Kasihan, Bayi Penderita Labiopalatognatoschizis Belum Bisa Dioperasi
KUNINGAN - Satu lagi bayi malang mendapat perhatian dari Pemerintah Kabupaten Kuningan. Adalah Suci, bayi berusia sembilan hari penderita kelainan bentuk struktur wajah atau dalam istilah kedokteran disebut labiopalatognatoschizis mendapat kunjungan Ketua Lembaga Koordinasi Kesejahteraan Sosial (LKKS) Kabupaten Kuningan Hj Ika Acep Purnama di rumahnya di Dusun Manis RT 16 RW 05, Desa Pamulihan, Kecamatan Cipicung, Selasa (29/8). Anak dari pasangan Samsudi (49) dan istrinya Sahanah (34) tersebut mengalami kelainan bawaan sejak lahir berupa sumbing pada bagian bibir dan hidung sehingga menyebabkan bentuk wajah menjadi tidak sempurna. Namun beruntung, kondisi tersebut masih memungkinkan Suci untuk mendapatkan asupan ASI dari ibunya dengan baik sekalipun harus tidak secara langsung, melainkan dengan cara disuap dengan sendok. Ketua LKKS Kuningan Ika menyatakan keperihatinan yang mendalam atas musibah yang menimpa Suci dan keluarga. Apalagi melihat kondisi ekonomi keluarga Suci yang pas-pasan, Ika pun berjanji akan mengupayakan segala kebutuhan untuk kesembuhannya. “Kondisi bayi Suci ini sangat memprihatinkan mengalami kelainan bawaan yang disebut labiopalatognatoschizis atau kelainan celah bibir dan rongga hidung. Informasinya, kelainan ini masih bisa ditangani melalui operasi, namun tidak bisa dilakukan sekarang karena kondisinya masih bayi,” kata Ika di sela-sela kunjungan. Oleh karena itu, lanjut Ika, dalam kunjungan tersebut pihaknya mengajak beberapa pengurus LKKS seperti Drs Endi Susilawandi MSi selaku Kabid Rehabilitasi Sosial Dinsos, PP & PA, Kasubag Kesos Bagian Kesra Setda Drs Toto Mulyanto, Kasubag AI Bagian Humas Setda Wibawa Gumbira SSos MPd dan dr Asep Sofyan, diharapkan dapat memberikan jawaban atas musibah yang diderita Suci dan orang tuanya tersebut. Menurut Ika, LKKS sebagai mitra kerja pemerintah daerah dalam bidang sosial akan selalu proaktif dalam menampung berbagai aspirasi dan informasi dari masyarakat terkait keberadaan penyandang masalah kesejahteraan sosial dan mencari solusinya. “Kami akan berupaya semaksimal mungkin agar bayi Suci bisa menjalani operasi pada waktunya nanti. Yang terpenting sekarang, kondisi Suci harus terus sehat dan akan kami pantau terus,” ujar Ika yang berkesempatan menyerahkan dana stimulant kepada orang tua Suci untuk biaya rawat jalan selama pengobatan. Sementara itu, Kabid Rehabilitasi Sosial Dinsos PP & PA Drs Endi Susilawandi MSi mengatakan akan mengupayakan agar Suci bisa mendapatkan fasilitas BPJS Jamkesda agar bisa menjalani rawat jalan di RSUD ‘45 Kuningan secara gratis. Terpisah, dr Asep Sofyan yang juga salah seorang petinggi dan pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan (STIKKu) mengatakan, bayi Suci yang menderita kelainan bawaan atau cacat kongenital yang disebut labiopalatognatoschizis tentu harus mendapat penanganan khusus. Kelainan ini, kata dia, berupa adanya celah pada bibir, langit-langit atas dan rongga hidung sekaligus. Dengan demikian penatalaksanaannya memang membutuhkan operasi (bedah) rekonstruktif. Kecacatan ini disebabkan karena gangguan pada saat penutupan tonjolan bagian muka yang biasanya terjadi pada kehamilan minggu ke-7 pascapembuahan. Selama 8 minggu pertama bayi dalam kandungan mengalami pembentukan organ-organ tubuh (organogenesis). Penyebab kecacatan kongenital ini biasanya tidak satu faktor. “Sampai saat ini penyebab labiopalatognatoschizis belum diketahui dengan pasti. Diduga bahwa factor genetika (herediter) dan faktor lingkungan (eksogen) berperan dalam terjadinya cacat ini. Namun tadi berdasarkan wawancara dengan ibu dan bapak bayi ini tampaknya tidak punya keturunan yang seperti ini, terbukti dari dua putranya terdahulu normal dan juga tidak ada riwayat serupa di keluarga yang lainnya,” kata Asep. Dengan demikian, bisa jadi penyebabnya adalah faktor eksogen seperti infeksi virus misalnya virus rubella, defisiensi atau kekurangan vitamin A saat awal-awal kehamilan, bisa faktor radiasi, dan yang dikhawatirkan faktor obat-obatan yang pernah dikonsumsi ibu pada saat awal-awal kehamilan. Menurut Asep, tentu bayi ini memerlukan penanganan segera setelah bayi berusia 3 bulan. Dengan kondisi seperti ini tampaknya operasinya juga tidak cukup sekali ditambah dengan terapi wicara dan lainlain. (fik)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: