Pengadilan Tagih Janji Kejaksaan
KEJAKSAN – Ketua Majelis Hakim Perkara Korupsi PD Pembangunan Samir Erdy SH M Hum menegaskan, melalui penetapan yang diterbitkan, hakim ingin menagih janji Kejaksaan Negeri Cirebon. Ini terkait dengan keberadaan pihak lain yang diduga terlibat dalam perkara korupsi di PD Pembangunan. “Mana janji dia (Kejaksaan, red)?” tandasnya, Selasa (31/8). Samir lalu membeberkan sejumlah pernyataan Kajari H R Arie Arifin Bratakusumah di media yang beberapa kali menyatakan siap menetapkan status tersangka kepada sejumlah nama, asalkan majelis hakim terlebih dulu melakukan penetapan. “Katanya nunggu penetapan. Sekarang sudah ada penetapannya. Silakan masyarakat, media, dan LSM ikut bongkar kasus ini,” ucapnya. Bagi Samir, penetapan status Sofiani sebagai tersangka bukan soal sumpah palsu semata. Tapi, karena Sofiani memang diduga terlibat. Artinya, ada dua hal yang menjadi fokus majelis hakim, dan itu sudah dituangkan dalam penetapan. Oleh karena itu, Samir meminta pihak Kejaksaan membaca kembali penetapan yang sudah diterbitkan Pengadilan Negeri Cirebon. “Dia belum baca keseluruhan namanya. Makannya kita minta diproses,” kata pria yang juga menjabat Humas PN Cirebon ini. Samir membeberkan, sudah terlalu banyak fakta di persidangan yang mengindikasikan keterlibatan Sofiani dalam perkara PD Pembangunan. Di antaranya kesaksian Dirut PD Pembangunan Eman Suryaman yang mengaku tidak mengetahui keberadaan surat yang dibuat Sofiani. Isi surat tersebut, membolehkan pensertifikatan tanah milik PD Pembangunan. Padahal itu adalah kewenangan dari dirut. Kemudian, saksi dari pegawai PD Pembangunan menyatakan tandatangan yang tertera dalam kuitansi aliran dana senilai Rp257 juta dan Rp70 juta adalah benar tandatangan Sofiani. Jika Sofiani menyangkal menerima uang itu dan beralasan bahwa ulah Martono menuliskan angka 2 pada kuitansi senilai Rp257.400.000, perlu diketahui sebelumnya ada kuitansi senilai Rp70 juga diberikan kepada Sofiani untuk pembayaran bidang tanah yang sama. Yakni, seluas 2.858 meter persegi. “Artinya meski baru dugaan, tapi ini bukan mengada-ada. Itu fakta persidangan,” ungkap Samir nya kepada koran ini di ruang kerjanya. Untuk itu, kata Samir, tidak pas jika Ismu Widodo diseret sendiri sebagai tersangka dalam perkara ini. Dari hasil penjualan sebidang tanah di Blok Siwodi, Ismu menerima uang Rp100 juta dari Martono, Rp20 juta diserahkan ke kas PD Pembangunan dan Rp80 juta dipegangnya. Namun dalam perjalanan, Martono meminta kembali uang Rp80 juta tersebut. Dalam proses hukum Ismu kemudian mengembalikan Rp80 juta dari kocek pribadi untuk disetor ke kas PD, setelah itu proses hukum tetap menjadikannya sebagai tersangka. “Dalam persidangan Sofiani mengaku kalau Martono adalah calo tanahnya. Karena itu dari awal kami sebenarnya sudah mengindikasikan. Di BAP pun, sebenarnya keterangan lebih banyak mengarah ke Martono dan Sofiani, adapun mengarah ke Ismu tidak terlalu besar,” bebernya. Meski begitu, sambung Samir, menyikapi langkah kejaksaan, yang terpenting untuk majelis hakim adalah telah menunjukkan penunaian tugasnya kepada masyarakat. Adapun kejaksaan akan menindaklanjuti atau tidak, semua dikembalikan kepada penilaian masyarakat. Bagi para hakim, tanggung jawab dalam menangani setiap perkara tidak hanya kepada masyarakat tapi juga Tuhan Yang Maha Esa. “Sebenarnya ini akhirnya lempar-lemparan saja. Nanti di Polresta dilempar lagi. Kalau dia (kejaksaan, red) punya nawatu (niat, red) yang baik, sikapi saja dengan kebenaran materil,” pungkasnya. (hen)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: