disebar ke sejumlah wilayah, terutama wilayah III Cirebon. “Kita kerja tidak terikat jam. Begitu barang dan bahan baku ada, kita kerjakan. Tapi kalau kosong, kita istirahat. Tapi selama ini garam selalu ada karena bahan baku lancar. Ada gudangnya. Untuk garam kita beli langsung dari petani,” katanya. Proses yang paling penting sebelum pengemasan adalah pemberian zat yodium pada garam. Setelah garam digiling dan dioven, garam halus yang keluar dalam kondisi hangat, disemprot menggunakan yodium yang telah dilarutkan. Harga yodium sendiri tidak murah. Menurut Kadim, harga perkilogramnya kurang lebih sekitar Rp 1,5 juta. “Ini yang paling penting setelah dioven. Langsung disemprot dan diaduk lagi biar tercampur merata dengan yodium. Garam tidak menghasilkan yodium. Yodium itu dicampurkan pada garam,” tuturnya. Pengemasan pun berlangsung tak kalah cepat. Untuk mengepak satu bal garam kemasan, membutuhkan waktu tidak lebih dari 10 sampai 15 menit. Dari mulai memasukkan garam ke bungkus, kemudian menutup bagian ujung plastik yang terbuka dengan kompor gas modifikasi. “Dalam membungkus menggunakan sendok takar agar ukurannya sesuai dan sama. Setelah itu, ditutup dengan cara, ujung yang terbuka dipanaskan dengan kompor modifikasi. Zaman dulu sih masih pakai lilin dan lampu tempel,” paparnya. Pabrik itu memproduksi dua merek garam dapur kemasan. Yang pertama SBR, dan satunya Cumi-cumi. Untuk garam dapur kemasan dengan merk Cumi dijual lebih mahal dari SBR. Harganya pun bisa langsung naik saat sampai di pasar. Untuk merek Cumi dijual dari pabrik seharga Rp 30 ribu untuk satu bal yang berisi sekitar 40 bungkus ukuran 200 gram. Sementara harga garam SBR dijual lebih murah, yakni Rp 20 ribu untuk satu bal yang berisi 50 bungkus dengan ukuran yang lebih kecil dari merk Cumi. “Hitungannya, untuk satu bal itu untuk merek Cumi sekitar 6 sampai 7 kilogram. Dan untuk merek SBR satu balnya sekitar 3 atau 4 kilogram. Cumi lebih mahal dari SBR,” tegasnya. Jika stok garam sedang banyak, biasanya, pabrik tersebut turut juga memproduksi garam kotak atau garam balok. Namun jika stok garam sedikit, maka hanya garam halus saja yang diproduksi. Untuk garam krosok kiloan, dijual lebih mahal dari harga petani. Untuk setiap 0,8 kilogram garam krosok yang dijual oleh pabrik, harganya Rp 2.900. Harga tersebut bisa bertambah 100 persen jika sampai di tingkat pedagang di pasar. Camat Pangenan, Muklas mengatakan, di wilayahnya banyak terdapat home industry ataupun pabrik pengolahan garam krosok. Jika ditotal, maka jumlahnya lumayan banyak dan diprediksi mampu untuk menutupi kebutuhan konsumsi masyarakat Cirebon. ”Saya tidak hafal pasti jumlahnya. Lokasinya ada di Desa Rawaurip, di Desa Bendungan juga ada,” ungkapnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: