Bawaslu Ragu Pidanakan KPU

Bawaslu Ragu Pidanakan KPU

Ganti Pejabat Level II Dulu, Baru Sekjen \"\"JAKARTA- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) hingga kini belum menerima hasil tindak lanjut rekomendasi yang disampaikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara tertulis. Meski hasil tindak lanjut itu sudah melewati batas waktu yang ditentukan, Bawaslu belum memutuskan untuk memidanakan KPU melalui pengaduan ke polisi, sesuai isi rekomendasi yang mereka sampaikan. \"Semestinya KPU menindaklanjuti, tapi kami belum menerima jawaban,\" ujar anggota Bawaslu Bidang Divisi Pengawasan Endang Wihdatiningtyas di gedung Bawaslu, kemarin (16/11). Menurut Endang, dalam hal itu, Bawaslu akan menjalankan perintah UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu. Namun, mitra KPU itu belum mengambil keputusan untuk menempuh jalur pidana sebagaimana yang mereka sampaikan sebelumnya. \"Kami bisa memberikan peringatan tertulis dan langkah selanjutnya,\" ujarnya. Anggota Komisi II DPR Nurul Arifin memiliki pendapat tersendiri atas rekomendasi yang meminta KPU melakukan verifikasi faktual terhadap 12 parpol yang tercoret. Menurut Nurul, tindak lanjut rekomendasi faktual itu berlebihan. Jika tidak puas, prosesnya parpol bisa mengajukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara (PTUN). \"Saya menilai Bawaslu untuk proses ini kegenitan,\" kata Nurul. Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, saat ini ada informasi yang salah terkait mekanisme menindaklanjuti. Di dalam UU Pemilu, KPU diberikan waktu tujuh hari untuk menindaklanjuti temuan. Maksud dari menindaklanjuti dengan waktu yang diberikan adalah memberikan kesempatan kepada KPU menyampaikan status. Dalam hal ini, rekomendasi Bawaslu tidak wajib sepenuhnya dilaksanakan KPU. \"Kalau wajib, Bawaslu menjadi lembaga superbodi yang tak pernah salah,\" ujar Titi. Apalagi, setelah tindak lanjut rekomendasi itu muncul, tidak berarti Bawaslu langsung melaksanakan. Bawaslu dalam hal ini bisa meneruskan, atau menghentikan rekomendasi yang diajukan. \"Saya menyesalkan saat ini ada fenomena ancam-mengancam pidana,\" ujarnya. Dia menambahkan, persoalan KPU dalam verifikasi adalah prinsip keterbukaan. Hal itu memang menjadi problem tersendiri bagi KPU. Bawaslu sejatinya juga memiliki masalah dalam prinsip keterbukaan. \"Tidak ada alasan pertimbangan mengapa parpol harus diverifikasi faktual. Dua lembaga itu masih harus menyelesaikan persoalan keterbukaan,\" tandasnya. Sementara itu, rencana perombakan pejabat di KPU lebih baik diarahkan merotasi pejabat level II. Nurul Arifin menyatakan, pergantian sejumlah kepala biro dinilai lebih penting daripada terburu-buru mengganti Sekjen KPU yang hampir memasuki masa pensiun. \"Yang diganti bukan Sekjen, namun layer kedua seperti Wasekjen dan kepala-kepala biro,\" ujar Nurul. Menurut Nurul, kesekjenan seperti KPU bagi dirinya adalah model birokrasi yang terlalu kuat diintervensi pemerintah. Hal itu tentu kontradiktif dengan posisi KPU yang independen dan mandiri. Nurul menilai, konflik antara komisioner KPU dan kesekjenan tidak terlihat di Pemilu 2009 karena tidak adanya keterbukaan. \"Mungkin dibiarkan oleh komisioner sehingga bisa didikte,\" lanjut dia. Namun, komisioner KPU yang baru dalam pandangan Nurul memiliki latar belakang berbeda. Dia melihat ada unsur ketidaksukaan sehingga kenyamanan sejumlah oknum di kesekjenan KPU mulai terganggu. \"Kualitas komisioner saat ini kurang lebih sama dengan komisioner Pemilu 2004 sehingga mereka tidak suka,\" ungkapnya. Buruknya kualitas kesekjenan terlihat pada banyaknya kasus di Pemilu 2009. Nurul memberikan contoh, kasus mafia Pemilu 2009 yang sempat dibuat panitia kerja (panja) di DPR adalah bukti buruknya dukungan kesekjenan KPU. Kurangnya dukungan kesekjenan KPU dalam merekapitulasi suara calon legislatif berujung polemik di Mahkamah Konstitusi (MK). \"Kasus mafia pemilu memperlihatkan kekuasaan kesekjenan,\" ujar politikus Partai Golkar itu. Nurul menilai, sikap komisioner KPU yang membuka problem itu ke publik bukan sebagai bentuk kesalahan. Problem kesekjenan mungkin hanya salah satu penyebab mundurnya penetapan verifikasi. Namun, tampaknya problem itu adalah sesuatu yang tidak bisa ditahan lagi. \"Kalau kondisi ini berlanjut, saya tidak berharap pemilu akan berjalan secara profesional, efektif, kredibel, dan berintegritas,\" ujar politikus Partai Golkar itu. Dalam hal ini, KPU tidak perlu lagi berpolemik terkait problem kesekjenan KPU kepada media. Komisi II DPR dalam waktu dekat merencakan segera memanggil menteri dalam negeri (Mendagri) untuk membicarakan masalah tersebut. Secara pribadi, Nurul mendorong pergantian pejabat level II juga bisa dilakukan. \"Kalau semua sudah diganti, saya mengharapkan kinerja mereka bisa mulus, bisa smooth,\" tandasnya. (bay/c4/agm)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: