2 Bulan Bekerja, Ini Temuan Pansus Angket KPK

2 Bulan Bekerja, Ini Temuan Pansus Angket KPK

JAKARTA - Pansus Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah berjalan dua bulan lebih. Setidaknya ada empat temuan yang mereka himpun. \"Yakni tata kelola kelembagaan, SDM, proses peradilan pidana, dan tata kelola anggaran,\" ujar Wakil Ketua Pansus Angket KPK Masinton Pasaribu dalam keterangan resminya kepada awak media, Minggu (20/8). Dalam tata kelola kelembagaan, dia menjelaskan, KPK diberi mandat khusus oleh undang-undang sebagai lembaga negara yang khusus melakukan penindakan dan pencegahan tindak pidana korupsi. Maka, operasional penanganan perkara yang ditangani KPK pastinya lebih besar dari kepolisian dan kejaksaan. Namun sayangnya, uang negara yang mampu dikembalikan KPK tidak begitu signifikan. Lagipula kata Masinton, kinerja KPK dalam penanganan perkara korupsi masih jauh dari harapan. Dia menilai KPK terlalu mengandalkan teknologi penyadapan untuk melakukan OTT sehingga banyak perkara-perkara besar dengan kerugian negara yang sangat besar tidak bisa ditangani dengan cepat. Contohnya dalam kasus Pelindo II dan Bank Century. KPK pun gagal memfungsikan diri sebagai triger mecanism aparat penegak hukum lainnya seprti kepolisian dan kejaksaan. Bahkan KPK menurutnya lebih terlihat berjalan sendiri sehingga fungsi pokok dan utama sebagai triger mecanism tidak maksimal baik melakukan supervisi dan koordinasi. \"Seperti bertindak di luar kewenangannya. Contohnya pada kasus pengambil alih peran LPSK dalam memberikan perlindungan saksi dan korban. Dalam undang-undang, LPSK jadi ujung tombaknya,\" tutur Masinton. Dalam tata kelola sumber daya manusia (SDM), Masinton mengatakan bahwa pansus menemukan ada empat pegawai KPK yang tidak dipensiunkan meskipun sudah capai batas usia pensiun. Tentu, itu melanggar PP 63 tahun 2005. Sementara lanjut dia, ada 29 pegawau atau penyidik KPK yang diangkat sebagai pegawai tetap namun belum diberhentikan dan mendapat persetujuan tertulis dari instansi asalnya. \"BPK keluarkan opini berkaitan dengan ketiadaan standar baik untuk pengadaan barang maupun kompetensi SDM KPK,\" jelasnya. Dalam konteks peradilan pidana, pansus melihat KPK dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya cenderung bertindak melakukan pelanggaran. Terutama terkait pengelolaan informasi yang berkaitan dengan kasus atau perkara yang ditangani. \"Seperti bocornya BAP, yang seharusnya dilindungi tapi sering dibocorkan sehingga menimbulkan ekses, terjadi peradilan opini terhadap nama-nama yang disebut,\" sebut anggota komisi III DPR itu. Selanjutnya kata Masinton, KPK bertindak di luar aturan KUHAP. Contohnya, orang yang diperiksa di KPK tidak boleh didampingi pengacara. Pelanggaran seringkali penyebutan orang-orang yang berperkara di KPK baik statusnya sebagai terperiksa, saksi maupun yang sudah jadi tersangka, diumbar ke publik yang jelas bertentangan azas praduga tak bersalah. \"Pelanggaran KPK, penyidik merekayasa saksi untuk memberikan keterangan palsu. Penyidik juga bertindak melakukan atau bertindak memberikan kesaksian palsu juga,\" ucapnya. Dari anggaran, kata Masinton ada temuan BPK dimana pegawai KPK diberikan gaji double, ada juga belanja barang, pembayaran perjalanan dinas, kegiatan perjalanan dinas, pembangunan gedung KPK, dan keberadaan rumah aman. \"Itu kan tidak ada dalam undang-undang, apa landasannya dan bagaimana penyewaan tempat, uangnya darimana?\" tanya politikus PDIP itu. Atas dasar temuan itu, pansus menilai, KPK harus mau diawasi kinerjanya agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang menabrak aturan hukum dan melahirkan peradilan sesat. Apalagi, Presiden Joko Widodo sudah mengatakan tidak boleh ada lembaga di atas lembaga lainnya apalagi sampai tidak mau dikontrol dan diawasi. \"Pemberantasan korupsi menjadi tanggung jawab semua, elemen bangsa, bukan hanya monopoli KPK. Siapapun boleh melakukan kontrol institusi penegak hukum seperti KPK. Agar agenda pemberantasan korupsi bisa massif dan objektif,\" pungkas Masinton. (dna/JPC)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: